Tempat wisata ini juga menjadi oase untuk mengusir kejenuhan akibat lama terkungkung di rumah saja sekaligus juga sebagai terapi diri untuk menunjang kesehatan mental kita.
Secara pribadi saya tidak akan memilih tempat wisata yang berada di area tertutup dan kemungkinan ramai dikunjungi apalagi yang alfa untuk mematuhi protokol kesehatan. Saya lebih memilih tempat wisata di ruang terbuka dan dengan protokol kesehatan yang ketat semisal kebun raya, suaka margasatwa, taman kota, dan lain sebagainya karena sirkulasi udara dan interaksi antar-pengunjung dapat dibatasi dengan ruang gerak yang luas sehingga risiko penularan virus dapat ditekan, dibandingkan mengunjungi tempat wisata yang tertutup semisal bioskop ataupun theme park yang tertutup yang sirkulasi udaranya lebih tertutup dan penularan lebih mudah terjadi.
Keempat, Tempat Pusat Perbelanjaan Kembali Dibuka dan Dapat Dikunjungi Tentunya dengan Penerapan Protokol Kesehatan
Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana pusat-pusat perbelanjaan ditutup selama Ramadan, tahun ini mal dan pusat perbelanjaan lainnya kembali dapat dikunjungi meski dengan berbagai protokol kesehatan yang harus dipenuhi.
Di masa sebelum pandemi tentu kita mengingat betapa penuhnya pusat perbelanjaan menjelang Ramadan dan Idul Fitri, tahun lalu suasana tersebut seolah hilang lenyap karena kebijakan pemerintah untuk menutup pusat-pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia, kecuali tempat-tempat yang menjual kebutuhan sehari-hari.
Tahun ini hiruk pikuk di pusat perbelanjaan mulai terasa kembali meski dengan berbagai penyesuaian dan pembatasan mengacu pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Beberapa hari lalu sebelum memasuki Ramadan di salah satu pusat perbelanjaan yang menjual kebutuhan sehari hari di Bandung saya bersama istri melihat sendiri bagaimana ramainya pengunjung membeli kebutuhan menjelang Ramadan meski semua harus mematuhi protokol kesehatan.
Di satu sisi, hal tadi menjadi ciri bagaimana roda perekonomian kita kembali menggeliat, di sisi lain saya juga melihat beberapa pengunjung ada juga yang mulai abai dan melonggarkan protokol kesehatan seperti masker yang tidak menutupi hidung secara sempurna, beberapa pengunjung yang berdesak-desakan ketika mengambil barang-barang tertentu, dan lain sebagainya mungkin karena sudah merasa cukup aman dan tidak separno ketika Ramadan pertama. Tetapi itu menjadi catatan penting bagi kita bahwa pandemi belum berakhir dan potensi penyebaran masih sangat bisa terjadi.
Demikian rangkuman 4 kondisi perubahan yang terjadi di Ramadan kali ini. Perubahan ini tentu tidak berarti kita mulai melonggarkan dan abai dengan protokol kesehatan, karena meski program vaksinasi telah berlangsung bukan berarti pandemi telah berakhir dan potensi penularan masih tetap ada di sekitar kita.
Semoga juga Ramadan kita kali ini menjadi Ramadan terbaik bagi kita meski di tengah keterbatasan dan berbagai protokol kesehatan yang wajib kita patuhi selama pandemi.