Barangkali ada di antara kita tahu atau minimal mendengar nama Bapak Don Hasman. Beliau biasa di panggil Oom Don. Salah satu wartawan, fotografer, senior yang namanya tidak asing lagi kalangan rekan-rekan fotografer khusunya. Dalam beberapa kali seminar fotografi yang pernah saya ikuti dimana beliau menjadi pembicara utama, tercetus ucapan tentang Bromo. Kurang lebih demikian yang pernah ia ucapkan “Foto Bromo dari angle (sudut pengambilan) ini sudah terlalu banyak. Saya sering lihat foto yang lagi-lagi itu”. Foto yang dimaksud adalah yang saya tampilkan atau mirip-mirip di awal tulisan ini.
Entahlah apakah yang diucapkan tadi berupa keluhankah, sindirankah khususnya kepada rekan-rekan fotografer, kritikankah. atau apalah. Bagaimana pun sebagai rasa hormat akan ke-senior-an-nya, saya memberikan apresiasi positif terhadap yang disampaikan tadi.
Bicara Bromo, rasanya sulit untuk tidak mengatakan WOOOUWWW….!!!. Kenapakah? Ya barangkali seperti pengakuan yang sudah pernah, Bromo terlalu indah untuk di ucapkan spontan dan tulus. Bromo sangat eksotis, sangat indah. Tidak berlebihan pujian seperti ini karena begitulah faktanya. Tidak heran juga ada ucapan “Jangan mati dulu sebelum ke 3B”. Salah satu dari 3B adalah Bromo.
Gaung keindahan Bromo sedemikian kuat bergema. Seakan menarik publik negeri ini dan mancanegara untuk menengoknya. Tidak heran saat weekend, musim liburan selalu saja ramai. Tidak sedikit mereka yang datang bukanlah yang pertama kali. Salah satunya saya yang sudah 3 kali ke sana. Ngga menolak yang jika ada ajakan yang keempat kalinya ke sana..hahaha…
Umumnya yang datang kesana tidak akan lupa dengan kamera. Ya atau ya? Keindahan Bromo sangat sayang jika Cuma di lihat, di rekam dalam ingatan saja. Bromo adalah surga bagi penggemar fotografi. Berbondong-bondong fotografer profesional, amatir, baru belajar, mencoba uji ketrampilan menghasilkan foto-foto eksotik dari Bromo. Tidak ketinggalan fotografer asing dengan peralatan yang wuaaahh ikut “berlomba” mendapatkan momen indah.
Kedua, tidak sedikit yang datang adalah traveler yang tidak semuanya berjiwa advanturer. Jadi traveler cuma ngikuti aja atau ambil paket wisata yang umum.
Ya tapi mau gimana ya. Bromo sudah sedemikian populer. Pertama, yang datang kesana bukan cuma kalangan fotografer profesional yang mengerti secara teknis, menguasai settingan kamera, memahami sudut pengambilan, yang akhirnya menghasilkan foto apik. Sangat banyak yang selfie lalu sharing di medsos. Hasilnya ya foto yang “itu-itu” saja.
Seorang rekan fotografer dari salah satu media terkenal negeri ini membagikan pengalamannya. Ia bersama 3 kawannya di tugaskan selama seminggu di Bromo. Membayar ekstra lebih untuk jasa guide setempat yang paham tempat-tempat yang jarang di datangi pengunjung pada umumnya. Salah satu yang disebutkan adalah puncak B-29. Masih ada beberapa spot lain yang ia tidak sebutkan. “erhaes” (rahasia), katanya sambil bergurau. Yang arti seriusnya tidak ingin di ketahui banyak orang demi eksklusifitas sudut pengambilan.
Note : foto-foto yang di tampilkan disini menggunakan teknik HDR (High Dynamic Range), yang info detailnya bisa di baca di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H