Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bumerang Sindiran Megawati terhadap Milenial

30 Oktober 2020   07:18 Diperbarui: 30 Oktober 2020   07:36 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi. Sumber: law-justice.co
Ilustrasi. Sumber: law-justice.co
Ramai di media massa sindiran Megawati Soekarnoputri, Mantan Presiden Indonesia ke-5 sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap generasi milenial yang digambarkan sebagai generasi yang "tukang" demo dan kurang sumbangsih pada negara.

Meski jika dipahami ada perbedaan anatara generasi milenial dan generasi Z. dimana generasi milenial adalah mereka yang lahir pada periode 1980-1995 sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir pada periode setelahnya yaitu 1996-2015. Namun, tidak usah dipusingkan sepertinya maksud Bu Mega adalah mereka anak-anak muda sekarang secara umum.

Jika dipahami konteks ucapan Megawati ini adalah sebuah kritik kepada generasi milenial, namun menjadi seperti zero sum game seolah menafikkan prestasi dan sumbagsih generasi milenial sekarang padahal jika dikaji generasi milenial Indonesia adalah sekitar 30% atau 90 jutaan jiwa (BPS, 2019) dari total populasi Indonesia, sangat naif jika mengatakan tidak ada sumbangsihnya bagi negara. Bisa jadi negara sudah runtuk jauh sebelumnya jika 30% penduduknya ini tidak memberikan sumbangsih di berbagai lini.

Sebagai generasi milenial saya pribadi melihat kritik Megawati ini bisa jadi kritik yang perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan, namun nadanya dirasakan lebih kepada merendahkan seolah-olah pekerjaan generasi milenial adalah tukang demo saja bahkan narasinya adalah demo anarkistis dengan merusak berbagai fasilitas negara.

Terkait hal tersebut mungkin Bu Megawati perlu mencari informasi lebih dalam jangan-jangan bukanlah mahasiswa yang kritis dan berdemo untuk menyuarakan rakyat yang membakar fasilitas negara, namun sebagian oknum yang memiliki agenda tertentu yang membakarnya. Jika perlu Bu Mega pelru melihat hasil kajian dari narasinewsroom yang digawangi oleh Najwa Shihab dan kawan-kawan.

Salah satu berita tentang tangisan politikus PDIP yang walk out di DPR pada 2012 lalu. Sumber: screen shot Tempo.co
Salah satu berita tentang tangisan politikus PDIP yang walk out di DPR pada 2012 lalu. Sumber: screen shot Tempo.co
Ironi Sindiran Megawati

Sindiran untuk generasi milenial dari Bu Mega ini juga seperti menepak air di dulang terpercik muka sendiri, seolah-olah menampar muka sendiri, karena toh pada periode kepemimpinan SBY kerap kita lihat di layar kaca para punggawa PDIP tidak henti-hentinya berdemo dan memprotes kebijakan SBY yang kalian nilai tidak pro rakyat. Bahkan, dalam beberapa kesempatan beberapa politisi PDIP sampai menangis sesegukan dalam demonya.

Ironi ketika sekarang ditampuk pimpinan dan pemegang kekuasaan PDIP justru seakan anti-kritik serta terus-terusan tuli mendengar protes dari rakyat yang dulu mereka klaim selalu mereka bela apalagi embel-embel PDIP sebagai partai "wong cilik".

Jika berbicara tentang kontribusi generasi milenial nampaknya banyak sekali yang dapat kita majukan sebagai panutan sebut saja Nadiem Makarim yang sekarang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dibawah kabinet Jokowo periode kedua serta pendiri start up asli Indonesia dengan valuasi terbesar sekitar 139 Triliun pada 2019 lalu, beliau lahir pada tahun 1984 sehingga valid menjadi bagian generasi milenial. Ehm apakah Bu Megawati seumur Pak Nadiem udah punya perusahaan dengan valuasi sebesar apa?

Contoh lainnya adalah Adamas Belva Syah Devara yang mantan staf khusus presiden Jokowi yang merupakan lulusan Nanyang Technological University (NTU) lalu mengenyam pendidikan lanjutan di  Harvard, MIT dan Stanford. Belva yang kelahiran 1990 ini juga sukses menjadi CEO Ruang guru yang menjadi platform pendidikan daring terbesar di Indonesia.

Ada lagi Dian Pelangi yang kelahiran 1991 yang merupakan designer muslim yang telah melanglang buana sampai ke New York Fashion Week memamerkan busana modis nan sopan rancangannya.

Masih ada ribuan bahkan jutaan milenial lainnya yang telah berhasil mengharumkan nama Indonesia di berbagai kancah dunia belum lagi kontribusi mereka di bidang keahliannya masing-masing.

Saya menyayangkan sekali seorang ketua partai dapat secara sembrono mengkritik tanpa dasar dan data yang jelas hanya melihat satu peristiwa lalu semua dipukul rata, jikapun harus mengkritik harusnya dibuat proporsional bukan dengan nada merendahkan dan tidak sedap didengar.

Saya juga yakin dan percaya jika kami para generasi milenial diberikan masukan yang membangun dengan cara yang elegan dan tidak tendensius merendahkan kami akan menerimanya dengan lapang dada sebagai pelecut untuk koreksi dan upaya untuk memajukan bangsa.

Ilustrasi. Sumber: tirto.id
Ilustrasi. Sumber: tirto.id
PDIP Berisiko Kehilangan Suara Kaum Milenial

Narasi Bu Megawati terhadap generasi milenial tadi tentu akan membuat banyak generasi milenial yang akan semakin antipati dengan PDIP sebagai sebuah partai, bukan sebuah kebetulan jika nantinya pada pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, serta pemilihan presiden banyak generasi milenial yang enggan untuk memilihi calon dari PDIP.

Ketika partai-partai lain berlomba mencari dukungan dari kaum milenial yang merupakan salah satu kelompok terbesar pemilih dalam pemilu Indonesia, PDIP melalui ketua umumnya justru semakin menjauhkan dirinya dari mereka.

Belum lagi jika mengingat bahwa tampuk kekuasaan sekarang yang dinilai milenial banyak kekurangan baik legislatif dan eksekutif didominasi oleh orang-orang PDIP, apalagi setelah setahun Jokowi Maruf memimpin Indonesia terus menerus dihantam berbagai cobaan dan juga perburukan di berbagai sektor.

Saya pribadi tidak memukul rata bahwa semua anggota PDIP buruk dan tidak merangkul milenial, namun narasi yang terus-terusan diungkapkan oleh ketua dan tokoh-tokoh di dalamnya saya yakini akan menggerus popularitas PDIP di mata milenial.

Hal tersebut tercermin dari banyaknya petisi maupun cuitan generasi milenial di media sosial yang resah dan menimbang untuk tidak memilih kader dan calon PDIP di masa-masa mendatang, mereka seakan jengah, marah, dan kecewa dengan tindak tanduk tokoh-tokoh di PDIP.

Ehm.. kita nantikan apakah PDIP akan tetap menjadi juara pemilu setelah sindiran ketua umumnya tadi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun