Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Narasi Anti-Kritik Setelah Pemadaman Listrik

7 Agustus 2019   12:40 Diperbarui: 8 Agustus 2019   13:25 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: republika.co.id

Linimasa media sosial sepertinya mulai diramaikan oleh sebagian orang yang memiliki afiliasi langsung maupun tidak langsung terhadap PLN, baik sebagai karyawan ataupun memiliki hubungan dengan karyawan PLN. Ada pola yang sepertinya sama dan cukup membuat prihatin. 

Hampir seluruhnya menyebarkan foto-foto para karyawan PLN di lapangan yang berdedikasi tinggi dengan latar jaringan listrik PLN dan petugas PLN yang bergantungan bertaruh nyawa demi memulihkan kerusakan di lokasi terkait sumber pemadaman listrik lalu diiringi dengan tulisan yang sendu tentang pengorbanan para petugas tersebut lalu dengan pola pars pro toto, menyatakan bahwa pengorbanan sebagian petugas itu adalah pengorbanan dari seluruh organisasi PLN. 

Namun, di sisi lain saya tidak mendapati ungkapan permohonan maaf ataupun penjelasana usaha perbaikan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sehingga, kesan anti-kritik kental terasa. Alih-alih fokus pada perbaikan dan koreksi, narasi lebih pada kesan membela diri dan menafikkan kritik dari berbagai pihak.

Anti-Kritik Setelah Pemadaman Listrik

Sumber: actioncoachsouthjakarta.com
Sumber: actioncoachsouthjakarta.com
Apa yang menyebabkan suatu organisasi yang sudah mature menurun kinerjanya dan bahkan tidak berkembang terutama di bidang spelayanan jasa? Bahkan beberapa berakhir tumbang menuju kebangkrutan. Lalu, apakah BUMN juga bisa demikian? Meskipun mereka bergulat pada pasar monopolistik.

Salah satu penyebab terbesarnya adalah: ANTI-KRITIK

Di Indonesia kita memahami bahwa pola pendidikan di negeri kita sepertinya tidak dipersiapkan untuk menjadi pribadi dan organisasi yang siap untuk dikritik. Termasuk juga kita juga tidak disiapkan untuk menjadi pribadi untuk siap mengkritik dengan menawarkan alternatif dan solusi, kita fokus pada masalah bukan solusi serta perbaikan ke depan.

Dari kecil kita duduk di bangku sekolah yang dominan tidak membudayakan untuk berdiskusi dengan terbuka dengan menyajikan fakta serta referensi yang berbeda. Komunikasi hanya bersifat satu arah, tidak menerima untuk berbeda apalagi menawarkan sesuatu yang baru, meskipun bisa jadi itu adalah suatu terobosan yang kekinian.

Jika perusahaan jasa bersifat customer oriented harusnya secara legawa melihat bahwa kritikan membangun disertai dengan alternatif adalah sebuah media untuk melecut kinerja dan memperbaiki operasional di dalamnya, bahkan dalam beberapa kasus bisa menjadi sebuah terobosan di dalam perusahaan.

Stop Playing Victim
Fakta penyajian narasi oleh beberapa oknum terafiliasi dengan PLN yang lebih memfokuskan diri pada kesan pembelaan diri dan menafikkan arti koreksi serta perbaikan di masa mendatang sungguh dapat membuat para pelanggan kurang berkenan. Meskipun kita juga tidak dapat memukul rata bahwa ini pasti merepresentasikan PLN secara keseluruhan.  

Narasi-narasi tersebut seolah mengesankan bahwa PLN adalah objek tertuduh dan sudah berusaha maksimal memulihkn keadaan. padahal mereka lupa PLN adalah satu-satunya pihak yang memang harus menyiapkan dan memitigasi seluruh risiko di jaringannya, sehingga tidak perlu memakan waktu sampai seharian untuk memulihkan keadaan, dan itupun bukan dalam keadaan kahar.

STOP PLAYING VICTIM!

Narasi berjuang dan menderita dan terjebak dalam lubang aniaya hanya akan menggiring narasi baru dan perspektif baru dari sisi pelanggan terhadap perusahaan. Pelanggan tahu bagaimana perjuangan dan perbaikan yang dilakukan di lapangan oleh petugas-petugas yang berdedikasi. Tidak perlu pribadi-pribadi lainnya mengaku-ngaku atas kinerja mereka. Masyarakat tahu! Tidak perlu bercerita kesana kemari. 

Sekarang pertanyaannya apakah manajemen di atasnya dan organisasi secara umum MENGAKUI kesalahan dan kekurangannya? Things to stop, things to do, dan things to improve-nya? Apa PERBAIKAN dan STRATEGI yang akan dilakukan selanjutnya? Apa komitmen yang bisa disampikan kepada pelanggannya?

Apa mungkin selama ini organisasi terbuai karena posisi tawar yang lebih tinggi? Atau mungkin karena ranah monopoli yang tidak mungkin dipungkiri?

Kejadian pemadaman kemarin harusnya menjadi momentum bagi PLN untuk terus berinovasi dan memperbaiki diri. 

Pelanggan tidak perlu diberikan pembelaan diri, karena toh secara tidak langsung dengan mekanisme pembayaran ganti rugi yang sudah ditetapkan PLN maka PLN mengakui secara tidak langsung bahwa pemadaman bukan karena sebab Kahar sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait Dengan Penyaluran Tenaga Listrik Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). 

Tidak hanya PLN seluruh BUMN serta penguasa pasar monopoli pun harus mulai mengevaluasi diri, bahwa menjadi besar dengan posisi tawar yang tinggi belum tentu menjadi kunci untuk bertahan dan meningkatkan profit.

Organization life cycle. Sumber: omicsonline.org
Organization life cycle. Sumber: omicsonline.org
Teringat dulu dalam sebuah mata kuliah business strategy dalam pembahasan organization life cycle ada ungkapan singkat INNOVATE OR DIE. Inovasi adalah kunci untuk melanggengkan bahkan meningkatkan kinerja dan keuntungan dari sebuha perusahaan. 

Sebuah perusahaan di pasar apapun itu termasuk monopoli haruslah terus melakukan inovasi. Dan inovasi tersebut haruslah juga didasari oleh peningkatan pelayanan terhadap konsumen. Dan di dalam mencapai sebuah inovasi, kritik yang membangun adalah sebuah pelecut yang efektif untuk meningkatkan posisi perusahaan di sebuah pasar.

Best Practice di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dibawah komando Pak Jonan sepertinya bisa menjadi permodelan di Indonesia khususnya BUMN. Mereka memiliki semua kriteria untuk jemawa sebagai pemegang monopoli perkeretaapian di Indonesia. Namun, coba lihat bagaimana ketika mereka terbuai dengan statusnyA. Betapa semerawutnya kereta api zaman sebelum Pak Jonan. 

Para penjual makanan lalu lalang dengan seenaknya, penumpang gelap silih berganti naik naik ke atap sampai mengorbankan nyawa. Keluhan penumpang lainnnya silih berganti datang tak terbendung, namun nampaknya manajemen tak berkutik bahkan tutup mata. Mungkin pola pikirnya mengapa saya pusingkan masalah kualitas pelayanan toh masyarakat akan tetap butuh kami yang menjadi satu-satunya pengelola. Di sisi lain mereka lupa suatu saat hal tersebut akan menjadi bom waktu bagi mereka sendiri.

Desakan berbagai pihak untuk mentransformasi KAI pun akhirnya tidak terbendung disuarakan. Karena mengingat juga bahwa sebagai BUMN harusnya KAI dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal lagi karena sadar atau tidak sadar pendanaan mereka juga bersumber dari APBN yang notabene juga dari masyarakat Indonesia. 

Lalu terpilihlah Pak Jonan sang pendobrak pola pikir yang kuno tersebut. Dia datang dan mengajak seluruh elemen KAI untuk bertransformasi dengan segenap daya upaya, mengubah perspektif BUMN adalah perusahaan kuno dan kualitas pelayanan rendah menjadi BUMN bisa menjadi perusahaan unggul dan menjadi model perubahan bagi industri lainnya. 

Voila beberapa tahun setelahnya KAI bertransformasi menjadi perusahaan mentereng dengan berbagai pelayanannya bahkan tidak kalah dengan pelayanan kereta api di luar negeri.

Kita juga berdoa semoga Pak Jonan sebagai Menteri ESDM setidaknya bisa melakukan hal yang sama untuk BUMN yang berkaitan dengan kewenangannya sekarang. 

Lebih jauh, BUMN di negeri ini harus terus menjadi sebuah lembaga yang anti-kritik dan terus berinovasi untuk melayani masyarakat Indonesia, bukan lagi menjadi raksasa yang anti kritik dan jemawa. Karena kesombongan dan fokus pada pembelaan diri pada akhirnya hanya akan membinasakan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun