Saya masih terbayang lebih dari sekali nyelam di Bunaken, Manado. Wuaaa itu spot nyelam paling asyik banget. Meski sempat ada gosip-gosip terumbu karang disana banyak yang rusak, faktanya saya dan kawan-kawan pernah nyelam 5 hari termasuk 1 hari di Lembeh, Bitung, 2 jam dari Manado.Â
Dalam sehari bisa nyelam 3 kali. Kalau masih kuat bisa tambah nyelam malam. Turun di spot selam yang beragam dan benar-benar amazing. Ternyata ada kurang lebih 50 spot selam yang baru terdeteksi di sekitar Bunaken. Artinya, masih ada ada potensi spot selam yang lain yang belum di perkenalkan kepada rekan-rekan diver. Singkat kata,
Bunaken termasuk luar biasa…!!! Tapi terasa kaget manakala beberapa kali ketemu kawan-kawan asli dan tinggal disana, ternyata cuma sekadar dengar bawah laut Bunake bagus. Udah pernah turun? Belum. Cuma snorkling aja. Woooowww……saya sempat terheran-heran. Pikir ku tadinya karena dekat dengan bunaken, pasti kawan-kawan dari sana banyak yang suka nyelam. Padahal, ibarat pekarangan rumah, tinggal melangkah sedikit bisa berjumpa surga bawah laut. Faktanya dari sekian teman-teman disana, ternyata tidak suka nyelam. Ya, saya cuma bisa woouww…karena ini menyangkut selera dan hobi saja.
Obrolan dengan beberapa rekan instruktur selam memang mengakui ada trend kenaikan kuantitas calon-calon diver lokal. Penyelenggara/operator selam juga mengakui sudah mulai bertambah tamu-tamu lokal yang ingin menyelam di Bali, Bunaken, Wakatobi, bahkan Raja Ampat. Berita baik tentunya. Sayangnya jika dilakukan perbandingan ternyata masih banyak peminatnya penyelam asing. Seorang instruktur selam mengatakan, dia tidak heran lagi yang mendaftar untuk pendidikan dan mengambil licence kebanyakan orang asing, entah expatriat yang tinggal sementara di Indonesia atau turis asing yang sedang berlibur di negeri ini.
Langkah promosi yang terus menerus memberikan harapan semakin bertambahnya minat lokal terhadap kegiatan menyelam. Gaung kebanggan akan sejumlah gelar tadi memang memberikan apresiasi.Â
Namun jika tidak dirangsang upaya terus menerus, apresiasi tingggal apresiasi. Ibaratnya, setiap orang bisa memberikan selamat, bisa memberikan acungan jempol atas sejumlah prestasi tadi. Saat di tanya, apakah mau coba menyelam? Ooo tunggu dulu. Nah ini dia yang menjadi tantangan.
Tindak lanjut promosi bisa dilakukan dengan memberikan subsidi, keringanan biaya, untuk mereka yang serius ingin menekuni kegiatan selam. Biaya pendidikan yang cukup mahal sering menjadi alasan tidak dapat mewujudkan keinginan menekuni kegiatan selam. Padahal untuk menyelam dan menikmati keindahan bawah laut, haruslah memegang ijin menyelam (diving licence).
Sebagai gambaran tahun 2006 saya mengluarkan kocek sekitar 2 juta untuk mengambil pendidikan selam dan licence yang di keluarkan POSSI. Itu baru tingkat dasar. Untuk tahap lanjutan (advance) biaya lebih murah lagi sekitar 1.5 juta tahun 2007. Kog bisa lebih murah? Karena penekanan beberapa materi pelatihan seperti navigasi, penyelaman dalam (deep dive), dan penyelaman malam (night dive). Teori dasar tidak lagi di berikan. Tahun 2008 saya mengambil pendidikan Rescue Dive yang diselenggarakan PADI, mengeluarkan biaya sekitar 3 juta rupiah.
Okelah tidak perlu muluk-muluk, subsidi atau keringanan biaya cukup di berikan untuk tahap pemula/dasar. Cukup 50% dari total biaya pendidikan. Sifatnya selektif. Hanya mereka yang benar-benar suka dunia bawah air, ingin belajar nyelam n kurang biaya, patut di pertimbangkan mendapatkan subsidi. Pemegang licence tahap ini sudah boleh menyelam di mana saja, namun tetap ada beberapa aturan yang membatasi yang harus disiplin di patuhi.
Langkah merangkul komunitas penyelam. Tidak jarang para divers yang sudah memegang licence, ada kerinduan untuk saling komunikasi, berbagi pengalaman, ber-interaksi dengan sesamanya melalui satu wadah komunitas. Komunitas yang ada bisa dalam naungan lembaga pendidikan dimana penyelam tadi sama-sama mengambil licence, bisa juga indipenden.