Seorang Guru Besar yang katanya sudah menelurkan banyak karya ilmiah di dunia pertanian dan peternakan serta seyogyanya menjadi cerminan teladan di dunia pendidikan dengan tidak arif mengkritik Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan kata-kata tidak layak, "Bodoh Sekali" di media sosial, dia adalah Yusuf Leonard Henuk yang merupakan Guru Besar di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU)
Kritikan ini beliau sampaikan hanya karena SBY mengingatkan kepada pemerintah dalam hal beban proyek strategis nasional yang dinilai SBY dapat membebani pemerintahan selanjutnya terlebih di tengah kondisi paceklik ekonomi dan kesehatan saat ini. Kritik juga dijuruskan pada AHY yang mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam program vaksinasi nasional dan pembenahan dunia penerbangan dan transportasi nasional setelah peristiwa jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 beberapa hari lalu.
Sebagai informasi saja SBY juga bergelar Profesor dan mendapatkan banyak Doktor Honoris Causa dari berbagai institusi pendidikan dalam dan luar negeri. Selain itu juga AHY adalah lulusan terbaik Akademi Militer bahkan pernah bersekolah di Harvard, saya pikir tidak kalah mentereng dengan Sang Profesor sendiri.
Akhlak Mulia dalam Dunia Pendidikan
Institusi pendidikan termasuk di dalamnya adalah civitas akademika seperti dosen dan mahasiswa haruslah dengan serius menjunjung tinggi nilai luhur budi pekerti, akhlak yang mulia serta norma kesopanan terlebih kita di Indonesia menganut adat ketimuran yang menjadi.
Hal tadi sejalan dengan yang termaktub dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sangat jelas dinyatakan bahwa pendidikan sendiri mengandung unsur usaha untuk meningkatkan kecerdasan semata namun juga nilai pengendalian diri serta akhlak mulia bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Lalu jika seorang Profesor dan Guru Besar dengan semena-mena mengeluarkan kata-kata "Bodoh Sekali", apakah dia benar berhak menyandang gelar Guru Besar? Patut dijadikan seorang yang digugu dan ditiru sebagai seorang teladan?
Tak terpancing, sampai saat ini SBY sama sekali tidak membalas dengan emosi ataupun berniat membawa hal ini ke dalam ranah hukum.
Ya semasa memerintah SBY tentu tidak sempurna, namun dalam dua periode kepemimpinannya tidak ada media ataupun orang perorangan yang dibredeli atau dimasukkan penjara hanya karena mengkritik pemerintahannya ataupun dia sebagai seorang pribadi. Bahkan, saya pernah melihat sendiri berita seekor kerbau digantungi nama SBY oleh sekelompok orang yang memprotes kebijakan SBY, sangat merendahkan harkat dan martabatnya, namun coba lihat apakah SBY memasukkannya ke penjara? Tidak ada.
Bandingkan dengan semasa pemerintah Jokowi ada beberapa pelaku penghinaan presiden yang ditangkap bahkan dijebloskan penjara hanya karena hinaannya di sosial media.
Sebagai informasi juga Yusuf Leonard Henuk ini pernah ditetapkan sebagai tersangka karena penistaan agama Kristen pada april 2020 lalu atas ujarannya di media sosial pada 2019 lalu tentang advent yang bukan merupakan ajaran Kristen meski akhirnya dia meminta maaf setelahnya. Kita juga bertanya-tanya bagaimana Universitas Sumatera Utara masih diam saja dan tidak menindak oknum pengajarnya ini untuk ujaran kebencian yang telah lakukan berulang-ulang?
Masalah akhlak mulia ini juga tidak hanya terjadi  pada seorang Profesor, bahkan para dosen, guru serta peserta didik pun kerap kita temui. Saya semasa kuliah pernah menyaksikan sendiri salah seorang dosen mengucapkan hinaan seperti "bodoh" ataupun ungkapan seksis dan cabul semasa belajar, atau sebaliknya seorang siswa/mahasiswa secara sembrono berlaku tidak sopan terhadap seorang guru bahkan mengejek gurunya di depannya langsung secara bersamaan.
Saya juga memiliki memori bagaimana ketika masih duduk di sekolah dasar di sebuah kota kecil di Sumatra Selatan sangat segan dan hormat dengan sosok seorang guru, hanya untuk lewat di depannya saja kami harus merunduk dengan tangan kanan dijulurkan ke bawah degan berucap "permisi Pak/Bu", bagaimana kami ketika ditegur guru dengan baik tidak melawan ataupun meninggikan suara kami.
Adab dan Akhlak Sebelum Ilmu
Ilmu tentu sangat penting dalam dunia pendidikan kita, namun ada hal lain yang perlu didahulukan dalam mencari ilmu yaitu adab dan akhlak.
Imam Malik pernah berkata,
Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu
Di narasi lain Yusuf bin Al-Husain mengatakan
Dengan mempelajari akhlak maka engkau mudah memahami ilmu
Salah satu manfaat mengapa mendahulukan akhlak dan adab sebelum mempelajari ilmu adalah karena dengan berakhlak dan beradab seseorang akan mengerti esensi dari sebuah ilmu yang patut memberi manfaat dan memberi keberkahan bagi dirinya dan sekitarnya, bukan untuk berkacak pinggang hanya demi popularitas dan juga gagah-gagahan hanya karena banyak gelar berjejer pada namanya, karena ilmu yang tidak memberi manfaat hanyalah bualan semata.
Paling penting adalah tentang keberkahan dari suatu ilmu sendiri. Dengan mempraktikkan adab dan akhlak yang baik seorang guru akan merasa ikhlas dan ridha terhadap ilmu yang dia ajarkan ataupun sebaliknya anak muridnya menjadi hormat dan berlaku baik terhadap gurunya.
Sehingga nantinya seorang pendidik akan terus menjaga wibawanya sebagai seorang teladan yang digugu dan ditiru dimanapun dia berada, seorang anak murid akan terus menjaga tingkah lakunya karena ilmu yang dia peroleh bukanlah dimaksudkan untuk menghina atau merendahkan orang lain sebaliknya justru merasa dirinya sangat sedikit mengetahui tentang berbagai hal.
Semoga dunia pendidikan Indonesia di masa mendatang dapat terus memupuk adab dan akhlak sebagai panglima dalam dunia keilmuan di Indonesia sehingga kritik dengan kata-kata serampangan, tindakan tidak beradab dan umpatan yang menyudutkan tanpa dasar ilmiah serta tendensius semata akan semakin berkurang bahkan hilang.
Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H