Just Sharing....
Kurang lebih sebulan yang lalu, saya nonton film lawas Indonesia yang judulnya Cintaku di Kampus Biru (disingkat CDKB).Â
Ini film tahun 70 an yang cukup fenomenal di generasi orang tua kita yang mungkin sudah Opa Oma saat ini. Â
Jadi bicara soal permendikbudristek PPKS, mungkin di jaman dulu belum ada aturan semacam ini.Â
Itu mungkin alasannya film tersebut bisa dibuat dan lolos  sensor, meski ada adegan mesra di dalamnya antara sang mahasiswa cowok dengan ibu dosen berparas cantik .Â
Apakah itu bisa dibilang pelecehan seksual ketika seorang cowok berandal kampus yang bikin sakit hati  banyak cewek kampus, kemudian saling sentuh dengan seorang dosen wanita, sebagai korban berikutnya?Â
Entahlah...Sepanjang durasi film tersebut, saya melihat endingnya ada unsur suka sama suka hingga cipika cipiki dan saling merangkul antara si dosen dengan playboy kampus.Â
Apakah kisah semacam ini ada di dekade mahasiswa jaman sekarang? Andai ada, apakah dikatagorikan pelecehan seksual berdasarkan permendikbudristek nomor 30 ini? Silahkan menyimpulkan sendiri.Â
Sekalipun ada juga kisah asmara semacam di film ini, antara anak didik yang cowok dengan pendidiknya yang wanita, biasanya tak banyak terungkap. Jarang juga di "speak up" sebagai pelecehan.Â
Realitanya dalam kehidupan kampus, ada saja dosen perempuan yang masih muda, cantik, matang, cerdas dan yupp...masih single bos. Mungkin saja mereka incaran dan khayalan para mahasiswa cowok. Bisa terjadi mirip - mirip seperti alur di film tersebut.Â
Namun lain hal nya, bila tindakan itu dilakukan seorang dosen pria atau guru laki- laki pada anak didiknya yang seorang perempuan dengan label pelecehan.Â
Banyak penelitian menyatakan secara alami wanita lemah di sentuhan fisik. Hal yang kadang tak dipahami banyak pria nakal sehingga dengan begitu ringan tangannya mencolek pipi atau maaf, bokong perempuan.
Banyak tindak dan kasus pelecehan oleh pendidik pria berawal dari sentuhan sentuhan yang mungkin bermakna erotis pada tubuh siswa atau mahasiswa cewek.Â
Sebagian korban yang merasa tak nyaman dan trauma dengan perilaku demikian, akhirnya speak up di media sosial atau curhat ke seseorang. Hasilnya, oknum pelaku tersebut dikenai sanksi jabatan hingga sanksi pidana.
Berkebalikan dengan speak up, ada juga yang "smack down". Berguling - guling dan tak mau lepas. Apalagj bila sang dosen cowok tersebut tipikal banget si mahasiswa cewek.Â
Bisa diam - diam menjalin asmara antara pendidik dan anak didik, hingga melebar dari cuman bimbingan skripsi berujung dibimbing di ranjang. Meski kalimat ini sedikit vulgar, tapi realitanya memang ada.Â
Permendibudristek PPKS nomor 30 tahun 2021 dimaksudkan untuk membatasi dan mencegah terjadinya pelecehan seksual di institusi pendidikan.Â
Bila perzinahan itu adalah hilirnya, pelecehan seksual adalah hulu yang mesti di treatment, agar tak mengalir ke hilir.Â
Sejatinya kampus atau sekolah, tak hanya tempat menimba ilmu tapi juga tempat transfer budi pekerti dan moral. Demikian juga oknum pelaku yang diproses, bukan berarti menyamaratakan bahwa yang lain juga demikian.Â
Penting bagi pendidik untuk menjaga amanah sebagai pagar bangsa. Demikian juga para siswa atau mahasiswa menjaga adab dan perilaku dari godaan pelecehan, bahkan perzinahan, termasuk dengan sesama pelajar ato mahasiswa.
Fenomena saat ini cukup miris dan menyedihkan juga. Tak sedikit anak didik yang kebablasan.Â
Mereka mungkin menghindari pelecehan seksual di kampus ato sekolah, tapi diam diam kumpul kebo, seks bebas dan VCS (Video Call Sex) secara sembunyi di kamar.Â
Tanpa sepengetahuan keluarga, wali kelas, atau Pembimbing Akademiknya. Itu adalah fakta yang cukup memilukan. Coba aja meriset dan melakukan polling pada kota - kota dimana banyak mahasiswa merantau demi gelar.Â
Tubuhmu dan tubuh saya, atau tubuh siapapun, ada dalam kontrol dan kekuasaan pribadi masing- masing.Â
Dimanapun berada dan dengan siapa berada,terhadap godaan, Â setiap orang punya potensi untuk menjauh atau untuk mendekat.Â
Meminjam perumpamaan pagar makan tanaman, apakah mau jadi pagar yang sadar untuk apa diamanahi sebagai pagar, atau sebagai tanaman yang jangankan dimakan pagar, digoda pun ngga rela klepak- klepek.Â
Sayangnya kelemahan manusia adalah, hari ini kuat belum tentu besok tegar. Akibatnya bisa saja di kemudian hari ada saja pelaku yang baru dan korban yang lain menghiasi kanal berita dan tayangan di media.Â
Lalu kita melongo dan bertanya- tanya. Kok bisa? Bagaimana bisa terjadi? Dimana itu? Separah itu kah? Dan banyak tanya yang lain...
Bila memang demikian, tidaklah salah bila kementerian yang membawahi institusi pendidikan mengeluarkan regulasi demi tujuan preventif.Â
Penerapannya seperti apa, tentu terikat pada poin- poin di peraturan tersebut. Dan jangan lupa, sebuah peraturan kementerian selalu terkait dengan regulasi lain dalam memilah dan menilai sebuah kasus.Â
Salam,Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI