Tulisan kelima Senja...Selasa Manis Jadul
Saat masih di sekolah dasar, ada satu lagu yel-yel yang masih teringat hingga sekarang. Itu lantaran jalan depan perumahan kami kerap dilalui lintasan para aparat TNI ato Polri yang masih berusia muda. Mereka berlari dalam barisan sembari bernyanyi dan berolahraga.Â
Ada banyak lagu pembakar semangat. Mungkin juga sebagai hiburan. Bernyanyi secara akapela. Dan satu lagu diantara sekian lagu itu tak sengaja bertema janda. Mungkin juga pembaca pernah mendengat ato mendendangkannya.Â
Gara-gara janda muda, gara-gara janda muda. Rumah tangga jadi rusak, rumah tangga jadi rusak.
Demikian liriknya. Dulu saat masih bocah, saya tak mengerti maknanya. Namun semakin beranjak remaja dan dewasa, pahamlah dengan realita yang ada.Â
Janda memang selalu menggoda. Apalagi janda kembang alias perempuan muda berparas cantik yang ditinggal meninggal sang suami atau berpisah oleh sebab perceraian. Bahkan tulisan di bak truk ekspedisi pun seakan menegaskan. Gadis memang menawan tapi janda semakin di depan. Hehe...
Ternyata realitas sosial dan persepsi masyarakat terkait janda sudah sejak jaman dulu. Paling tidak itulah yang angkat oleh Sutradara beken era 70 an dan 80 an Om Sjuman Djaya dalam film Kabut Sutra Ungu.Â
Film yang dibuat pada tahun 1979 bahkan pada saat generasi Z belum brojol ke dunia, hampir sama mirip dengan pola pikir generasi milenial  dan generasi Y di jaman sekarang terhadap seorang janda muda meski sudah memiliki anak.Â
Contoh paling nyata di dunia selebriti, ketika artis cantik Bunga Citra Lestari yang biasa dipanggil BCL ditinggal mati suaminya Asraf Sinclair setahun silam. Banyak netizen melabeli BCL sebagai janda kembang yang mahal.Â
Paras menawan, kulit putih, dan popularitasnya tentu banyak pria yang tertarik meski sudah beranak satu. Bahkan ada yang berharap berjodoh dengan sang duda vokalis Ariel Noah.Â
Dari dunia olahraga dalam negeri, ada Yolla Yuliana. Pebolavoli dengan body bak model dan paras cantik namun berstatus janda muda.  Yolla menjadi magnet bagi  penggemar voli Indonesia apalagi saat di arena dengan kostum yang serba terbuka.Â
Tentu ada banyak pria baik yang sudah beristri atau masih bujang mendekati para janda muda nan bening bening ini. Itulah yang diangkat dalam Film Kabut Sutra Ungu dari Novel Ike Soepomo.Â
Meencoba mengurai lika-liku bagaimana menjadi janda muda dan hidup di tengah kota besar. Bak dua sisi mata uang, seorang perempuan berstatus seperti ini harus menolak godaan para pria padahal janda juga perlu BPJS alias Butuh Pelukan Juga Sentuhan.Â
Dahaga lahir dan batin termasuk kebutuhan biologis adalah pergulatan sisi terdalam seorang janda yang kadang dipendam sendiri. Â
Bukan pilihan mudah antara jatuh dalam pelukan banyak pria yang tertarik demi alasan seksual atau alasan ekonomi, ataukah tetap menjaga martabat seorang ibu demi anak-anak dari mantan suami dan demi nama baik keluarga besar.Â
Tokoh utama dari film yang menjadi nominasi di Festival Film Indonesia tahun 1980 Ini adalah Miranti, seorang wanita muda beranak dua. Miranti yang diperankan Jenny Rachman muda saat itu masih berusia 20 tahun, terasa pas dengan wajah ayu khas indonesia dan dari suku Jawa keluarga menengah.
Suaminya seorang pilot muda di maskapai Garuda. Pasangan keluarga muda ini ibarat di jaman sekarang nenjadi cita-cita para jomblowan dan jomblowati.Â
Pengen punya istri cantik atau punya suami ganteng dengan materi yang mapan. Lihat saja rumah mereka dalam film ini yang sudah ada telepon rumah, kamar mandi dengan shower pancuran dan toilet duduk. Padahal ini tahun 1979 lho, Â tentu hanya untuk kalangan mampu alias kaya.Â
Lika-liku godaan dan tantangan menjadi janda kembang dialami Miranti manakala Hermanto suaminya (yang diperankan Roy Marten muda di usia 27 tahun saat itu), meninggal dalam kecelakaan pesawat tujuan ke Bandara Polonia Medan dari Jakarta.Â
Setelah masa berkabung, hidup harus terus berlanjut. Bukan untuk diratapi tapi mesti dihadapi. Seperti pesan ayahnya saat di pemakaman. Mungkin ini adalah pesan universal.Â
" Kuatkan hatimu Nak, sebab bencana dan keberuntungan itu sama-sama anugrah Tuhan"Â
Ternyata dalam perjalanan hidup janda muda ini, rentetan cobaan menghampiri dirinya lantaran status dirinya. Takdir memang tak bisa ditolak.Â
Tak ada yang mau menjadi janda ditinggal mati. Apalagi melahirkan anak kedua setelah sang suami berpulang. Berat memang hidup yang digariskan.Â
Gara-gara takdir ilahi sebagai janda muda nan cantik dengan 2 anak balita, Miranti dicemburui tetangganya seorang ibu pensiunan polisi yang kedapetan suaminya ngobrol dengan Miranti di Taman Suropati di Menteng. Ibu tersebut mendapat laporan dari seseorang yang melihat lalu memberitahukan padanya.
Sontak ibu tersebut pun marah besar dengan suaminya yang pulang ke rumah seusai jalan-jalan sore santai berolahraga. Suaminya malah kaget karena merasa hanya ngobrol biasa namanya juga tetanggaan. Tak ada niat apa-apa.Â
" Dasar janda gatal," demikian maki istrinya dengan suara lantang pada suaminya hingga di dengar tetangga kiri kanan komplek perumahan.Â
Tak sengaja si pembantu rumah tangga  keluarga Miranti yang melintas di depan rumah si pensiunan polisi itu pun mendengar.
Pulang ke rumah, si pembantu cerita ke orang tua Miranti. Dan akhirnya Miranti yang tak tau apa-apa pun diinterogasi oleh Ibu dan Bapaknya dikira Miranti selingkuh dengan Pak Imam, sehingga istrinya cemburu dan marah besar.Â
Orang tuanya meminta Miranti jaga diri, jangan sok akrab sama suami orang atau laki-laki di luar sana karena statusnya sebagai janda muda..
Miranti bingung, apa yang salah dengan status janda muda? Dia tidak meminta. Dia juga tidak berharap mengapa secepat itu Tuhan memanggil suaminya di usia muda sehingga takdir sebagai janda dilabeli atas dirinya.
Apa yang salah dengan janda? Serba salah memang. Ngobrol dengan suami orang dicemburui dikira menggoda. Terlalu akrab dibilang genit. Sesempit itukah pikiran orang di luar sana.
Belum lagi mata-mata laki-laki nakal yang melihat dari ujung kepala sampai ujung kaki, terutama pada area-area tertentu di tubuhnya yang kerap tidak disadari oleh dirinya.Â
Ada yang terang-terangan meminta jadi istri kedua. Sang kakak yang bernama Hari (diperankan oleh El Manik) karena sayangnya sama si adik berharap agar tidak terus hidup sendiri. Dia berusaha menjodohkan dengan sahabat-sahabatnya sesama dokter muda.Â
Ada pula barisan para bujang yang dulu naksir dirinya namun ditolak karena pilihan pada mantan suaminya yang pilot itu.Â
Kini pria-pria yang dulu kalah saing dengan pilihan hatinya datang dan berniat menikahi Miranti. Mereka layaknya menggenapi ungkapan ' Kutunggu Jandamu". Dan kini Miranti sudah janda. Saatnya mereka gas tipis-tipis dengan beraneka modus.Â
Ini film bagus. Meski karya lama namun realitas dengan budaya di masyarakat hingga jaman sekarang. Persepsi soal janda hingga pelesetan dan sindiran lewat lisan dan tulisan seakan jadi bahan yang ngga ada habisnya dalam relasi sosial.Â
Tak mudah menjadi janda. Sama tak mudahnya menjadi anak yang dibesarkan seorang janda. Berjuang melanjutkan hidup seorang diri dengan beban tanggungan.Â
Mau nikah lagi salah. Banyak pertimbangan. Ngga nikah juga ada konsekuensinya. Sendiri menanggung kebutuhan ekonomi dan kebutuhan emosiinal si anak.Â
Belum lagi kebutuhan biologis yang kadang muncul setelah lama ditinggal suami. Banyak janda menyerah demi mengisi kebutuhan jiwa nanun ada juga yang mampu meredam dan terus bertahan. Seperti itulah semua warna-warni kisah dan dilemanya yang dikemas dalam film di bawah ini.Â
Buat para janda muda, tetap semangat ya...Buat para duren sawit alias duda keren sarang duit, semoga ada film indo yang dibuat khusus buat kalian dengan segala lika-likunya. Saya belum nemu soalnya...hehe.
Salam Senja...Selasa manis jadul.Â
Brader Yefta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H