Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Pengalaman Ditabrak, Jadi Takut Nggak Pakai Helm

15 Desember 2021   19:03 Diperbarui: 16 Desember 2021   03:22 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Just Sharing....

Kemarin malam, salah satu keponakan di provinsi lain mengabarkan bahwa sedang menghadiri ibadah tutup peti. Ini adalah sebutan lain dari ibadah pemakaman orang yang meninggal.

Ketika saya tanyakan siapa yang berpulang, dia menyebut nama seseorang, anak dari tetangga sebelah rumah. Kemudian telepon saya putuskan. Tak ingin mengganggu khusuknya ibadah dengan banyak pertanyaan. 

Lewat chat WhatsApp ditambah beberapa foto yang diposting, ternyata meninggal karena tabrakan. Pada salah satu foto, terlihat noda darah yang mengering dari kepala hingga wajah. 

Sayang sekali adik laki-laki itu. Sebut saja namanya Diego. Masih muda usianya belum 30 tahun. Saya yang kebetulan kenal Papanya dengan panggilan Om Leo, bisa merasakan sedihnya kehilangan anak laki-laki. 

Faktor penyebab meninggal adik terkasih di atas karena tidak memakai helm. Sebelum insiden kecelakaan yang menewaskan dirinya, bersama teman-temannya mereka menjajal lintasan ring road. 

Apakah itu gadai nyawa? Bisa saja disebut demikian. Sudah tau mengendarai motor di jalan, malah mengabaikan pentup kepala. 

Hei anak muda Indonesia, woi milenial tanah air, jangan obral nyawa lewat kepala. 

Saya pernah alami ditabrak di jalan. Kejadiannya di 2014 silam. Dengan sepeda motor hendak menuju ke rumah nasabah, tiba-tiba...BRAKK! Terguling-guling di aspal. Motor ke mana, saya ke mana. Saya ngga sadar. Yang terekam di otak seperti jatuh ke jurang. Gelap. Saya bamgun ketika seseorang memapah tubuh saya. 

Jaket sobek, celana juga sobek. Kemeja seragam saya ada bercak darah. Itu darah dari tangan dan bibir. Ada robek di bibir bawah dan saya menyekanya dengan kemeja kantor. Perut tergores aspal. Demikian juga kaki mulai paha sampai betis. 

Apa yang menyelamatkan saya dari kemungkinan yang lebih fatal di lintasan luar kota itu?

Ya...Anda benar, helm teropong SNI warna hitam yang masih terikat kuat ikatannya di bawah leher saya. Itu melindungi kepala. 

Kesadaran saya masih normal meski kaca helm itu pecah dan lepas. Itu yang bikin bibir sobek karena tergeret di aspal. Tapi kepala, terutama tempurung otak bagian belakang, terlindungi oleh bantalan helm. 

Meski kondisi motor sedikit rusak, namun bisa di starter dan jalan. Di jam 3 sore saat kejadian di jalanan luar kota itu, saya kemudian bertanya pada warga di mana klinik terdekat dan kemudian bergegas ke sana. 

Itu kecelakaan paling parah akibat ditabrak hewan. Kalau binatang penyebabnya, mau nuntut ke siapa. Ditabrak hewan yang tiba- tiba melintas dari samping jalan, risikonya sama fatalnya dengan ditabrak kendaraan. 

Kata teman saya yang kebetulan dokter di sebuah Rumah Sakit daerah, gunanya helm menghindari resiko CKB bila terpental di jalan. 

CKB itu apa sih? Kepanjangannya adalah Cedera Kepala Berat. Pembaca bisa browsing di internet ya untuk lebih detilnya.

Menurut Dokter Ahmad, sebut saja begitu nama teman saya yang kini lagi melanjutkan spesialisnya, gejala CKB yang terjadi pada korban kecelakan di jalan adalah keluarnya darah dari telinga dan hidung.

Meski anggota tubuh lain tak terlhat adanya luka, memar ato berdarah, namun cedera pada kepala sangatlah berbahaya. Korban CKB akan mengigau dan tak sadarkan diri karena psndarahan di otak dan tempurung belakang. 

Harus secepatnya di tolong dan dibawa ke rumah sakit. Karena bila patah kaki, tangan atau tukang rusuk, masih dapat di gips atau dioperasi untuk pemasangan pen meski korban tak sadarkan diri.

Namun pada CKB, kesadaran hilang dan korban bisa kejang-kejang dimana darah terus mengalir lewat telinga dan hidung. 

Sahabat saya Dokter Ahmad itu menjelaskan demikian karena saya menceritakan pengalaman saat kuliah dulu menolong teman mahasiswa kecelakaan dengan kondisi CKB dan akhirnya meninggal.

Pengalaman itu pernah saya tuliskan juga di Kompasiana, seperti di bawah ini. 

"3 Tipe Respon Orang Melihat Kecelakaan di Jalan Raya dan Penanganan Lintas Sektoral" 

Saking pentingnya helm dan fungsinya saat berkendara, di tahun 2019 lalu Institusi Polri menggelar secara road show di seluruh Indonesia dengan event Milenials Road Safety. 

Ketika acara tersebut di gelar di daerah, saya pun sempat mewawancarai langsung Bapak Kapolres terkait tujuan dan sasaran. 

Wawancara dan liputan tersebut selain untuk kepentingan publikasi di kantor pusat terkait event nasional di daerah, juga saya sempat tuliskan di Kompasiana. 

"Millennial Road Safety di Sumbawa, Upaya Polri Meredam Kecelakaan"

Kepedulian dan sosialisasi itu didasari karena angka kecelakaan oleh pelaku dan korban yang usianya produktif dan milenial sangatlah besar di Indonesia.

Adek Diego yang meninggal pada kisah nyata di awal tulisan ini seakan melengkapi sudah berapa banyak nyawa anak muda Indonesia melayang karena resiko kecelakaan. Bisa jadi mereka ditabrak ato menabrak. Bisa juga kesalahan sendiri. 

Betapa banyak cowok ato cewek berusia muda dan produktif yang tak mengenakan helm saat berkendara, ato memakai helm non SNI demi mode dan trend namun mengesampingkan aspek keselanatan. 

Itu di luar perilaku tak terpuji saat berkendara seperti sambil bermain HP dan melaju dengan kecepatan tinggi, seperti yang dialami korban artis Vanesa Angel dan suaminya akibat ulah sopir pribadi mereka yang berusia 20 an tahun itu. 

Karena pengguna sepeda motor jauh lebih banyak dari pemilik mobil, ada baiknya tak abai mengenakan helm. Jangan lupa mengikat dengan kencang dan rapat agar tak terpental ketika jatuh. 

Sudah banyak korban di jalanan menjadi contoh betapa pentingnya penutup kepala seharga 300 ribuan itu. Yukk mulai dari diri sendiri. Bentengi diri selain dengan surat kendaraan, jangan lupa perlengkapan keselamatan berkendara. 

Baca juga: "Mendeteksi Aroma Pencucian Uang lewat Pengajuan Kredit"

Salam, 

Brader Yefta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun