Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Biar Hidup Tidak Tambah Stress Setelah Kredit Smartphone

16 Agustus 2024   18:13 Diperbarui: 16 Agustus 2024   18:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

Saya punya banyak nasabah di kantor yang kredit handphone. 

Ijinkan saya membagikan tiga kejadian dalam minggu ini yang bisa dijadikan pelajaran juga pertimbangan setelah smartphone idaman dibeli secara kredit. 

Pak Andi, pedagang es dawet setiap hari berjualan dengan mangkal di sebuah pusat keramaian. 

Usia sudah 50 tahunan. Mengais rejeki dari dawet buatan sendiri. Keluar jam 9 pagi pulang jam 6 sore. Dia perantau. Dia kos bersama istri dan anak.

Tiga hari lalu, Pak Andi masuk dalam daftar debitur  menunggak. Masuk penanganan prioritas bersama  nasabah lain yang angsuran pertama sudah menunggak lebih dari seminggu.

Dari laporan kunjungan yang terbaca di sistem, hasilnya ketemu nasabah. Mengaku dia debitur juga pengguna unit kredit. Ok fix. Berarti bukan kontrak atas nama. 

Namun yang menyisahkan sedikit rasa sedih adalah apa yang diceritakan sang istri. 

" Ada cowok masih muda umur 20 an, datang pesan es dawet 10 bungkus. Lagi disiapin sama Bapak, dia pura - pura pinjam HP Bapak bilang buat telepon teman nya yang order pesanan itu, " cerita isrri debitur. 

Setelah dipinjamkan HP nya dan si nasabah lagi sibuk nuangin cendol karena tumben dipesan banyak, si pria pemesan es dawet itu bilang tolong dibungkus ya Pak, saya mau ke seberang jalan sebentar sambil bawa HP nasabah. 

Ujung-ujungnya tak balik-balik. Es dawet belum dibayar, sampai sore hari sampai besok  dan beberapa hari setelahnya tak ada balik. 

Malang tak dapat ditolak. Si nasabah ditipu padahal cicilan 300 ribu selama 11 bulan sudah menanti.

Bayangkan bila diri Anda adalah Pak Andi. 

Mau terus bayar tapi barang tak ada. Mau tak bayar, resiko SLIK buruk tak bisa kredit dimana-mana. Mau urus asuransi kehilangan, tapi kehilangan karena kecerobohan diri sendiri tak bisa diklaim. 

Padahal dengan profil UMK seperti Pak Andi, butuh modal usaha yang mungkin bisa didapatkan dari pinjaman ke bank. Tapi bagaimana bank bisa mengucurkan kredit bila ada tunggakkan di perusahaan pembiayaan yang belum beres. 

Lain Pak Andi, lain pula yang terjadi pada dua nasabah lain. Ada Bapak Anton seorang PNS mengajukan kredit iPhone 15 enam bulan lalu. Rutin baya selama setengah tahun, di cicilan ke 7 dan ke 8 tiba-tiba mandek. 

" Suami uda pensiun dari tiga bulan lalu. Smartphone sudah tak ada. Cucu saya bermain lalu membanting ke lantai. Kami tak mau angsur lagi," kata istri nasabah via chat WA. 

Apa yang mau dibayar andai barang sudah tak ada. Tapi debitur dan istrinya tetap tak mau diusik dengan dering telepon pegawai deskcall. 

Mereka malah hendak ingin melapor ke OJK karena merasa terganggu dengan kunjungan karyawan dan tetap bertahan dengan alasan tersebut kendati kecerobohan terjadi karena ulah sang cucu. 

Yang terakhir adalah kisah Bu Lany seorang good debitur di kantor. Sudah lebih dari 5 tahun dengan riwayat pembayaran lancar mendadak kaget manakala disamperin kolektor ke rumahnya. 

" Bukan saya tapi menantu pakai nama saya. Sudah sarankan kredit smartphone harga 1 jutaan karena suaminya cuma gaji 3 jutaan, kok malah dia kredit iPhone 13," curhat Bu Lanny. 

Dan apa yang terjadi. Bu Lanny ribut hebat dengan menantu perempuannya karena menantunya tidak punya mindset good debitur seperti mertuanya.

Menantu nya berpikir biar saja nunggak 2 bulan nanti dibayar sekalian. Tapi Bu Lanny yang paham soal SLIK dan BI Checking tetap tidak terima karena punya usaha jahit - menjahit yang kerap meminjam dana KUR. 

Ribut mertua versus menantu akhirnya berujung ke anak laki - laki nya dan suami Bu Lanny. 

Si Bapak mertua yang akhirnya melunasi agar Bu Lanny tidak terus mangkel dan kesal dengan istri anaknya. Sementara anak laki -lakinya tidak tahu harus berpihak pada yang mana. 

Karena istrinya mengaku pada dirinya bahwa smarphone seharga belasan juta itu diberi oleh sepupunya, bukan dikredit dengan memakai nama mertua. 

Ribet ya...hehe. 

Sejumlah pertimbangan sebelum dan sesudah kredit smartphone 

Di era sekarang kita tidak bisa hidup tanpa smartphone. Rasanya mustahil lantaran untuk urusan pekerjaan pun mau tidak mau, suka tidak suka, tetap harus beli paket data tuk terhubung internet. 

Rasanya sulit tuk balik ke jaman SMS seperti di awal 2000 an karena lebih praktis dan efisien chat via WhatssUp. 

Belum lagi banyak fitur di handphone yang bikin kita jadi multitasking. Bisa buat hiburan sekalian buat kerja juga buat media sosial. 

Hal - hal inilah yang bikin mengapa perusahaan yang memproduksi smartphone terus merilis produk baru. 

Ada kecenderungan harga gawai kian tahun kian naik. Bahkan bisa seharga motor baru di kisaran dua puluhan juta. Wow. 

Pasar ini pula yang dilirik oleh perusahaan pembiayaan (PP) lewat kerja sama dengan toko Handphone tuk penawaran kredit smartphone. 

Makin tinggi minat pembeli, makin tinggi harga smarphone, makin tinggi margin bunga yang didapatkan dari satu produk yang dikredit. 

Merchant juga terbantu gawai yang dijual bisa laku karena sudah dibayar langsung oleh PP. 

Model kerja sama hampir sama dengan showroom.motor atau mobil yang setelah proses kredit selesai dan PP melunasi, urusan selanjutnya antara nasabah dengan PP terkait kewajiban angsuran. 

Berkaca dari kisah nyata tiga debitur di atas, berikut adalah beberapa saran dan pertimbangan sebelum atau setelah kredit smartphone agar hidup tidak tambah tertekan. 

1. Kreditlah smartphone sesuai "kapasitas" dalam tanda petik. 

Kapasitas diri bekerja sebagai apa akan menentukan seberapa bergunanya smartphone mendukung aktifitas pekerjaan. Semakin tinggi kemanfaatannya,  semakin bertanggung jawab si nasabah terhadap cicilan.

Kapasitas lain yang dimaksud adalah kapasitas penghasilan. Jangan kredit smartphone dengan cicilan 2,2 juta bila gaji perbulan cuma 3,2 juta. Itu namanya mencobai diri sendiri. 

2. Jangan kredit smarphone untuk orang lain yang pola pikirnya tak sama dengan Anda terhadap kewajiban cicilan. 

Seperti yang terjadi pada Ibu Lanny pada kisah di atas. Dan heran nya, di Indonesia banyak sekali warga kita yang berbaik hati kredit buat orang lain lalu dia yang stress ketika kontraknya menunggak. 

Dalam hubungan keluarga bisa jadi konflik. Dalam hubungan pertemanan bisa putus. Bahkan dalam hubungan atasan bawahan,kadang si bos harus nalangin cicilan anak buah yang dulu bekerja di tempatnya.

3. Rawat dan jagalah baik -baik smartphone yang dikredit. 

Smartphone itu barang kecil tapi fungsinya gede. Karena fungsinya gede, banyak orang yang tak mampu memilikinya ingin mempunyai meski dengan cara yang jahat. 

Dicuri misalnya, seperti yang terjadi pada Bapak Andi nasabah saya di atas. 

Sebuah iPhone 15 dan sebuah motor Vario baru tahun 2024 harganya jualnya sama di kisaran 20 an juta. 

Tapi ketika si nasabah kredit, lebih mudah cucu atau keponakan si nasabah yang masih usia Balita  memegang smartphone buatan apple itu dibanding naik motor buatan Honda itu. 

Ketika smartphone yang dikredit dengan cicilan 2 jutaan hancur, tenggelam atau rusak karena dibanting lalu tak bisa lagi digunakan, masih maukah Anda meneruskan cicilan nya sampai lunas? Berat rasanya. 

So jangan buang -buang uang sia-sia karena kecerobohan diri sendiri. 

4. Bagaimana bila didatangi pegawai penagihan atau dihibungi karyawan deskcall via telepon ketika barang kredit sudah tak bisa digunakan? 

Katakan yang sejujurnya kendalanya apa sampai tak bisa membayar. Tanyakan apakah ada asuransi terkait dengan kerusakan atau kecerobohan. 

Mintalah negoisasi terhadap kewajiban cicilan karena setiap lembaga kredit memiliki opsi dan aturan masing - masing. 

Hidup tanpa smartphone mungkin rasanya sulit di era sekarang. Tapi hidup dengan cicilan smartphone yang masih ada tapi smarphone nya sudah tak ada atau sudah tak bisa digunakan lagi itu jauh lebih sulit. 

Butuh perjuangan, perlu komitmen agar bisa selesai supaya di kemudian hari mau kredit ini itu ngga terkendala di saringan SLIK. 

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun