Di satu sisi oleh sebagian kaum beragama tegas menolak. Menganggap itu dosa ato musryk. Namun di sisi lain, ada warga kita yang menerima itu sebagai sebuah kesaktian yang dikaruniakan Sang Ilahi secara khusus pada orang-orang tertentu.Â
Irisan dari kedua pandangan ini adalah seperti yang dipahami contoh nasabah saya di atas. Tidak memihak salah satu tapi netral. Justru dengan kenetralannya menjadi mendua hati. Seperti meminjam judul film warkop, kiri kanan ok atau depan bisa belakang bisa.Â
Adanya tiga pola persepsi sosial masyarakat terkait klenik dan religius ini justru tumbuh subur dengan adanya peninggalan kepercayaan animisme dan dinamisme yang sudah dari sononya ada di bumi nusantara.Â
Sebagian berbalut kearifan lokal dan dilestarikan.Menjadi budaya yang bisa diterima dan awet dalam lintasan jaman. Sebagian lagi diubah jadi beraneka mitos, dongeng, legenda dan cerita rakyat hingga diangkat ke layar lebar dan serial di layar kaca.Â
Mengapa film dan tayangan -tayangan berbau horor, klenik dan mistis laris manis ditonton warga. Bisa jadi karena kedekatan dengan budaya dan pola pikir di masyarakat kita.Â
Fenomena pawang hujan seperti Mbak Rara dengan ritual khususnya dan kejujuran apa adanya pada media yang meliputnya di gelaran MotoGP 2022, bisa jadi adalah sebuah realita dari fakta yang sebenarnya di masyarakat kita.Â
Orang Indonesia percaya kuasa Tuhan semesta alam. Tapi orang Indonesia juga percaya kemampuan " orang pintar" dalam tanda petik. Itulah wajah Indonesia, ya wajah kita semua dalam dimensi sosial.Â
Menghujat Mbak Rara sama saja menghujat bangsa dalam dimensi sosial dengan budaya yang tumbuh di masyarakat.Â
Menerima apa yang dilakukan Mbak Rara rasanya sama saja mengijinkan kehadiran "orang pintar" tumbuh dan berkembang di Indonesia meski dibenci tapi dirindukan.Â
Inilah Indonesia yang " Indonesia".Â
Salam