Nasabah model ini biasanya sengaja menunda bayar karena beraneka alasan. Kerap memberi janji akan bayar di tanggal sekian namun kadang tak terealisasi.Â
Saat sudah ada uang, akan minta hapus denda alias mohon denda ditiadakan karena debitur merasa berinisiatif pada tanggung jawab cicilan. Argumen yang disampaikan biasanya dana yang tersedia hanya sebesar cicilan. Â Â
Bila hapus denda tak bisa dilakukan, ada sebagian yang kukuh tak mau bayar. Â
Apa yang perlu dipahami debitur terkait denda angsuran?Â
Hampir semua perusahaan pembiayaan (PP) mengenakan denda keterlambatan bila debitur melewati tanggal jatuh tempo pembayaran. Ini juga termasuk pada kontrak -kontrak di luar pembiayaan barang atau jasa seperti pada kartu kredit atau paylater.
Beberapa hal di bawah ini seharusnya diketahui debitur terkait denda angsuran agar nantinya setelah kontrak berjalan dan bila debitur menunggak, setidaknya bisa memperkirakan sendiri total denda.Â
Debitur juga bisa melihat di lembar RIP (Rincian Informasi Produk) yang diberikan saat ttd akad. RIP sebaiknya disimpan jangan dibuang karena semua terkait biaya, denda, proses dan agunan ada di situ.Â
a. Apakah nominal besaran denda sama tiap PP ?Â
Tidak. Karena ada PP yang membulatkan denda keterlambatan dalam nominal sekian puluh ribu setelah melewati sekian hari dan ada juga PP yang memberlakukan denda per hari.Â
Di multifinance A bisa saja mengenakan denda sebesar Rp.50.000 untuk semua unit kredit, bila debitur sudah melewati lima hari dari tanggal JT. Bila JT di tanggal 4 September 2023 maka di hari ini tanggal 12 September 2023 debitur sudah menanggung denda Rp.50.000,-.
Sebaliknya pada multifinance B, tak dipukul rata tapi dibedakan menurut unit kreditnya apa, prosentase beda dan dihitung harian.Â