Utang memang bukanlah perkara yang mudah. Pelik sepelik-peliknya jika karena utang tali persaudaraan semakin merenggang bahkan putus. Ada yang sampai berujung pertumpahan darah, tidak jarang juga sampai dipermalukan dan ditagih di media sosial.
Lebih anehnya terkadang yang diutangi merasa lebih kuasa dan sok kaya dibanding yang memberikan utang, banyak juga dari pengutang yang bahkan menunda-nunda pembayarannya hanya karena gaya hidup dan keengganan untuk membayar.Â
Padahal yang demikian adalah sebuah perbuatan zalim dalam Islam. Seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah beralih (diterima pengalihan tersebut)".(HR. Bukhari Muslim).
Sebenarnya bagi orang yang memiliki harta dan berkecukupan memberikan utang adalah sebuah amalan yang luar biasa bahkan dikategorikan memudahkan urusan seseorang seperti dalam nukilan hadist sebagai berikut:
"Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup 'aib seseorang, Allah pun akan menutupi 'aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya." (HR. Muslim no. 2699)
Demi menghindari mudhorat yang lebih besar, beberapa tips berdasarkan pengalaman saya pribadi mungkin dapat menjadi solusinya:
1. Selalu tanyakan peruntukan pinjaman
Bukan bermaksud ingin mencampuri kehidupan seseorang ketika kita menanyakan peruntukan dari uang yang akan kita pinjamkan, namun lebih kepada kita perlu tahu skala prioritas dan bagaimana uang yang akan kita pinjamkan nantinya bernilai manfaat bagi orang tersebut. Jangan sampai juga uang pinjaman disalahgunakan.
Suatu waktu ada kenalan saya tiba-tiba saja menghubungi saya melalui WhatsApp. Saya juga cukup terkejut mengapa orang tersebut tiba-tiba menyapa saya. Setelah beberapa percakapan diketahui ternyata orang tersebut membutuhkan pinjaman uang sekian juta.Â
Lalu, saya tanyakan untuk apa gerangan uang sebesar itu digunakan. Dia pun dengan entengnya menjawab untuk memperbaiki motornya yang rusak ringan. Yang membuat saya heran orang tersebut di media sosial saya lihat kerap mengunggah kegiatan dia berjalan-jalan ke berbagai tempat wisata bersama keluarga dengan gaya hidup yang cukup "berada".Â
Saya melihat motor yang mereka pakai bukan menjadi sarana penunjang utama untuk mencari nafkah selama ini dan orang tersebut pun memiliki suami yang masih bekerja.Â
Dengan sopan saya pun menjawab memohon maaf belum bisa memberikan pinjaman karena memang benar saya saat itu juga lagi memiliki banyak kebutuhan keluarga yang perlu dipenuhi. Di samping itu saya melihat memperbaiki motornya yang rusak ringan bukan merupakan kebutuhan mendesak dan penting serta tidak termasuk pada kebutuhan primer dirinya.
Jika saja dia berutang untuk kebutuhan primer yang sangat mendesak seperti untuk makan ataupun sakit, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pinjaman meski hanya sedikit yang bisa saya berikan.
2. Berikan sejumlah uang sesuai kemampuan kita dan anggaplah itu sedekah bukan utang
Semisal temanmu atau keluargamu ingin meminjam uang sejumlah 3 juta rupiah untuk kepentingan yang mendesak dan pada saat itu kita belum memiliki uang sebanyak itu.Â
Namun, dalam hati kita berniat untuk tetap membantu, saran saya adalah tawarkan bantuan dengan memberikan sejumlah uang yang kita mampu semisal 300 ribu rupiah (alih-alih 3 juta sebagai utang). Namun jangan jadikan hal tersebut utang melainkan sedekah untuk dirinya.
Jika dia berkenan maka kita berikan sejumlah uang tersebut sebagai bantuan sedekah kepada dirinya. Solusi ini sering saya praktikkan jika terjadi kondisi seperti di atas. Alternatif ini juga merupakan win-win solution untuk kedua belah pihak.
Di satu sisi kita dapat membantu teman/keluarga kita tanpa meninggalkan kesan tidak baik seperti enggan membantu serta berempati pada dirinya. Di sisi lain juga tidak memaksakan untuk memberikan utang di mana kondisi kita juga sedang membutuhkan ataupun karena alasan lainnya.
Pengalaman saya pribadi hal ini tetap dapat menjaga hubungan baik kita dengan orang-orang yang berutang.
Meski bantuan kita sedikit dan tidak dapat langsung menyelesaikan masalah finansial yang dia hadapi, tapi niat tulus kita membantu sesuai kemampuan kita akan dihargai seseorang, meski di hari mendatang orang tersebut tidak mengingat bantuan kita sekali pun, setidaknya bernilai pahala di mata Sang Maha Kuasa.
3. Jika mampu dan tidak memberatkan maka pinjamkan, namun perlu kesepakatan yang jelas di awal serta berani mengambil risiko utang tidak dapat dilunasi
Paling baik sebenarnya adalah memberikan utang sepenuhnya jika kita mampu dan tidak memberatkan serta kita percaya bahwa yang berutang memiliki niat baik dan rekam jejak yang baik untuk mengembalikan pinjaman.Â
Namun, ingat perkara pinjam-meminjam dan dunia perutangan sangat riskan untuk mencederai kepercayaan dan silaturahmi. Untuk menghindari itu semua maka perlu untuk membuat kesepakatan yang tertulis baik melalui SMS, WhatsApp, ataupun perjanjian kontrak tertulis jika nilainya cukup besar.
Mengapa membuat kesepakatan tertulis diperlukan? Karena untuk menghindari jika ada perbedaan cara pandang dan masalah di masa mendatang terkait pelunasan. Niat baik saja memang tidak cukup diperlukan alat bukti yang sah dan disepakati kedua belah pihak.
Hindari pelunasan "kapan-kapan saja" lebih baik tawarkan kepada yang berutang kapan komitmen dia untuk melunasi, meski di dalam hati kita tidak sedang memerlukan.
Jika sudah sampai pada masa pelunasannya jikalau kita pun ingin memperpanjang masanya akan bernilai pahala meringankan beban seseorang, tetapi memiliki target waktu pelunasan adalah sebuah usaha dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan pelunasan dengan cara yang baik tanpa ada kesasalahpahaman ataupun perselisihan.
Jikalau di masa pelunasan kita berniat mengikhlaskan pinjaman tersebut maka hal ini pun perlu tertulis disampaikan agar tidak menjadi polemik berkepanjangan sehingga merenggangkan silaturahmi tali persaudaraan.
Sekali lagi yang perlu kita utamakan adalah bagaimana utang tidak dapat dianggap enteng karena jika tidak hati-hati dapat berujung pada permusuhan yang tentu tidak baik pada kedua belah pihak. Ketiga tips di atas semoga dapat menjadi rujukan bagi kita dalam menghadapi seseorang yang berniat berutang kepada kita.
Kiranya Allah selalu melapangkan rezeki kita. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H