Dua kali sudah kita menjalankan Ramadan di masa pandemi Covid-19. Banyak hal yang berubah, banyak hal yang sudah kita pelajari.
Meski sudah ada program vaksinasi dan juga adanya penurunan kasus positif harian yang terdata di Indonesia, tentu protokol kesehatan tetap harus kita dijalankan.
Namun, seiring waktu setelah setahun berlalu pandemi berada di tengah-tengah kita, berbagai penyesuaian hasil pembelajaran dana apatasi kita mulai diterapkan di berbagai lini dan sektor kehidupan termasuk peribadatan selama Ramadan.
Berbagai tempat kembali dibuka, tata cara ibadah selama Ramadan pun kembali disesuaikan.
Berikut 4 kondisi yang berubah hasil penyesuaian dan adaptasi dari Ramadan di tengah pandemi tahun sebelumnya.
Pertama, Salat Tarawih dan Ibadah Lainnya di Masjid Diperkenankan dengan Tetap Mematuhi Protokol Kesehatan
Tentu masih segar di ingatan kita satu tahun lalu ketika Ramadan pertama kita dianjurkan untuk salat tarawih dan salat-salat wajib di rumah saja karena risiko penularan sangat besar dan kita belum banyak mengetahui metode yang tepat untuk menghindarkan penularan serta kesiapan pengurus masjid yang masih kurang untuk melaksanakan protokol kesehatan
Seiring berjalannya waktu dengan bekal ilmu dan pengalaman serta protokol kesehatan yang semakin dipahami masyarakat, tahun ini salat tarawih dan ibadah salat-salat wajib dapat ditunaikan di masjid-masjid asalkan protokol kesehatan dipraktikkan dengan optimal.
Menjaga jarak ketika salat, membawa sajadah sendiri, memakai masker, mencuci tangan atau juga membersihkan tangan dengan hand sanitizer adalah hal-hal dasar yang mesti kita ikuti bersama-sama.
Pihak masjid pun sekarang membatasi durasi ceramah atau bahkan meniadakannya ketika salat tarawih misalnya. Sirkulasi dan ventilasi udara dibuat sedemikian rupa agar lebih terbuka dan lancar, pemeriksaan suhu tubuh dan pemberian hand sanitizer atau penyediaan tempat cuci tangan juga tidak lupa disiapkan oleh pengelola masjid. Bahkan ada beberapa masjid yang memberikan nomor antrean untuk masuk ke masjid dan membatasi kuota tiap harinya.
Kedua, Berbuka dan Sahur di Restoran atau Rumah Makan Diperbolehkan Asal Mematuhi Protokol Kesehatan
Ketika awal pandemi dan mulai memasuki Ramadan kita tentu masih mengingat bahwa restoran dan rumah makan dilarang melayani para pembeli untuk makan di restoran atau di rumah makan tersebut, karena masih banyak tempat makan atau restoran yang belum memiliki perangkat penunjang pelaksanaan protokol kesehatan.
Kita disarankan untuk membeli melalui ojek atau take away alih-alih dine in di tempat makan atau restoran.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, Ramadan kali ini kita diperkenankan untuk berbuka dan sahur di tempat makan atau restoran yang telah menerapkan protokol kesehatan.
Sekarang kita juga sudah banyak temui restoran atau rumah makan yang menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Banyak meja makan yang diberi jarak, ketika memasuki restoran atau tempat makan pun diukur suhu tubuhnya, tetap memakai masker kecuali ketika makan selama di dalam restoran/tempat makan, mereka menyediakan hand sanitizer dan juga tempat mencuci tangan yang memadai, bahkan jumlah pengunjung pun dibatasi.
Secara pribadi saya mencoba menghindari untuk makan di tempat, kecuali jika terpaksa dan tidak ada pilihan itupun harus benar-benar melihat kondisi dan situasi dari rumah makan atau restoran yang akan kita tuju, jika mereka abai atau protokol kesehatan tidak diterapkan optimal maka saya lebih memilih membeli makanan dengan sistem take away dan memakannya di kendaraan
Ketiga, Tempat Wisata Dibuka dan Boleh Dikunjungi Asal Tetap Menerapkan Protokol Kesehatan
Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana banyak tempat praktis ditutup guna menghindari potensi penyebaran virus, Ramadan tahun ini sudah banyak tempat-tempat wisata yang diperkenankan untuk dibuka asal tetap mematuhi protokol kesehatan dan menyiapkan fasilitas penunjangnya seperti tempat cuci tangan, menyediakan hand sanitizer, membatasi jumlah pengunjung, dan area wajib masker.
Memang roda perekonomian harus tetap berjalan meski di tengah pandemi, salah satunya dengan cara membuka tempat-tempat wisata ini. Di sisi lain potensi penyebaran virus masih tetap ada, maka pembatasan jam operasi serta penerapan prosedur kesehatan selama pandemi menjadi hal yang wajib dipatuhi.
Tempat wisata ini juga menjadi oase untuk mengusir kejenuhan akibat lama terkungkung di rumah saja sekaligus juga sebagai terapi diri untuk menunjang kesehatan mental kita.
Secara pribadi saya tidak akan memilih tempat wisata yang berada di area tertutup dan kemungkinan ramai dikunjungi apalagi yang alfa untuk mematuhi protokol kesehatan. Saya lebih memilih tempat wisata di ruang terbuka dan dengan protokol kesehatan yang ketat semisal kebun raya, suaka margasatwa, taman kota, dan lain sebagainya karena sirkulasi udara dan interaksi antar-pengunjung dapat dibatasi dengan ruang gerak yang luas sehingga risiko penularan virus dapat ditekan, dibandingkan mengunjungi tempat wisata yang tertutup semisal bioskop ataupun theme park yang tertutup yang sirkulasi udaranya lebih tertutup dan penularan lebih mudah terjadi.
Keempat, Tempat Pusat Perbelanjaan Kembali Dibuka dan Dapat Dikunjungi Tentunya dengan Penerapan Protokol Kesehatan
Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana pusat-pusat perbelanjaan ditutup selama Ramadan, tahun ini mal dan pusat perbelanjaan lainnya kembali dapat dikunjungi meski dengan berbagai protokol kesehatan yang harus dipenuhi.
Di masa sebelum pandemi tentu kita mengingat betapa penuhnya pusat perbelanjaan menjelang Ramadan dan Idul Fitri, tahun lalu suasana tersebut seolah hilang lenyap karena kebijakan pemerintah untuk menutup pusat-pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia, kecuali tempat-tempat yang menjual kebutuhan sehari-hari.
Tahun ini hiruk pikuk di pusat perbelanjaan mulai terasa kembali meski dengan berbagai penyesuaian dan pembatasan mengacu pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Beberapa hari lalu sebelum memasuki Ramadan di salah satu pusat perbelanjaan yang menjual kebutuhan sehari hari di Bandung saya bersama istri melihat sendiri bagaimana ramainya pengunjung membeli kebutuhan menjelang Ramadan meski semua harus mematuhi protokol kesehatan.
Di satu sisi, hal tadi menjadi ciri bagaimana roda perekonomian kita kembali menggeliat, di sisi lain saya juga melihat beberapa pengunjung ada juga yang mulai abai dan melonggarkan protokol kesehatan seperti masker yang tidak menutupi hidung secara sempurna, beberapa pengunjung yang berdesak-desakan ketika mengambil barang-barang tertentu, dan lain sebagainya mungkin karena sudah merasa cukup aman dan tidak separno ketika Ramadan pertama. Tetapi itu menjadi catatan penting bagi kita bahwa pandemi belum berakhir dan potensi penyebaran masih sangat bisa terjadi.
Demikian rangkuman 4 kondisi perubahan yang terjadi di Ramadan kali ini. Perubahan ini tentu tidak berarti kita mulai melonggarkan dan abai dengan protokol kesehatan, karena meski program vaksinasi telah berlangsung bukan berarti pandemi telah berakhir dan potensi penularan masih tetap ada di sekitar kita.
Semoga juga Ramadan kita kali ini menjadi Ramadan terbaik bagi kita meski di tengah keterbatasan dan berbagai protokol kesehatan yang wajib kita patuhi selama pandemi.
Selamat berpuasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H