Kalau saja sebagai destinasi wisata, yakin akan sepi peminat. Lho kog? Apa yang menarik dengan jembatan ini? Barangkali begitu pertanyaannya. Biasanya terucap oleh mereka yang kurang tertarik.
Namanya Jembatan Duwet... Duwet atau dawet...? mungkin yang belum familiar mengucapakan akan kadung nyebut :”dawet”, Kalau di Jakarta bisa di sebut minuman es Cendol. Benar, namanya Jembatan Duwet. Ngga ada kaitannya dengan “cendol”. Salah satu jembatan gantung langka yang masih ada di negeri ini. Letaknya di dusun Duwet, desa Banjarharjo, kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Nah bingung khan meski sudah disebut lokasi persisnya. Gampangnya adanya di Yogyakarta. Dilihat skala nasional, popularitasnya kurang bergema. Jangan di bandingkan dengan jembatan Suramadu di Surabaya, atau jembatan Barelang di Pulau Batam.
Nilai Sejarah
Panjangnya sekitar 100 meter, lebarnya kira-kira 2 meter. Kecil ya? Betul. Cuma bisa, dan memang hanya di peruntukkan pengendara sepeda, sepeda motor, dan pejalan kaki saja yang boleh melintas. Melintas kurang lebih 100 meter di atas Sungai Progo.
Saat melintas jembatan ini mungkin kesannya biasa saja. Bagi penduduk desa setempat sudah rutin setiap hari setiap saat melintas. Sepintas tidak ada yang istimewa. Tetapi jika suatu saat di tutup atau tidak boleh melintas, pasti akan merepotkan warga desa yang biasa melintas. Berarti ada nilai pentingnya.
Warisan Budaya
Keberadaannya memang jarang di sebut dalam dunia wisata negeri ini. Hanya traveler minat khusus saja yang tahu, berminat, dan pernah ke sini. Sudah pasti warga setempat ya, yang sehari-harinya mengandalkan jembatan ini. Sepi peminat, sepi promosi, bukan berarti jembatan ini tidak ada apa-apa-nya. Jika di gali informasi lebih dalam lagi, ternyata ternyata memiliki nilai sejarah panjang. Selain nilai sejarah ada juga ke-unik-an lain yang tidak di miliki jembatan lain.
Rasanya di Indonesia hanya jembatan Duwet satu-satu-nya berstatus WARISAN BUDAYA untuk kategori non-gedung. Ngga main-main, penghargaan ini langsung di berikan Gubernur Propinsi DIY, Sri Sultan Hameku Buwono X, tanggal 12 November 2008. Kalau sudah ada status begini terbayang jembatan ini unik sehingga layak menyandang gelar tadi.
Pertimbangan Belanda membangun jembatan ini bisa jadi tidak lepas dari kepentingann militernya. Akan sangat repot jika harus turun tebing, melintas sungai Progo, lalu naik tebing lagi di seberangnya. Sangat tidak praktis dan lama. Apalagi barang yang di bawa adalah logistik peralatan militer.
Tidak sedikit pemimpin perjuangan bermarkas di wilayah ini. Untuk menghambat laju tentara Belanda ke daerah ini, para pejuangan memutus Jembatan Duwet. Sehingga bantuan pasuka Belanda yang datang dari Purworejo dan Magelang dapat di hentikan.
Setelah Belanda hengkang, jembatan ini di renovasi agar dapat di manfaatkan untuk kelancaran warga setempat. Selesai pembangunan tahun 1950. Tertuang di salah satu prasasti yang ada di salah satu ujung jembatan.
Fungsi vital Jembatan Duwet di masa perang kemerdekaan, di buat dalam sebuah diorama yang bisa kita lihat di Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Mengingatkan kepada generasi sekarang nilai strategis sejarah perjuangan negeri ini.
Dari Masa ke Masa
Jika menilik kondisinya sebagai jembatan gantung, meski berkonstruksi baja diianggap cepat rapuh. Penyebabnya dinding tebing yang menjadi tumpuan cepat atau lambat akan terkikis arus Sungai Progo. Mungkin karena kondisinya begini di buat aturan hanya pengendara sepeda, motor, dan pejalan kaki saja yang boleh melintas. Sempat ada wacana jembatan ini akan di ganti dengan konstruksi beton yang lebih kuat.
Secara fotografis, jembatan ini cukup instagenic. Bentuknya yang menarik sering memancing pengunjung untuk ber-foto dengan latarbelakang jembatan ini. Lokasi di sekitarnya juga menarik di foto. Sungai Progo dengan tebing-nya, menarik di foto. Sebagai background foto pre-wedding juga menarik.
Bagi yang pertama kali jalan kaki melintas jembatan, tidak jarang merasa terkejut takut. Ternyata jembatan ini bisa ber-goyang. Ngeri jatuh. Apalagi lumayan tinggi sekitar 100 meter di atas Sungai Progo. Pengendara sepeda, motor, yang kebetulan melintas bersamaan angina kencang, akan merasakan juga goyangan jembatan ini.
Bagi yang berani justru merasakan sensasi yang berbeda saat jembatan bergoyang. Tetap merasa aman karena di topang konstruksi baja yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H