Apa mungkin ada oknum-oknum yang membonceng  demo mahasiswa demi tujuan mereka, biarlah nanti polisi dan TNI yang mengusut.Â
Konon katanya Ade Armando hadir pada demo tersebut karena bersetuju dengan pandangan para mahasiswa yang tak menginginkan perpanjangan masa jabatan Pak Jokowi.Â
Padahal sebenarnya Bang Ade rasanya bisa juga mendukung lewat opini dan pandangannya via saluran Yutubnya tanpa harus turun ke lokasi.Â
Mantan wartawan majalah Prisma dan bekas Redaktur Koran Republika ini dalam beberapa tahun terakhir sempat menjadi kontroversi juga manakala mengutarakan pandangannya soal tidak ada perintah salat lima waktu dalam Alquran.Â
Tentu Indonesia sebagai negara yang mayoritas muslim, pandangan Ade Armando itu bisa menjadi polemik bagi para penganut. Apalagi kapasitas beliau yang bukan ahli agama.Â
Namun dalam ekosistem media seperti yang sekarang kita lihat, setiap orang bisa memaparkan pandangan di media sosial dengan atau tanpa latar belakang yang memadai. Filternya tetaplah di masyarakat.Â
Sejatinya Ade Armando dan pilihannya menyuarakan pemikirannya terkait apa saja di negara ini, entah itu dinilai mendukung pemerintah atau pun atas nama kelompok atau pribadi, rasanya termasuk kebebasan berekspresi yang dijamin undang-undang.
Publiklah yang akan menilai. Wajar bila ada yang berseberangan dan tak sepaham. Karena memaksakan semua orang sependapat itu tidaklah mungkin dalam sebuah sistem yang namanya demokrasi.
Pro dan kontra itu biasa. Namun bila ketidaksukaan itu akhirnya tak terkontrol dan melahirkan penganiayaan fisik pada seseorang, tentu ranahnya sudah berbeda.Â
Salam
Brader Yefta