Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Perbedaan Menjadi Perekat Persatuan di Negeri Ginseng

4 April 2019   14:19 Diperbarui: 4 April 2019   14:51 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Host Family di Siheung; Sumber: Dokumen Pribadi

Disamping itu semua ada satu hal yang benar-benar membuat saya dan rekan saya Abha terharu yaitu ketika kedua orangtua angkat kami mengatakan bahwa kami adalah sesungguhnya muslim yang sangat spesial dan istimewa di hati mereka. Mereka mengatakan bahwa kami adalah orang-orang yang paling ramah dan sopan yang mereka jamu selama ini. 

Mereka bahkan sangat senang bahwa walaupun kami Muslim kami bukanlah orang yang sangat radikal dan fundamentalis bahkan menakutkan, sosok bersahabat dan sopanlah yang mereka temui dari kami walaupun hanya beberapa jam bertemu. Ketika tengah malam diskusi kami pun masih berlanjut sesi foto bersama dengan saling memberikan hadiah pun kami lakukakn.

Hal lainnya adalah orangtua angkat kami mengatakan bahwa mereka sangat ingin melihat Al-qur'an kitab suci yang selama ini mereka pikir banyak kesamaan dengan Injil yang mereka baca. Bahkan mereka meminta Abha dan saya untuk membaca Al-qur'an dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. 

Orangtua angkat saya pun bahkan menanyakan berbagai macam hal tentang kandungan Al-Qur'an dan mencoba membandingkannya dengan intisari Injil yang mereka pahami. Contohnya adalah cerita Nabi Musa yang sama-sama diceritakan di dalam kedua kitab, cerita Adam dan Hawa, pandangan Islam tentang Isa sebagi Nabi bukan sebagai Tuhan dan lain sebagainya. Diskusi ini berlangsung hangat dan penuh dengan rasa saling hormat di antara kami untuk saling memahami bukan untuk saling mencela apalagi menjatuhkan. Sungguh momen ini sangat berkesan dan mengharukan bagi saya. Mata saya bahkan sempat berkaca-kaca dibuatnya.

Terbersit dalam pikiran saya sungguh indah jika dapat menyampaikan ajaran Islam walaupun sedikit kepada sesama terlebih mereka menganut agama berbeda dengan kita. Seperti yang Rasulullah saw ajarkan kepada kita "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat" (HR. Bukhari). 

Saya membatin teringat bagaimana Rasulullah saw adalah benar-benar seorang figure yang memilik pribadi humanis dan toleran, teringat cerita bagaimana Beliau dengan sabar dan kasih sayang menyuapi seorang Nasrani yang buta, bahkan Beliau sengaja beangkit dari tempat duduknya hanya untuk menghormati jenazah seorang Yahudi yang digotong pengiring jenazah dan kebetulan lewat di depannya. 

Semoga langkah kecil kami ini termasuk merupakan nilai toleransi yang sebenarnya diajarkan Rasulullah saw tanpa bermaksud meninggalkan nilai-nilai akidah yang kita anut, Lakum dinukum waliyyadin, untukmu agamamu dan untukkulah, agamaku" (QS. Al Kafirun: 6). Setelah acara ini, saya pribadi merasakan secara umum bahwa orang-orang Korea memiliki sikap yang sangat hangat dan bersahabat.

Memori yang paling membekas di benak saya lainnya adalah merasakan Idul Adha pertama saya di luar negeri. Tidak seperti pengalaman saya sebelumnya di luar negeri hanya untuk berjalan-jalan maupun menunaikan kewajiban sebagai Exchange Participant di Turki. Kali ini program IKYEP bertepatan waktunya dengan Idul Adha, 26 Oktober 2012. Niat awal kami adalah menunaikan sholat Ied berjamaah di Mesjid Itaewon yang terkenal menjadi pusat Islam terbesar di Korea Selatan dan kebetulan lokasinya tidak berjauhan dengan Hotel Hamilton tempat kami menginap. 

Namun setelah dicek kesana waktu sholat Ied di Mesjid Itaewon ternyata sedikit siang dari perkiraan kami, dan waktu tersebut bentrok dengan jadwal yang telah dibuat oleh panitia MOGEF di Korea. Hal tersebut mengurungkan niat kami untuk bergabung untuk sholat Ied di Mesjid Itaewon. Tidak kehabisan akal kami pun menyelenggarakan sholat sunnah Ied berjamaah di kamar hotel kami dengan rekan saya Abha sebagai khotib sekaligus imam. 

Dilanjutkan dengan acara silaturahmi bersalam-salaman di antara kami serta menelepon atau skype dengan anggota keluarga di tanah air serta makan bersama dengan menu penganan kecil khas nusantara yang kami bawa dari Indonesia. Tidak kalah berkesan adalah rekan-rekan satu kontingen kami Julia dari Riau, Gustiana Mettasari dari Bali, dan Beverly dari Nusa Tenggara Timur yang menganut keyakinan berbeda dengan kami tetap turut serta merasakan kebahagiaan dan keindahan Idul Adha. Sungguh nilai-nilai ke-Bhinnekaan terus melekat di hati kami.

Demikianlah sedikit cerita paling berkesan bagi saya tentang Islam di tengah budaya Korea. Waktu saya di Korea dalam program ini memang tidak panjang, namun dari pengalaman ini saya belajar banyak tentang perbedaan budaya yang ada di antara Indonesia dan Korea baik dari kehidupan beragama maupun adat-istiadatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun