Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Perbedaan Menjadi Perekat Persatuan di Negeri Ginseng

4 April 2019   14:19 Diperbarui: 4 April 2019   14:51 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi

Tahun 2012 merupakan salah satu tahun paling berkesan dalam episode hidup saya. Alhamdulillah saya bersama rekan 18 pemuda terpilih diantara ribuan pemuda Indonesia lainnya yang mendaftar dari seluruh Indonesia. Kami berkesempatan berangkat ke Korea Selatan sebagai Duta Pemuda resmi Indonesia untuk Korea Selatan dalam Program Indonesia Korea Youth Exchange Program. Program ini berlangsung dari tanggal 20 Oktober-11 November 2012.

Sekilas tentang Indonesia -- Korea Youth Exchange Program (IKYEP) atau Pertukaran Pemuda Indonesia--Korea (PPIKor). IKYEP adalah program pertukaran pemuda yang difasilitasi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dengan Ministry of Gender Equality and Family Republic of Korea / MOGEF (Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga Republik Korea). 

Program ini pertama kali dimulai pada tahun 2010 oleh kedua negara dengan mengirimkan 10 orang pemuda terbaik Indonesia yang terpilih dari hasil seleksi yang ketat dari berbagai provinsi begitupun dengan Korea yang mengirimkan 10 pemuda terbaiknya untuk mengikuti program ini. Selanjutnya, kerjasama ini pun tetap berlanjut dengan kuantitas yang sama pada tahun 2011. 

Hal yang membanggakan pada tahun 2012 jumlah peserta ditingkatkan menjadi 19 orang delegasi Indonesia beserta 18 orang delegasi Korea pada tahun 2012. Di dalam program ini kami melakukan berbagai kegiatan yang memiliki tujuan utama misi diplomasi, seni, budaya, dan pemahaman antarbangsa. Beberapa diantara kegiatan yang kami lakukan selama program adalah Pre Departure Training (PDT), fase Korea and Indonesia yang diisi dengan kegiatan seperti kunjungan resmi courtesy call ke berbagai instansi terkait, Homestay, Cross Cultural Awareness Program (CCAP), Art and Culture Performance, Workshop, dan lain-lain, lalu dilanjutkan terakhir dengan fase Re-entry.

Di Istana Negara; Sumber: Dokumen Pribadi
Di Istana Negara; Sumber: Dokumen Pribadi

Bagi kami kunjungan resmi ke Korea Selatan ini merupakan kesempatan langka untuk mengenalkan Indonesia di tengah gempuran Hallyu dan Budaya K-Pop yang digandrungi para pemuda Indonesia saat ini. Kami ingin membagi ilmu kami dan menyebarkan semangat Indonesianis kepada para pemuda di Korea Selatan, karena kami yakin budaya luhung dan kekayaan negeri ini tidak kalah bagusnya dengan budaya Korea Selatan. 

Selain itu juga kesempatan ini kami manfaatkan untuk mempelajari bagaimana masyarakat Korea dapat tetap mempertahankan akar budayanya ditengah gempuran budaya barat yang merajalela saat ini, bahkan mereka dapat mengenalkan budayanya secara masif melalui Girlband, Boyband, film, dan produk dunia hiburan lainnya.

Di samping itu semua, saya secara pribadi memiliki misi juga untuk mengenalkan nilai-nilai Islam sebagai agama yang saya dan sebagian besar masyarakat Indonesia anut kepada masyarakat Korea. Sebagaimana kita tahu bahwa Rasulullah dengan ajaran yang dibawanya adalah berkah bagi seluruh alam (rahmatan lil'alamin) merujuk pada salah satu surat di dalam Al-qur'an, "Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia" (QS. Al Anbiya: 107). Besar harapan saya untuk dapat menjadi Duta Pemuda sekaligus Duta Islam bagi negara yang merupakan salah satu poros utama kekuatan Asia ini. Walaupun, faktanya mayoritas masyaralat Korea terutama perkotaan cenderung kepada ateis atau menjauhkan dirinya dari kehidupan yang relijius.

Selama program ini berlangsung banyak kejadian dan pengalaman berharga dalam mengenalkan kehidupan Islam di Negeri Ginseng ini. Salah satunya terkait mencari makanan Halal. Terlepas dari pemerintah Korea yang sangat baik dan perhatian kepada kami dengan mencoba menyediakan makanan terbaik khas Korea yang halal dan diperbolehkan dikonsumsi oleh sebagian besar kami yang beragama Islam, bahkan kami sempat dihidangkan paket lengkap Luncheon berupa Royal Cuisine (Hidangan Kerajaan) di salah satu restoran terbaik di Seoul, mamun ketidaktahuan, kealfaan, dan ketidaksengajaan tetap tidak terelakkan dalam aktivitas kami. Hal itupun terjadi kepada saya di hari ketiga kontingen kami menginap di Hotel Hamilton di kawasan Itaewon.

Seperti biasanya setiap pagi kami seluruh delegasi setelah dengan rapi menggunakan pakaian jas resmi kenegaraan dilengkapi peci dan jas hitam disertai corak merah putih merepresentasikan bendera Indonesia pada kemeja ataupun dasi/ scarf yang kami kenakan, kami menuju Breakfast Lounge dimana disediakan makanan untuk sarapan bagi seluruh penghuni hotel. Hal yang tentu berbeda di Breakfast Lounge hotel di negara manapun dimana Islam menjadi minoritas adalah menu yang di hidangkan secara buffet dengan menu yang mengandung babi dan alkohol dihidangkan. Tentunya bagi kami yang muslim harus sangat memilih menu yang sekiranya aman untuk dikonsumsi. Biasanya kami hanya memilih telur dadar, roti-rotian, mashed potatoes, brown potatoes, ataupun salad sebagai menu sarapan.

Hari inipun tak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya, saya dengan yakinnya mengambil brown potatoes dengan porsi yang cukup banyak dan jus apel sebagai minumannya. Setelah hampir selesai menyantap sarapan saya seorang rekan merasa cukup heran dengan menu yang saya santap dan menanyakan mengapa saya memakan menu brown potatoes dengan lahapnya. Awalnya pun saya merasa terkejut bukankah brown potatoes halal untuk dimakan. 

Ternyata rekan saya mengatakan bahwa menu brown potatoes hari ini telah dicampur dengan bacon atau daging babi asap terlihat dari tulisan yang ada di depan hidangan tersebut yang terlewatkan oleh pandangan saya. Langsung saja rasa mual menyergap tenggorokan saya, ingin rasanya dimuntahkan namun tidak bisa karena sudah jauh masuk ke dalam perut. Rasa menyesal dan bersalah pun berkecamuk dalam pikiran saya. Namun, saya berkeyakinan setidaknya dalam ushul fiqih yang saya pahami bahwa peristiwa ini terjadi bukan karena kesengajaan namun ketidaktahuan saya. Semoga Allah mengampuni kealfaan saya ini. Amin.

Hal lain yang menjadi culture shock bagi kami di negeri asal K-Pop ini adalah dalam hal beribadah terutama sholat lima wkatu. Dalam melakukan tugas sebagai duta pemuda memang sangat sulit bagi kami untuk menunaikan kewajiban sholat tepat waktu dan berjamaah dikarenakan keseluruhan kegiatan kami di Korea dijadwalkan oleh MOGEF tanpa mempertimbangkan setiap waktu sholat kami. Kami pun maklum dengan hal ini mengingat budaya masyarakat Korea yang sangat disiplin, efektif, dan efisien menggunakan waktunya untuk seluruh kegiatan. Kontan hal ini memang sedikit memusingkan kami pada awalnya namun tentunya hal ini dapat kami siasati dengan mengatur berbagai strategi dan skenario untuk tetap menunaikan kewajiban kami tanpa cacat.

Kami sangat bersyukur sebelum berangkat menunaikan tugas negara ini, kami dibekali ilmu dan informasi yang sangat berguna terkait menunaikan sholat semasa program terutama oleh para alumni program IKYEP 2011 dan 2010. Mereka mengungkapkan bahwa saling mengingatkan dan memanfaatkan waktu luang yang tersedia adalah kunci untuk tetap dapat menunaikan kewajiban kami sebagai muslim. Bekal informasi ini tentunya menjadi modal dan inspirasi bagi kami. Bahkan saya pribadi membawa kompas arah kiblat yang saya beli khusus di salah satu toko buku terkenal di Indonesia, serta mengunduh jadwal sholat di Korea melalui internet. Strategi lainnya adalah memanfaatkan waktu-waktu berpindah antar-tempat lokasi acara untuk sholat di bus.

Memang terkait sholat sebisa mungkin kami mencoba untuk tidak mencoba meringankannya. Sebisa mungkin jika memungkinkan kami menunaikannya ditempat yang layak dan nyaman bukan di bus tentunya. Hal itupun pernah terjadi ketika suatu hari kami ditugaskan ke Youth Center di Seoul untuk Cross Cultural Awareness Program (CCAP). Kami ditugaskan menampilkan penampilan seni budaya serta mempresentasikan tentang Indonesia ke sejumlah perwakilan pemuda disana. Tarian Kecak dari Bali, Tari Likok Pulo dari Aceh, dan Tari Rentak Bulian dari Riau dirangkai dengan Fashion Show baju adat dan presentasi tentang Indonesia sukses membuat perwakilan pemuda Korea yang hadir berdecak kagum dan terus bertanya tentang Indonesia bahkan sebagian dari mereka berjanji akan mengunjungi Indonesia suatu saat. Investasi masa depan yang baik pikir saya. Setelah menunaikan tugas kami saatnya untuk makan siang, dan waktunya bersamaan dengan masuknya waktu sholat Dzuhur.

Sebagian dari kami pun berinisiatif untuk menunaikan sholat Dzuhur dan sebagian lainnya, terutama delegasi perempuan yang sedang berhalangan dan beragama lain menuju ruang makan siang yang telah disediakan. Kami pun mencoba untuk bertanya kepada pihak panitia setempat sekiranya ada tempat yang dapat digunakan untuk sholat. Namun, sangat disayangkan ternyata semua ruangan penuh digunakan. Melihat waktu yang sangat sempit untuk kembali melanjutkan perjalanan selanjutnya, kami pun akhirnya menyepakati untuk sholat di dekat tempat ruang ganti yang notabene bukan ruangan khusus namun sejenis pojokan di selasar lorong teras menuju ruang perrtunjukan.

Sebelum memulai sholat kami menemukan kesulitan lainnya yaitu tempat berwudhu. Jangan pikirkan bahwa setiap gedung di Korea terutama bagian toilet memiliki tempat air yang mengalir khusus dirancang untuk mengambil wudhu, yang ada hanyalah sebuah westafel dengan kaca serta dry toilet dengan tisu toiletnya. 

Tidak kehabisan akal kami pun mengambil wudhu di westafel tersebut namun khusus untuk membasuh kaki terpaksa kami harus mengangkat kami ke westafel. Untuk menghindari orang lain masuk ke dalam toilet maka kami pun bergantian untuk bersiaga menjaga pintu toilet dengan kode jika rekan kita yang menjaga berdehem batuk berarti ada orang yang akan masuk ke dalam toilet dan kami akan berlagak untuk tidak menaikkan kaki, hanya seperti membasuh muka ataupun merapikan pakaian di depan kaca toilet. Namun, untungnya tidak ada yang secara tiba-tiba masuk ke dalam toilet.

Setelah berwudhu kami pun menuju selasar lorong yang kami sepakati tadi sebagai area sholat. Untuk itu kami kembali bersepakat bahwa untuk mengamankan tempat sholat dari gangguan kami akan bergantian juga menunaikan sholat. Tidak berapa lama kemudian sampailah giliran saya untuk sholat setelah menjadi pengawal bagi rekan saya sebelumnya yang sholat. 

Yang bertugas sebagai pengawal saya adalah rekan Huluq, adik kami yang paling muda diantara delegasi lainnya yang berasal dari Jawa Timur. Tidak tahu karena memang sedang diuji atau karena penampilan kami yang sangat mengesankan, ketika saya sedang menunaikan sholat beberapa pemuda mendatangi ke tempat kami dengan penuh keributan dan langsung bertanya ini itu kepada rekan saya Huluq, karena kewalahan rekan saya pun melewatkan bahwa ada seorang remaja putri yang menghampiri saya yang sedang menunaikan sholat.

Pengalaman lucu sekaligus mengejutkannya adalah ketika remaja putri itu langsung menghampiri saya lalu menyapa saya dengan langsung melihat muka saya yang sedang menunduk ke arah alas sholat sekaligus sejadah dadakan berupa winter coat, tiba-tiba remaja puteri itu berkata "Hey, are you OK? I'm gonna back to my home, see you later OK? Allright?" Sedikit terkejut dengan sapaan yang langsung mengarah ke muka itu, namun saya dapat langsung kembali untuk mengkhusyukan sholat saya dan tetap melanjutkannya. 

Beruntunglah mendengar sapaan remaja putri ini rekan saya Huluq langsung menghampiri remaja putri ini sekedar untuk menjelaskan bahwa saya sedang sholat dan tidak bisa diganggu, dan dia mengajukan penawaran akan menyampaikan salamnya kepada saya selepas saya sholat atau dapat menunggu saya beberapa saat dan menyampaikanya secara langsung. 

Yang membuat saya tersentuh remaja putri itu pun menerima penjelasan Huluq dengan antusias dan lapang dada, bahkan dia bersedia menunggu saya untuk selesai sholat dan menyampaikan permintaan maaf karena telah mengganggu ibadah saya. Saya pun dengan senang hati menyampaikan bahwa itu bukan suatu masalah serius dikarenakan ketidaktahuannya akan sholat dan Islam. Pertemuan kami pun diakhiri dnegan sedikit menjelaskan tentang Islam serta kewajiban kita untuk sholat lima waktu.

Hal lain yang menjadi salah satu pengalaman paling mengesankan bagi saya dan mungkin bagi rekan satu kontingen saya Abha dari Maluku adalah adanya program Homestay dimana kami dengan satu rekan delegasi Indonesia lainnya berkesempatan untuk tinggal selama dua hari dan satu malam di rumah salah satu keluarga asli Korea. 

Saya pun berpikir selain berbagi pengalaman dan cerita tentang budaya dan kehidupan di Indonesia maupun Korea saya berkesempatan langsung berinteraksi dna mempelajari kehidupan keluarga di Korea seutuhnya sekaligus mempromosikan nilai-nilai Islam di keluarga baru saya ini. Untuk homestay kali ini saya bersama rekan saya dari Maluku, Abha Maulauw dan Ketua Delegasi kami tinggal di rumah keluarga Hwang.

Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi
Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi

Keluarga Hwang sendiri adalah keluarga kecil tipikal Korea yang beranggotakan Ibu (Seo Eun Ju), Ayah (Hwang Gwe Mok), anak laki-laki pertama (Hwang Hee Seop), dan anak lakilaki kedua (Hwang Eun Seop). Ayah angkat kami bekerja di sebuah perusahaan konsultan IT dan Ibu angkat kami adalah seorang ibu rumah tangga lulusan sarjana Sastra Inggris salah satu universitas di Korea. Saudara laki-laki kami kedua-duanya sangat lucu dan ramah dan mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.

Tidak seperti kebanyakan keluarga Korea yang mungkin tidak relijius, keluarga Hwang adalah penganut Katolik yang cukup taat. Hal tersebut saya simpulkan ketika di kamar tempat saya tidur saya temukan sebuah rak dengan rangkaian terjemahan dan tafsir dari Kitab Injil Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ditambaha lagi terdapat ornament kaligrafi di ruang keluarga yang membentuk gambaran salib. 

Terlepas dari itu semua, hal yang sangat saya salut adalah keluarga ini sangat hangat dan terbuka menerima kami walaupun mereka tahu kalau kami semua adalah muslim. Bahkan, untuk makan kami sengaja dimasakkan makanan yang khusus hanya mengandung sayur-sayuran dan makanan laut serta buah-buahan yang insya Allah halal.

Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi
Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi

Pada saat malam tiba ketika seluruh anggota keluarga dan kami berkumpul, bercerita, dan berdiskusi bersama tentang kehidupan di Indonesia dan Korea. Semua hal kami bicarakan dari seni budaya, politik, objek wisata, adat-istiadat, bahkan kehidupan beragama di Indonesia. Kedua orangtua angkat kami bahkan sangat tertarik tentang Islam di Indonesia. 

Usut punya usut selama ini mereka sebenarnya sudah pernah menjadi hostfamily bagi beberapa kontingen pertukaran dari negara muslim lainnya sebut saja seperti Brunei dan Malaysia bahkan beberapa negara Timur Tengah. Pengalaman inilah yang membuat mereka menjamu kami dengan cara yang khusus mulai dari makanan sampai dengan tempat kami sholat.

Disamping itu semua ada satu hal yang benar-benar membuat saya dan rekan saya Abha terharu yaitu ketika kedua orangtua angkat kami mengatakan bahwa kami adalah sesungguhnya muslim yang sangat spesial dan istimewa di hati mereka. Mereka mengatakan bahwa kami adalah orang-orang yang paling ramah dan sopan yang mereka jamu selama ini. 

Mereka bahkan sangat senang bahwa walaupun kami Muslim kami bukanlah orang yang sangat radikal dan fundamentalis bahkan menakutkan, sosok bersahabat dan sopanlah yang mereka temui dari kami walaupun hanya beberapa jam bertemu. Ketika tengah malam diskusi kami pun masih berlanjut sesi foto bersama dengan saling memberikan hadiah pun kami lakukakn.

Hal lainnya adalah orangtua angkat kami mengatakan bahwa mereka sangat ingin melihat Al-qur'an kitab suci yang selama ini mereka pikir banyak kesamaan dengan Injil yang mereka baca. Bahkan mereka meminta Abha dan saya untuk membaca Al-qur'an dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. 

Orangtua angkat saya pun bahkan menanyakan berbagai macam hal tentang kandungan Al-Qur'an dan mencoba membandingkannya dengan intisari Injil yang mereka pahami. Contohnya adalah cerita Nabi Musa yang sama-sama diceritakan di dalam kedua kitab, cerita Adam dan Hawa, pandangan Islam tentang Isa sebagi Nabi bukan sebagai Tuhan dan lain sebagainya. Diskusi ini berlangsung hangat dan penuh dengan rasa saling hormat di antara kami untuk saling memahami bukan untuk saling mencela apalagi menjatuhkan. Sungguh momen ini sangat berkesan dan mengharukan bagi saya. Mata saya bahkan sempat berkaca-kaca dibuatnya.

Terbersit dalam pikiran saya sungguh indah jika dapat menyampaikan ajaran Islam walaupun sedikit kepada sesama terlebih mereka menganut agama berbeda dengan kita. Seperti yang Rasulullah saw ajarkan kepada kita "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat" (HR. Bukhari). 

Saya membatin teringat bagaimana Rasulullah saw adalah benar-benar seorang figure yang memilik pribadi humanis dan toleran, teringat cerita bagaimana Beliau dengan sabar dan kasih sayang menyuapi seorang Nasrani yang buta, bahkan Beliau sengaja beangkit dari tempat duduknya hanya untuk menghormati jenazah seorang Yahudi yang digotong pengiring jenazah dan kebetulan lewat di depannya. 

Semoga langkah kecil kami ini termasuk merupakan nilai toleransi yang sebenarnya diajarkan Rasulullah saw tanpa bermaksud meninggalkan nilai-nilai akidah yang kita anut, Lakum dinukum waliyyadin, untukmu agamamu dan untukkulah, agamaku" (QS. Al Kafirun: 6). Setelah acara ini, saya pribadi merasakan secara umum bahwa orang-orang Korea memiliki sikap yang sangat hangat dan bersahabat.

Memori yang paling membekas di benak saya lainnya adalah merasakan Idul Adha pertama saya di luar negeri. Tidak seperti pengalaman saya sebelumnya di luar negeri hanya untuk berjalan-jalan maupun menunaikan kewajiban sebagai Exchange Participant di Turki. Kali ini program IKYEP bertepatan waktunya dengan Idul Adha, 26 Oktober 2012. Niat awal kami adalah menunaikan sholat Ied berjamaah di Mesjid Itaewon yang terkenal menjadi pusat Islam terbesar di Korea Selatan dan kebetulan lokasinya tidak berjauhan dengan Hotel Hamilton tempat kami menginap. 

Namun setelah dicek kesana waktu sholat Ied di Mesjid Itaewon ternyata sedikit siang dari perkiraan kami, dan waktu tersebut bentrok dengan jadwal yang telah dibuat oleh panitia MOGEF di Korea. Hal tersebut mengurungkan niat kami untuk bergabung untuk sholat Ied di Mesjid Itaewon. Tidak kehabisan akal kami pun menyelenggarakan sholat sunnah Ied berjamaah di kamar hotel kami dengan rekan saya Abha sebagai khotib sekaligus imam. 

Dilanjutkan dengan acara silaturahmi bersalam-salaman di antara kami serta menelepon atau skype dengan anggota keluarga di tanah air serta makan bersama dengan menu penganan kecil khas nusantara yang kami bawa dari Indonesia. Tidak kalah berkesan adalah rekan-rekan satu kontingen kami Julia dari Riau, Gustiana Mettasari dari Bali, dan Beverly dari Nusa Tenggara Timur yang menganut keyakinan berbeda dengan kami tetap turut serta merasakan kebahagiaan dan keindahan Idul Adha. Sungguh nilai-nilai ke-Bhinnekaan terus melekat di hati kami.

Demikianlah sedikit cerita paling berkesan bagi saya tentang Islam di tengah budaya Korea. Waktu saya di Korea dalam program ini memang tidak panjang, namun dari pengalaman ini saya belajar banyak tentang perbedaan budaya yang ada di antara Indonesia dan Korea baik dari kehidupan beragama maupun adat-istiadatnya. 

Lebih jauh saya meyakini untuk menyampaikan nilai-nilai ke-Islaman yang toleran dan humanis dimanapun kita berada adalah sebuah cerminan nyata bentuk kepatuhan kita kepada Allah melalui ajaran yang disampaikan Rasulullah saw. Semoga lebih banyak para pemuda muslim Indonesia yang dapat menjadi agen penyampai pesan kedamaian dan persahabatan Islam kepada dunia. Amin. Wallahu'alam Bishawwab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun