Seorang security dari Dinas Perhubungan berteriak, sesekali membunyikan pluit, agar semua minggir kereta akan lewat. Terlihat juga ia menunjuk ke salah satu pedagang kaki lima untuk segera menyingkir. Bandel juga itu orang rupanya. Ngga mikir kalau keserempet kereta rasanya seperti apa, gerutunya kesal. Memberikan peringatan kepada warga adalah salah satu tugas rutin yang ia lakukan di minggu pagi bertepatan pelaksanaan Car Free Day, di Jalan Slamet Riyadi, kota Solo.
Ada sedikit penyesalan kog tertarik sekarang ya kenapa ngga dari dulu. Paling tidak kalau tertarik dari tahun-tahun kemarin ngga perlu sekarang berdiri disini. Ngga perlu ketinggalan informasi.
Apa sich gerangan yang bikin sedikit menyesal?
Itu lho kereta yang melintas yang tengah kota, tepatnya jalan Slamet Riyadi. Oalaaaaa....Cuma begitu aja.
Ket foto. Saat kereta melintas jalan Slamet Riyadi, bersamaan aktivitas warga menikmati Car Free Day
Memang sich bagi warga Solo barangkali sudah menjadi pemandangan biasa. Namun bagi saya yang Cuma berlibur di kota Solo sekalian foto-foto, adalah yang tidak biasa. Barangkali Cuma ada di kota Solo.
Sebagai salah satu penggemar transportasi kereta api, selain pesawat terbang, di Indonsia lintasan kereta hanya ada di dua pulau yaitu Jawa dan (sebagian) Sumatra. Lintasan jalur kereta yang terbanyak adanya Cuma di pulau Jawa.
Jadi teringat seorang rekan dari Sulawesi yang pertama kali ke pulau Jawa. Ia punya satu keinginan kepingin mencoba naik kereta rasa seperti apa. Kepingin merasakan saat “kuda besi”, begitu ia menyebutnya saat berlari kencang. Besi ketemu besi. Bayangnya transportasi kereta hampir semuanya dari besi. Ya...saya tersenyum maklum saat ekspresi wajahnya begitu excited saat keinginannya terkabul di atas kereta Parahiyangan Jakarta Bandung.
Unik
Jalur kereta yang melintas jalan utama di Kota Solo adalah warisan pemerintah kolonial Belanda. Mulai di bangun sejak tahun 1922. Waktu berfungsi menghubungkan kota Solo dengan Wonogiri. Bahkan sampai Baturetno.
Beruntung jalur kereta ini masih dipertahankan dan berfungsi sampai sekarang. Hanya saja sejak tahun 2009 pemerintah mengganti bantalan rel yang tadinya kayu menjadi beton. Lebih kuat untuk menampung kereta jenis yang lebih modern.
Biasanya jalur kereta yang sering kita lihat jauh dari keramaian. Karena faktor keamanan bagi warga dan transportasi lain, posisi letaknya di buat jauh. Bisa di bayangkan berat kereta yang ber-ton-ton, tanpa bisa di hindari terjadi tabrakan dengan mobil bahkan truk. Yang rusak parah biasanya mobil.
Di kota Solo, boro-boro jauh dari keramaian, jalur yang satu ini langsung melintas tengah kota, jalan Slamet Riyadi. Padahal “status”nya sebagai jalan raya utama. Pernah di nobatkan sebagai jalan terpanjang se-Asia Tenggara. Memanjang lebih dari 5 kilometer dari Tugu Purwosari sampai ke arah timur hingga Bundaran Gladag.
Sepanjang jalan Slamet Riyadi sangat aktif berbagai aktivitas dan kegiatan. Beberapa bank, perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, pusat hiburan, ada di sini. Jika hari biasa menjadi sentra bisnis dan ekonomi. Hari Minggu, sejak di berlaku Car Free Day, ratusan warga tumplek, menikmati berbagai aktivitas di sepanjang jalan ini secara aman.
Sama sekali ngga terbayang jika sebuah rangkaian kereta api melintas di pinggir jalan, berjalan berdampingan dengan mobil, motor. Biasanya di kota-kota lain jalur kereta memotong jalan raya. Kendaraan lain wajib berhenti, mempersilahkan kereta api lewat. Tapi disini letaknya berdampingan jalan raya. Mungkin kalau ada yang iseng, entah pengendara mobil atau motor, coba main kebut-kebut-an saat kereta melintas. Wuaaaa.....
Saat ini kereta yang melintas setiap hari berangkat dari Stasiun Purwosari menuju kota Wonogiri pp. Pernah di komplain dan di usulkan agar jalur ini di tutup saja. Dianggap berbahaya. Rupanya lebih dari sekali terjadi kecelakaan kereta mobil atau motor, bahkan informasinya pengendara sepeda, kesenggol kereta.
Namun setelah di lakukan evaluasi kecelakaan tersebut lebih di sebabkan ketidakhati-hati-an sang pengendara tadi. Bukan kesalahan masinis kereta. Karena saat melintas sudah di atur maksimal kecepatan 30 km/jam. Selain itu wajib membunyikan suara. Bahasa kereta “ Semboyan 35”, yaitu suara yang di bunyikan saat kereta melintass jalan raya atau tempat-tempat tertentu yang tujuannya mendapat perhatian dari orang-orang di sekitar. Setelah tahu ada kereta di harapkan segera menyingkir dari rel kereta.
Kalau sudah begini masih ada pengendara motor, mobil, sepeda, pejalan kaki, bandel ngga mau menyingkir dan akhirnya terjadilah..... Salah siapa? Lain cerita jika masinis membawa kereta melebihi kecepatan yang di-ijin-kan.
Saat di operasikan kereta wisata Jaladara, lebih unik lagi. Penuturan yang sudah pernah, berhenti di beberapa tempat perbelanjaan. Misalnya berhenti persis di depan Museum Batik. Penumpangnya di persilahkan turun, foto-foto, setelah selesai naik lagi, melanjutkan ke spot wisata lain. Persis seperti bis wisata. Sayang kereta wisata ini tidak operasional setiap hari. Hanya waktu-waktu tertentu saja.
Demi mengejar keunikan ini butuh sedikit perjuangan dan pengorbanan. Pertama mencari tahu kira-kira jam berapa kereta melintas. Mendapat informasi kereta yang melintas 2 kali, rute Purwosari-Wonogiri, pagi sekitar jam 6.30, dan siang saat balik dari Wonogiri sekitar pukul 10. Setelah memilih waktu pagi, maka pengorbanannya adalah harus bangun pagi. Paling tidak jam 5.30 sudah di lokasi. Berarti paling lambat jam 5 sudah keluar dari hotel.
Pertanyaan selanjutnya mau nunggu di sebelah mananya? Jalan Slamet Riyadi panjang lho. Setelah berunding dengan driver mobil yang kami sewa, berhubung mobil tidak boleh melintas sepakat mobil parkir di sebelah timur tugu Slamet Riyadi. Jam 5.30 sudah di lokasi, lengkap dengan kamera, menunggu kereta lewat. Sambil bertanya-tanya juga kira-kira jam berapa kereta melintas. Mendapat informasi sekitar jam 6.30
Benar saja. Jelang jam setengah 7, dari kejauhan telihat lampu kereta. Semakin dekat dengan posisi kami berdiri, security dari dinas perhubungan meminta warga agar menyingkir. Semakin dekat, semakin jelas keretanya. Tidak lupa Semboyan 35 tadi. Segera siap action......!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H