Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Anak Wisuda, BPKB Lanjut S2, Ini yang Harus Diperhatikan Bila Ingin "Kuliahkan" BPKB

17 Juni 2023   15:26 Diperbarui: 17 Juni 2023   21:23 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

Ini kejadian nyata. Sebulan lalu seorang nasabah menghubungi saya. Minta datang ke rumahnya di sebuah komplek perumahan dinas

Saya cukup kenal pasangan debitur ini karena dari hubungan yang tadinya formal terkait transaksi pembiayaan akhirnya jadi relasi sahabat. Suami istri keduanya punya kontrak kredit di kantor. 

"Mampir ya Om, kita ngopi ngopi di rumah," demikian pesan chat via WA. 

Pulang kantor sebelum ke tempat mereka, saya buka dulu di sistem terkait riwayat kredit mereka. Ada dua kontrak. Yang punya suami sudah lunas. Satunya atas nama istrinya masuk keterlambatan 22 hari. 

Hmm... Saya cek lagi laporan penanganan untuk kontrak sang istri. Ada catatan : nasabah pending karena dana buat kebutuhan lain. Bisanya minggu depan. 

Wah... Minggu depan ya tanggal hari ini, kataku dalam hati sembari cek kalender. Apa mereka mau bayar cicilan yang sudah lewat jatuh tempo itu? Hmm....

Rasanya tidak perlu juga ke saya. Lewat beragam channel pembayaran juga bisa. Tapi bila memang tujuannya itu, mengapa tidak diutarakan langsung lewat chat. 

Singkat cerita, ditemani kopi hitam panas di sore jam enam bersama pisang goreng bikinan si istri debitur, mengalirlah curhatan mereka. 

Ternyata betul terkait cicilan. Tapi bukan mau bayar. Mau minta dipending lagi. Sama hendak ajukan kontrak tambahan dengan agunan BPKB.

"Om tau Si Marsel dan Si Boy (nama samaran), sekolah di swasta. Aduh mama eh, uang ini uang itu banyak sekali. Marsel mau wisuda SMP masa bayar lagi 800 ribu. Padahal waktu ujian sudah bayar juga," tutur sang istri. 

Si suami yang duduk di samping istrinya hanya tersenyum saja. Disesap kopi hitam di depannya.sembari mengamati layar HP. 

"Punya saya kan sudah lunas ya Om. Jadi saya dan istri mau kasi masuk BPKB. Itu baru lunas kredit dua tahun di salah satu finance," kali ini sang suami yang bicara. 

"Tidak banyak Om. Cukup 4 atau 5 juta saja buat biaya pendidikan anak," kata sang istri menambahkan. 

Saya mengambil BPKB motor yang sudah disediakan di atas meja. Mengecek tahun unit dan fakturnya. Pula copy STNK atas nama si suami. 

"Jadi ceritanya anak mau wisuda, BPKB lanjut S2 ya," kata saya bercanda. 

Haha....Mereka tertawa. Saya juga ikut tertawa. Tapi dalam hati kepikiran. Dengan kondisi satu kontrak istri kadang lancar kadang macet, masih ragu apakah disetujui atau tidak. 

Dokpri
Dokpri

Biaya pendidikan buah hati, mengapa mahal?

Satu fakta di negeri ini bahwa pendidikan itu mahal. Makin ke sini makin mahal. 

Bisa jadi karena perangkat teknologi untuk mengakses ilmu juga terus berkembang. Adalah sebuah keharusan bagi siswa dan bukan lagi sebuah pilihan. 

Ketika laptop dan android jadi properti wajib para siswa sekolah, itu dibarengi dengan kebutuhan akan paket data agar siswa bisa mengakses. 

Naiknya harga BBM dan biaya hidup, secara tak langsung akan berpengaruh pada nominal kesejahteraan tenaga pendidik. 

Adalah lumrah bila gaji guru di sekolah swasta berbeda dengan penghasilan pengajar di sekolah negeri. 

Jangan tanya lagi bagaimana dengan tenaga honorer. Selama bekerja saya punya banyak nasabah yang berprofesi honorer di SD,SMP dan SMA yang penghasilan dibayar per tiga atau enam bulan. 

Sudah dipending sekian bulan, eh jumlahnya juga tak seberapa. Endingnya bisa ditebak. Angsuran macet. 

Kalau pun akhirnya lunas, itu ditempuh dengan berdarah-darah. Alias pinjem sodara atau pinjam ke pinjol tuk menutupi. 

Ujung-ujungnya, pengajuan calon nasabah honorer, hanya bisa disetujui asalkan punya usaha atau penghasilan lain yang dilampirkam dengan dokumen legal. 

Itu baru soal kesejahteraan pengajar dan perangkat teknologi. Sekarang mari pindah ke status sekolah demi eksistensi dan gengsi. 

Saya ingat di kota kelahiran saya dulu jaman sekolah. Meski statusnya itu ibukota propinsi, SMA negeri cuma ada tiga untuk tiga kecamatan. 

Jadi lulusan SMP-SMP di kecamatan A disarankan ke SMA negeri di wilayah A. Demikian juga wilayah B dan C. 

Meski pada jaman itu, pilihan masuk SMA negeri A,B atau C ditentukan dari syarat NEM (Nilai Ebtanas Murni). 

Sekarang di kota itu, sudah berdiri tujuh SMA negeri. Sudah pasti jumlah SMP jauh lebih banyak. 

Belum lagi sekolah swasta yang tak mau kalah dengan sekolah negeri. Bila perlu lulusan sekolah swasta bersaing dan jauh lebih unggul.

Maka adalah hal yang wajar bila biaya pendidikan anak di sekolah swasta favorit lebih mahal. 

Padahal mahal atau tidak mahal itu sifatnya relatif. Mahal untuk kalangan tertentu, tapi tidak jadi masalah untuk sebagian orang tua yang lain.

ibarat hotel bintang 5 dan bintang 3. Walau biaya nginap permalam di hotel bintang lima ratenya dua kali atau tiga kali bintang tiga, tetap aja ada tamunya.

Kita juga tidak bisa menghindari banyaknya sekolah swasta baru yang dibuka untuk beraneka jenjang. Institusi pendidikan juga sebuah entitas bisnis. 

Selain bisa menampung para calon siswa yang memang tidak bisa seluruhnya ditampung di sekolah negeri, adanya preferensi dan gengsi sosial juga menjadi pilihan yang dipilih orang tua siswa.

Alasan itulah yang mendasari mengapa nasabah saya di atas memilih dari awal menyekolahkan dua anak laki lakinya ke sekolah swasta.

"Jarak dari rumah dekat bisa jalan kaki. Sekolah unggulan juga. Cuma dari awal ngga kepikiran akan ada tambahan biaya ini dan itu," begitu alasan si istri debitur. 

Satu fakta lain yang juga tak bisa ditampik adalah laju pertambahan penduduk dari dekade ke dekade. Bak deret ukur. Ibarat dua menjadi empat lalu empat jadi delapan dan seterusnya.

Otomatis dengan makin manusia beranak pinak, tentu butuh sekolah lebih banyak agar bisa menampung calon - calon siswa yang juga semakin banyak. 

Dan semakin banyak calon siswa, semakin ketat seleksinya.Dan yang diseleksi tidak hanya kemampuan akademik dan bakat. Tapi juga kemampuan finansial orang tua calon siswa.

Jadi bila ada biaya ini dan itu, bukankah itu bagian dari sebuah seleksi juga. Dalam arti sudah diukur dari rata- rata penghasilan orang tua siswa. 

Ketika status sebagai siswa pada sekolah A atau sekolah B sudah disematkan, biasanya besaran biaya pendidikan anak termasuk biaya wisuda sudah "dikompromikan" dalam petik. 

Mungkin ada orang tua siswa di sekolah itu yang tak sepaham, tapi apakah jumlahnya itu mewakili mayoritas yang lain. 

Apalagi bila gengsi sebuah sekolah disangkutpautkan dengan seremonial wisuda siswa dan latar belakang jabatan atau status sosial orang tua siswa lainnya. 

Butuh biaya pendidikan, haruskah pinjam ke lembaga kredit? 

"Butuh biaya anak sekolah, hubungi saya Putri Ariani (nama samaran) marketing Bank Sabar Menanti di 0822XXXX6457 dengan agunan atau tanpa agunan, bunga ringan cicilan murah."

iklan produk pembiayaan seperti tampilan di atas jamak ditemui baik di media sosial atau lewat lewat selebaran. 

Harus diakui bahwa musim anak sekolah adalah sasaran strategis lembaga kredit mendulang debitur.Biasanya sebagian orang tua butuh dana. Di momen inilah lembaga kredit jadi opsi.

Bila dirasa kredit di bank itu kaku terkait syarat dan lama proses pencairannya, pilihannya bisa ke multifinance atau koperasi yang semi kaku tapi juga semi resiko. 

Andai di tiga tempat ini tak bisa ditembus juga, opsi pinjol via aplikasi peer to peer jadi alternatif terakhir. 

Soal besaran bunga atau nominal cicilan plus keamanan agunan, balik lagi ke si calon nasabah. Masing - masing ada plus minusnya. 

Alangkah baiknya dana pendidikan anak dipersiapkan dari awal dengan menyisihkan jauh sebelum si anak berada pada usia atau momen di mana dia nanti sekolah atau kuliah. 

Mendapatkan kisaran total biaya bisa dengan bertanya langsung ke pihak sekolah. 

Antisipasi adanya biaya insidental di luar biaya pokok, seperti biaya wisuda biaya rekreasi dan lain lain, bisa tambahan 5 persen atau 10 persen dari total biaya selama 6 tahun di SD atau 3 tahun di SMP atau di SMA. 

Beberapa saran agar pengajuan agunan BPKB bisa disetujui :

1. Nasabah punya riwayat kredit lancar

Lancar itu bukan berarti tidak pernah telat sehari atau dua hari, tapi total hari keterlambatan masih bisa ditoleransi berdasarkan aturan di internal tempat pengajuan. Biasanya terlambat di bawah delapan hari masih termasuk lancar. 

2. Apakah masih ada kontrak berjalan?

Bila masih ada kontrak lain yang belum lunas, biasanya sulit disetujui pengajuan baru atau biasanya akan diberikan plafon kredit kecil. Ini karena hitungan kemampuan bayar nasabah akan berubah dengan adanya tambahan cicilan baru dimana diharapkan tidak lebih dari 30 persen total penghasilan.

3. Nasabah RO (Repeat Order) punya probabilitas lebih besar disetujui dibanding nasabah NO (New Order)

Ini karena profil dan kapasitas debitur sudah diketahui sehingga analis tidak harus mempertimbangkan seluruh parameter seperti perlakuan pada nasabah baru.

4. Kondisi fisik BPKB tidak rusak, robek, terpotong, atau hilang sebagian halaman

Karena agunannya adalah BPKB kendaraan, otomatis kondisi dan tampilan harus baik dan tidak cacat. Termasuk tidak ada coretan, tulisan jelas sesuai yang dikeluarkan oleh Samsat setempat. Lembaran faktur juga tidak hilang atau lepas. 

5. BPKB dan STNK sesuai

Apa yang tercantum di BPKB sama dengan yang tercetak di STNK meliputi tahun kendaraan, nomor mesin, nomor rangka, tahun keluaran, tipe, ukuran mesin berapa CC dan yang lainnya. 

Lebih baik lagi bila nama di BPKB sama dengan nama di STNK dan atas nama debitur atau atas nama keluarga inti. Ini karena BPKB kendaraan akan diserahkan oleh pihak pembiayaan ke samsat untuk mengecek legalitas atau keabsahan. 

6. Besar plafon pinjaman menyesuaikan agunan BPKB dan tergantung LTV

Maksudnya adalah tidak semua BPKB baik BPKB mobil, bus, truk atau motor punya maksimal pinjaman yang sama meski tahun keluaran pabriknya sama. 

Sebagai contoh pinjaman Vario biasanya lebih besar dari Revo atau Beat padahal sama-sama pabrikasi Honda. Demikian juga Avanza dan mobil lain buatan Toyota meski umur unit sama.

Yang membuat beda salah satunya karena faktor LTV (Loan to Value) yakni perbandingan PH dengan PH maksimal dimana sangat tergantung dari tipe -tipe unit.

7. Umur unit kendaraan yang BPKB-nya diagunkan

Biasanya harga kendaraan bekas makin berumur makin turun harganya. Wajar karena ada faktor penyusutan dan selera pembeli yang cenderung menyukai model baru yang terus diproduksi pabrikasi. Dengan demikian ada batasan usia unit. 

Untuk motor umumnya tak lebih dari 8 tahun ke belakang, dan untuk mobil (termasuk pick up) masih bisa dibiayai selama umur kendaraan kurang dari 12 tahun.

Mungkin itu yang setidaknya harus dipertimbangkan. Jadi apabila memang demi biaya pendidikan anak, harus sekolahkan BPKB lagi, pastikan porto folio kredit tetap sehat sehingga nanti nanti kedepannya BPKB-nya bisa lanjut S2,S3 atau sampai PhD...meski anak sudah wisuda... hehe. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun