Akhir akhir ini media masa baik elektronik maupun non-elektronik hampir didominasi dengan pemberitaan bagaiamana cuaca yang sangat extrim terjadi di mana mana. Banjir bandang misalnya, angin puting beliung dan longsor seketika terjadi dengan begitu cepat. Hampir pasti tidak ada tempat yang aman dan terluput dari amukan alam. Seakan alam ini sampai pada titik akhir kesabaran, ia gusar dan marah membuat Semua orang dengan penuh ketakutan lari mengungsi mencari tempat perlindungan. Alam tidak lagi bershabat dengan kita dan bukan lagi menjadi rumah yang nyaman untuk kita huni.Ya memang benar demikian situasinya.
[caption id="attachment_106703" align="alignright" width="500" caption="Gambar; dari goole"][/caption]
Kenyataan bahwa Indonseia hanyalah mempunyai dua iklim musim yang lebih disebabkan oleh arah tiupan angin. Angin musim barat daya yang sering kita sebut sebagai Muson Barat dan angin musim timur laut atau biasa disebut dengan Muson Timur. Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga April yang basah sehingga membawa musim hujan atau penghujan (Rainy Monsoon). Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering atau kemarau (Dry Monsoon).
Nah hari ini sering kita lihat adanya keadan cuaca yang amburadul/tidak tentu di hampir seluruh nusantara.Di sebagian wilayah kita bisa melihat adanya kebakaran oleh karena terjadinya peningkatan suhu yang melebihi ambang batas normal. Sementara secara bersaman juga di sebagian wilayah kita menyaksikan Para petani harus dengan susah payah dalam mengeringkan hasil panennya,ribuan rumah terendam banjir bandang,orang orang tidak bisa ke mana mana karena jalan terputus oleh karena peningkatan curah hujan yang tidak lazim.
Keadaan seperti ini tentu akan sangat mengkwatirkan, kalau ini akan terus berlanjut dan terus. Dan tentu saja akan mengancam kehidupan kita di dunia ini. Semua orang bertanya tanya bagaiman ini bisa terjadi? Apakah ini yang namanya efek dari global warming? Ataukah ini sebuah tanda dunia ini akan berakhir? dan tentu saja masih banyak pertanyaan lain yang kemudian lahir dari benak kita masing masing, yang merupakan bentuk dari ungkapan ketidakberdayan kita sebagai manusia yang pada kodratnya rapuh ketika harus berhadapan dengan kekuatan yang berada di luar diri kita.
Kalu demikan realitanya lantas apa yang menyebakan semua ini bisa terjadi. Sipakah yang harus bertanggung jawab. Apakah benar kita harus mengatakan ini adalah sebuah isyarat akan datangnya hari kiamat (a doomsday). Rasanya terlalu naif kita sebagai negeri yang beragama mengungkapkan hal demikan.Jelasnya semua yang terjadi pastilah punya sebab musabab.
Alam ini punya hukum tersendiri yang tidak bisa kita bantah. Ada asap tentu ada api, ada akaibat tentu ada sebab. Manusia menjaga alam maka alampun menjaga kita, demikianpun sebaliknya. Begitulah hukum alam memiliki ciri tersendiri.
Kasus sperti ini semestinya bukanlah sebuah persoalan yang hanya dilihat dari segi yang tampak secara khasat mata, Yakni pergantian musim yang amburadul, perubahan cuaca yang seketika ganas, menyebabkan kerusakan parah pada lingkungan, tetapi lebih merupakan masalah hubungan yang sangat mendalam antara manusia denagn Tuhan,manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya.
Dr.Loren Bagus OFM pernah mengulas ini dalam tulisannya yang berjudul Ekologi dalam konteks triade relasi. Membahas masalah ekologi yang merupakan sebuah fenomena yang mengungkapakan segi yang terdalam dari kehidupan manusia dan alam sekitarnya. Relasi antar manusia dengan Tuhan, manusia itu sendiri dan alama sekitarnya.
Fakata bahwa cuaca semakin tak menentu dan semakin mengganas menyebabkan kehancuran baik materi maupun nonmatri. Jelas menujukan bahwa terjadi kesalahan dan ketidakharmonisan hubungan, baik secara vertikal; antara manusia itu sendiri dengan Tuhan dan secara horizontal; antara manusia dengan alam sekitarnya. Keharmonisan yang sejak lama terpelihara dengan baik pada akhirnya harus ternoda oleh karena terjadi kegoisan, keserakahan dan kerakusan manusia dalam mengekploitasi alam.
Alam sebenarnya sejak zaman dahulu merupakan musuh dalam selimut, ia adalah teman baik kita tetapi sekligus merupakan musuh yang paling menakutkan. Itulah kenapa nenek moyang kita terdahulu menyebut alam ini penuh dengan jin, karena itu perlu diberi penghormatan dengan melakukan banyak sesajian di tempat-tempat serem seperti rawa rawa, pepohonan besar dan bebatuan besar, karean dipercaya di situ adalah tempat penghunian mereka dan sangat disarankan untuk tidak lewat di sana pada tengah dan sore hari.
Hari ini akhirnya juga kita bisa menemukan hal yang sama kendatipun sebabnya adalah berbeda. Orang-orang tidak lagi berani mencemburkan diri untuk sekedar mandi di sungai. Kenapa? Karena semua sungai sudah terkontraminasi dengn limbah industri kimia tentu saja akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah dari berbagai industry merupakan kombinasi yang hebat untuk melahirkan penyakit jenis baru, termasuk penyakit yang paling menakut sekalipun yaitu kanker.
Lalu kembali hari ini kemudian kita bertanya: Alam mengamuk, what Went Wrong, Is it a sign of a judgment day? Kita semua sadar dan mengetahui dengan baik bahwa kehidupan kita sebenarnya adalah sangat bergantung pada alam. Kita makan, minum dan rumah tempat kita berlindung segalanya adalah dari alam, kita melakukan apapun adalah di alam ini.
Tuhan sebenarnya sudah memperhitungkan dengan sangat sempurna sebelum kemudia IA menciptakan alam raya ini, bahkan dengan sangat bijaksana Ia memepercayakan kita sebagai “Manusia” sebuah nama yang diciptakanya sebagai mahluk atau kasarnya sebagai hewan yang berakal, berakhlak dan bermoral yang membedakan kita dari mahluk lain, sebagai yang paling berkuasa dari sekian juta organisme yang pernah ada di planet ini.Tetapi pada kenyatanya perlakuan manusia sekarang sungguh menunujkan sikap kebinatangan.Hampir tidak ada lagi nilai kemanusiaan yang tersisa, rasa memiliki dan mencintai berubah pada ketamakan.
Tuhan sepenuhnya sudah memberikan surat kuasa kepada manusia untuk menguasai alam ini. Lantas, kita lalu terbuai oleh kekuasan dan terlena dengan kegelimangan kekayaan bumi, samapi sampai kita lupa akan diri kita sendiri, sipakah kita sebenarnya? apakah kita masih layak untuk menyandang nama sebagai "manuisia". Kita mabuk kepayang, kata Ahamad Dani, Komposer ternama Indonesia, seakan hidup untuk hari ini saja.jadi nikmatin sepuasnya.
Di manakah anak cucu kita nantinya berteduh, bermain dan mengekspresiakn hidup mereka. Kalau bumi ini tidak lagi seasri dahulu, tiada lagi kicauan burung di pagi hari, udara yang segar menjadi suatu yang sangat mahal untuk diperoleh. Semua ini bisa saja hanya merupakan sebuah cerita dongeng belaka bagi anak cucu kita dikemudian hari. Generasi kita hanya bisa merindukan sebuah alam yang sejuk, asri dan nyaman; dunia romantisme.
Dalam usaha membangun kembali dan memeprbaiki segala kerusakan yang terjadi rupanya kita perlu memahami kembali pola hubungan dengan lingkungan. Membangun kembali semangat nilai kemanuisan yang semakin hari semakin terkikis oleh kemutahiran ilmu dan teknologi. Kemajuan yang seharusnya demi kejayan hidup manuisa bukanya manusia untuk kemajuan, untuk kemudian kita merajut kembali relasi yang sehat dengan alam.
Manusia perlu menyadari bahwa alam ini bukanlah milik kita sepenuhnya. Kita hanyalah petani penggarap; Menjaga dan menanam adalah tanggung jawab kita sebagai penggarap, hasilnyapun adalah untuk kita bisa survive. Sedangkan Tuan tanah kita(TUHAN)? Dia hanya perlu bagaimana sikap kita menghormati karya-Nya yang telah diciptakanya dengan sangat indah. menjaganya untuk tetap indah sudah cukup memebuat Tuhan senag.
Menjadikan alam ini aman dan asri seperti sedia kala, agar orang orang dengan bebas menikmati udara yang bersih, burung burung kembali bernyanyi dikala pagi dan petang memuji keaggungan Sang Pencipta dan pada akhirnya kita meraih kemabali persahabatan yang sejati yaitu saling menjaga, mengerti dan saling menghormati. Maka dengan demikianpun hubungan kita dengan Tuhan, kita dengan alam menjadi langgeng dan tetap awet sampai waktu bisa berhenti.
Sumber; cari kesana kemari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H