Analogikan NKRI ini seperti rumah sendiri. Ngga ada hujan ngga ada angin tiba-tiba seseorang dalam keluarga celetuk Papa mau kawin dengan mama muda dua tahun lagi.Â
Lalu anak -anak satu keluarga pada ribut menentang. Ada yang pro dan ada yang kontra.
Masing-masing dengan alasan dan argumentasinya Akhirnya berantem, rumah kayak kapal pecah. Persaudaraan ribut.Mama menangis, Papa diam seribu bahasa.Â
Gara-gara isu itu, berkurang level keharmonisan di rumah.Anak anak mulai timbul persepsi negatif sama Papanya.Â
Mau ngapain bahkan untuk hal yang dirasakan Papanya baik, tetap aja ada beberapa anak berpikir negatif.
Lalu ketika keluarga mulai retak, dimana orang yang melempar isu Papa mau kawin lagi? Menghilang, sembunyi, cuci tangan lalu EGP.Â
Padahal gara-gara melempar isu yang istilahnya sekedar cuman mau ngetes angin, berakibat satu keluarga ribut. Bayangkan bila keluarga itu adalah satu negara.Bakalan jadi bola panas yang menggelinding kesana kemari.Â
Karena ekosistem dalam tataran negara berisikan banyak kepentingan. Ada eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan masyarakat terpecah antara yang setuju dan tak sepaham. Seperti yang kita lihat dan baca sekarang di media.
Sebenarnya ini gara-gara siapa sih isu presiden tiga periode padahal jelas-jelas kontitusinya ada. Terus mereka dimana ketika melebar ke sana kemari?Â
Kasihan rakyat dibingungkan hanya karena ulah segelintir pihak yang cuma testing the wind. Lantas apa tujuan dan kepentingannya? Adakah agenda-agenda tertentu hingga muncul lontaran seperti itu?Â
Sangat disayangkan andai niatnya hanya mau ngetes ombaknya keras apa ngga, eh malah beresiko perahu yang berisikan banyak orang bisa tenggelam kemasukkan air.Â