Programe for International Student Assessment PISA 2018 telah menyerahkan skor kemampuan siswa Indonesia di bidang literasi membaca, matematika, dan sains bersama 79 negara di dunia. Hasil skor PISA telah disoroti dengan berbagai catatan oleh masyarakat baik akedemisi maupun masyarakat umum.
Hal ini menunjukan bahwa sistem pendidikan nasional kita bergerak lambat sehingga tertinggal jauh dari grafik peringkat dengan negara-negara lain.
Kita patut menerima kenyataan sekaligus menjadi refleksi sekaligus bergerak memperbaiki sistem pendidikan nasional agar hasil menjadi lebih meningkat dan bersaing dengan negara-negara lain. Butuh langkah-langkah yang tepat. Karakter gemar membaca bagi penulis digerakan secara optimal.
Potret PISA 2018 untuk siswa Indonesia dengan kecakapan literasi membaca 371,matematika 379, dan sains 396. Setelah menerima, membaca, dan mencermati hasil ini oleh Kemndikbud hasilnya tidak signifikan atau meningkat melainkan menurun untuk menggambarkan mutu atau kualitas  pendidikan nasional di Indonesia. Ternyata ini fakta sepuluh tahun terakhir terus menurun hasil potret PISA. Mengapa selalu menurun sepuluh tahun terakhir?
Bagaimana aksi konkrit bersama yang tepat supaya bisa meningkatkan posisi atau level siswa Indonesia di atas negara lain? Tujuannya agar tingkat melek literasi, matematika, dan sains hasilnya lebih baik.
Pada akhirnya,siswa kita saat usia 15 tahun mereka sudah punya literasi dasar yang kuat di saat menjelang akhir masa wajib belajar. Literasi satu-satunya jembatan emas memacu anak-anak bangsa untuk menyaingi kompetitif global dunia pendidikan.
Pemerintah melalui Kemendikbud, Nadiem Makarim telah memberi simpul penguatan, agar kita tidak perlu mengemas perihal skor PISA 2018 menjadi hal yang positif.
Tetapi, kita harus mengubah paradigma. Selama ini kita berjuang untuk kemajuan anak bangsa hanya asal bapak senang, tetapi sekarang langsung terbuka ke inti persoalan.
Setelah itu, bergerak melakukan perubahan. Kita harus punya paradigma baru di mana semua pemimpin mulai dari kementerian sampai kepala sekolah, kalau ada sesuatu yang buruk, kita harus jujur dan langsung bergerak untuk memperbaiki cara kerja lama menjadi sebuah inovasi yang mengarah pada perubahan.
Mari kita bergerak. Mari kita melakukan perubahan kecil di masing-masing tempat kita.
Pacu Karakter Gemar Membaca Siswa
Untuk mengubah hasil potret PISA maka perlu gerakan karakter literasi. Tujuannya agar siswa terpacu untuk gemar membaca. Karakter gemar membaca merupakan bagian utuh dari delapan belas jenis karakter untuk membangun manusia unggul dan berakhlak mulia menghadapi tantangan global.
Gerakan Literasi Nasional diluncurkan 15 Agustus 2015 oleh mantan Mendikbud Anis Baswedan. Bersamaan itu Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah untuk meningkatkan daya baca siswa sedangkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggerakan literasi bangsa dengan penerbitan buku dan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berpedoman pada buku Seri Pendidikan 18 Karakter bangsa ditulis oleh Maya Rianti dan Sugiharti, S.Pd, yaitu tentang karakter gemar membaca. Gemar membaca yang dimaksud adalah suka atau hobi  membaca buku, koran, majalah, komik, kamus/ensiklopedi atau bahan bacaan lainnya.
Kata orang membaca merupakan jendela dunia. Menggerakan siswa untuk membaca buku. Di tangan siswa kita mereka untuk lebih membaca buku ketimbang membaca di HP. Buku sangat luas isinya. Memuat sejumlah informasi yang paling lengkap. Teknologi hanya menyimpan kopian ulang dari buku.
Dalam buku seri pendidikan karakter gemar membaca juga memberikan banyak manfaat jika membaca buku tiap hari. Antara lain, memperluas pengetahuan, memberi kekuatan pada daya ingat, meningkatkan kosa kata,tumbuh rasa peduli sesama, mencerahkan hari, membangun rasa percaya diri, meningkatkan kreativitas, peningkatan kedisiplinan.
Membaca sebenarnya tidak memakai rumus atau menggunakan berbagai teknik yang ditawarkan dalam berbagai teori. Disarankan bacalah menurut gaya sendiri maka kelak seseorang siswa akan menemukan gaya sekaligus kegemaran yang akan menjadi karakternya.
Tidak gampang memang untuk kita melawan arus digital saat ini. Sangat dilematis bahkan dramatis. Butuh manajemen yang harus dibangun oleh keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jika memang untuk mendongkrak rata-rata skor yang akan diperoleh setelah penilaian PISA maka karakter ini harus dipacu secara terus menerus dari sekarang.
Karakter gemar membaca yang hendak ditumbuhkembangkan bagi siswa perlu juga banyak motivasi dan tips yang tidak terlalu sulit. Banyak sekali pegiat-pegiat literasi untuk mewujudkan Gerakan Literasi Nasional punya ruang dan gaya berbeda-beda.
Tetapi punya tujuan sama agar siswa menjadi gemar membaca. Misalnya,siswa memilih buku yang sesuai, adanya tempat yang nyaman, membawa buku ke mana pergi, jadi anggota perpustakaan, klub membaca, bergabung dengan komunitas baca, dan masih banyak aksi konkrit lainnya.
Pengalaman skor membaca rendah yang diberikan oleh PISA juga merupakan akibat malas membaca siswa kita. Sikap atau karakter malas menjadi musuh bersama.
Bearagam alasan mulai dari sumber dan situasi yang kurang menguntungkan. Akan tetapi, akibat malas atau kurang membaca bisa berdampak pada hasil potret PISA antara lain, tertinggal dari informasi terkini, semakin dekat dengan kebodohan, kalah bersaing dengan orang lain, punya pandangan skeptis, mudah dibodohi atau ditipu, suka menyontek, serta dekat dengan kejahatan atau tawuran, korupsi dan sebagainya.
Untuk memerangi kemalasan kita harus bangkit dan komitmen. Ikut merasa iba dengan kondisi mutu yang diberikan PISA 2018 untuk siswa Indonesia. Bagi penulis yang jadi guru,pegiat literasi sekolah, dan masyarakat, walaupun sederhana telah membentuk dan menggerakan karakter literasi dasar bagi sekolah, masyarakat, kabupaten, provinsi bahkan nasional. Dimulai dengan membaca 15 menit, membentuk komunitas literasi, mengikuti festival literasi nasional 3 kali, serta menghasilkan buku antologi puisi "Surat untuk Sahabat".
Penulis menggerakan literasi dasar membaca dan menulis di SMPK Frater Maumere bersama media cetak dan online. Media itu antara lain; Media Pendidikan Cakrawala NTT (jadi wartawan daerah Maumere), Surat Kabar Harian Pos Kupang, Surat Kabar Harian Flores Pos, Surat Kabar EKORA NTT, Media Online (Flores Postco, VOX NTT), Majalah OIKOS, dan Kompasiana.
Penulis telah membuat penelitian untuk enam rombongan belajar di SMPK Frater Maumere-Flores-NTT pada bulan Oktober 2019. Kegiatan ini penulis laksanakan setalah mengalami sebuah masalah yaitu sebagian besar siswa dalam kelas kurang mempunyai gemar membaca pada kelas. Penilitian dilakukan untuk 6 rombongan belajar dengan tiap-tiap rombongan 35 siswa.
Penulis membuat grafik pengamatan dengan kriteria serta skor angka untuk pengamatan selama satu bulan setiap hari. Setiap minggu penulis membuat laporan untuk setiap kelas. Tujuan saya untuk mengetahui karakter gemar membaca pada siswa serta membedakan kecakapan siswa satu dengan siswa lain dalam membaca.
Aspek yang diamati adalah waktu dengan jumlah kata/kalimat yang dibaca, keseriusan/ketenangan, menentukan ide pokok, menyimpukan isi bacaan, merangkum isi teks secara tertulis, menceritakan kembali isi teks, menggunakan tanda baca, huruf kapital, kalimat efektif.
Hasilnya untuk satu kelas dalam satu minggu dari 35 siswa, hanya 7 siswa dengan kemampuan literasi di atas rata-rata 75 %. Maka satu bulan dari 210 ditemukan penulis 42 anak yang punya kemampuan literasi membaca baik.
Upaya memacu gerakan karakter gemar membaca untuk siswa tidak selamanya menunggu regulasi atau petunjuk dari pusat. Kita bergerak melalui pengalaman untuk pacu karakter gemar membaca. Pepatah mengatakan pengalaman adalah guru yang terbaik. Penulis sekaligus guru dengan tugas utama pengajar namun peduli literasi. Hobi membaca dan menulis.
Saya tergerak dengan iba pada anak-anak sekitar rumah yang hanya bermain. Diajak membaca setiap sore jam lima sampai jam enam di teras. Sumber bacaan awalnya surat kabar dan majalah bekas yaitu; Pos Kupang, Flores Pos, EKORA NTT, Cakrawala NTT, Buku Komik. Satu dua orang memberikan donasi beberapa buku yang selama ini menjadi teman diskusi literasi di media sosial.
Untuk mendapat buku-buku fiksi baru penulis akhirnya membeli sendiri ke toko buku Gramedia Maumere dan tokoh buku lainnya. Jika ada obral saya selalu mampir membelinya untuk menambah koleksi bacaan bagi anak-anak di teras rumah. Mari kita jadi guru penggerak literasi untuk Indonesia maju.
Oleh Adrianus Bareng (SMPK Frater Maumere)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI