Tak puas kupandang si Wulan, kembali ku tengok sepasang kekasih di kelasku Candra dengan Yasi. Sepasang kekasih yang terlahir dengan warna kulit dan jenis rambut yang bertolak belakang, tapi kasih dan cinta memadukan perbedaan sehingga membuatnya indah dan menarik.
Sekilas, mereka yang sedang memadu rasa terlihat seperti sedang bermusuhan. Si Yasi, gadis Malaka yang biasanya tersenyum manis ketika berada disebelah kekasihnya hari ini terlihat seperti seorang yang kehilangan sesuatu. Si Yasi yang biasanya kegirangan dengan candaan romantis dari sang kekasih, hari ini seperti menepis hal-hal itu.
Hemm.... Ada apa ini mengapa semuanya seperti ini. Adakah yang pernah tau mengapa mereka demikian?
Tak jauh beda dengan yang lainnya. April si gadis Oinlasi dengan testa selebar tangan dan rambut keriting namun seperti madu saat senyum (madu, manis dan menyehatkan), hari ini kehilangan semua julukan yang kutanamkan padanya. Mata, yang biasanya mengarah pada si Maulana sang Pujaan hati, tiba-tiba hari ini menunduk menatap garis-garis yang dibuatnya di halaman akhir buku. Awalnya kukira dia mencoba bermain sajak, eh nyatanya hanya bermain tinta tanpa menghasilkan keindahan apapun.
Ini pertanyaan besar bagiku, masalah apa yang membuat orang-orang di kelasku tak lagi seperti semula?
Pukul 13.00 bunyi lonceng tanda bahwa pelajaran hari ini selesai. Aku pun terbangun dari tidurku melihat guru dan teman-temanku bersiap untuk pulang. Tapi, mengapa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H