Coretan dari warung kopi....
Mengulik laman berita soal demo mahasiswa hari ini 11 April 2022, ada informasi yang memgundang simpati.Â
Dr Ade Armando M.Sc atau yang biasa dikenal dengan panggilan Bang Ade Armando menjadi korban penganiayaan. Demikian yang terlihat di akun FB pada grup yang saya ikuti.Â
Miris. Saya bukan fans beliau. Juga bukan kalangan warga yang mungkin dalam tanda petik berseberangan dengan opini dan pandangan beliau terkait apa saja di negeri ini. Netral - netral aja golongan kaum warga yang pengen aman -aman bae.Â
Sebagai sesama warga apalagi di bulan penuh rahmat, rasanya cukup memilukan. Sengaja tak menampilkan foto kondisi babak belur beliau karena rasanya tak etis juga.Â
Mukanya bonyok, lebam beserta darah yang mengucur dari hidungnya menjadi bukti bahwa ada sejumlah orang yang melakukan itu. Siapa mereka dan apa motifnya kelak memjadi bahan pemeriksaan aparat.Â
Apakah mereka melakukan itu sebagai pelampiasan emosi pada sosok seorang Ade Armando atau kah mereka merasa Ade Armando mewakili pemerintah? Entahlah.Â
Tapi rasanya di sistem negara kita DPR adalah wakil rakyat dan DPR lah yang berdiri sebagai jembatan sesuai namanya Dewan Perwakilan Rakyat. Bukankah DPR yang harusnya lebih lancang berbicara atas nama rakyat.Â
Yang sedikit unik dan menarik adalah membaca postingan komentar sebagian besar pengguna FB yang seakan bahagia  dalam tanda kutip dengan penganiayaan yang dialami Ade Armando.Â
Lepas dari mereka berada di pihak mana dalam pandangannya terhadap pegiat sosial yang juga dosen di Universitas Indonesia ini, rasanya tindakan kekerasan seharusnya tidak dibenarkan.
Meski Ade Armando dijuluki oleh sebagian Netizen  buzzer pemerintah, yang namanya penyiksaan atas dasar melampiaskan kebencian pada seseorang, hanya mencederai nilai dan substansi dari tujuan demo.Â
Apa mungkin ada oknum-oknum yang membonceng  demo mahasiswa demi tujuan mereka, biarlah nanti polisi dan TNI yang mengusut.Â
Konon katanya Ade Armando hadir pada demo tersebut karena bersetuju dengan pandangan para mahasiswa yang tak menginginkan perpanjangan masa jabatan Pak Jokowi.Â
Padahal sebenarnya Bang Ade rasanya bisa juga mendukung lewat opini dan pandangannya via saluran Yutubnya tanpa harus turun ke lokasi.Â
Mantan wartawan majalah Prisma dan bekas Redaktur Koran Republika ini dalam beberapa tahun terakhir sempat menjadi kontroversi juga manakala mengutarakan pandangannya soal tidak ada perintah salat lima waktu dalam Alquran.Â
Tentu Indonesia sebagai negara yang mayoritas muslim, pandangan Ade Armando itu bisa menjadi polemik bagi para penganut. Apalagi kapasitas beliau yang bukan ahli agama.Â
Namun dalam ekosistem media seperti yang sekarang kita lihat, setiap orang bisa memaparkan pandangan di media sosial dengan atau tanpa latar belakang yang memadai. Filternya tetaplah di masyarakat.Â
Sejatinya Ade Armando dan pilihannya menyuarakan pemikirannya terkait apa saja di negara ini, entah itu dinilai mendukung pemerintah atau pun atas nama kelompok atau pribadi, rasanya termasuk kebebasan berekspresi yang dijamin undang-undang.
Publiklah yang akan menilai. Wajar bila ada yang berseberangan dan tak sepaham. Karena memaksakan semua orang sependapat itu tidaklah mungkin dalam sebuah sistem yang namanya demokrasi.
Pro dan kontra itu biasa. Namun bila ketidaksukaan itu akhirnya tak terkontrol dan melahirkan penganiayaan fisik pada seseorang, tentu ranahnya sudah berbeda.Â
Salam
Brader Yefta
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI