Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

UU Cipta Kerja Layaknya Skripsi yang Belum Jadi, Penuh dengan Revisi

16 Oktober 2020   19:18 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:25 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Perubahan Draf RUU Cipta Kerja. Sumber: katadata.co.id

"Jadi kesimpangsiuran draf adalah akibat dari proses yang dipaksakan. Ingat juga bahwa tanpa persetujuan sebenarnya diagendakan 8 Oktober [paripurna]. Mendadak saja diubah menjadi 5 Oktober," jelas Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Ssusanti  kepada Kontan.co.id pada 12 Oktober 2012 lalu.

Di sosial media pun tidak jauh berbeda seperti yang di ungkapkan oleh akun Titter @AtasYudha yang mencuit tanggapan tentang RUU Cipta Kerja.

"Jangan2 kayak file skripsi dulu : draft awal, draft pengajuan, skripsi komplit, skripsi final, skripsi final maju sidang dst", ungkapnya.

Kritik pedas datang dari ahli hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Herlambang Suratman.

"Cara pembentukan hukumnya amburadul (berantakan). Masa kita tanggal 5 Oktober enggak dapat draftnya, kemudian seiring dengan berjalannya waktu [isinya] berubah-ubah, juga tersisipkan dan berubah kata, dan seterusnya," ujar Herlambang kepada ABC Indonesia.

"Menurut saya ini sudah merupakan kejahatan legislasi dan praktik buruk ketatanegaraan dalam pembentukan perundang-undangan," tegasnya.

Di sisi lain yang membuat publik terhenyak juga adalah klarifikasi Jokowi dan DPR sendiri terkait beredarnya hoaks atas RUU Cipta Kerja meski Presiden Jokowi kala itu belum menerima salinan final dari RUU Cipta Kerja.

Kotak hitamnya adalah berdasarakan format yang mana Jokowi mengatakan bahwa apa yang diprotes masyarakat adalah hoaks sementara salinan resminya saja belum diunggah baik DPR maupun Jokowi bahkan banyak anggota DPR RI kala itu yang belum menerima Salinan finalnya.

Hal tadi juga menjadi dasar bahwa pihak kepolisian tidak dapat menangkap orang-orang yang disangkakan menyebarkan hoaks karena ketidakjelasan merujuk versi yang mana mereka berkomentar hal itu juga diamini oleh Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNiversitas Indonesia (PSHTN FHUI), Mustafa Fakhri dalam keterangannya kepada Gresnews.com pada kamis kemarin.

Sumber: katadata.co.id
Sumber: katadata.co.id
Meski Naskah  Final, Namun Tidak Lepas Dari Permasalahan

Adalah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nur Hidayati yang menyampaikan kepada Kompas.com tertangal 12 Oktober 2020 lalu bahwa meski sudah final versi 812 halaman, pihaknya masih menemukan potensi bahaya yang terkandung dalam pasal-pasalnya khususnya mengenai bidang lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun