"Kamu pergi sendiri, ketemu Pa Wira (sebut saja begitu namanya), bilang saya mahasiswa ngekost di rumah Pak Tegi (nama samaran), agar bisa dikenal sama beliau, " demikian saran Bapak dan Ibu.Â
Tahun segitu belum e-KTP. Jadi masih model lama termasuk surat KK juga. Singkat cerita, setelah kenal dan mengkonfirmasi kehadiran, ternyata ketua RT banyak membantu.Â
Ketika ingin bikin KTP karena umur 19 tahun waktu itu belum punya meski sudah kuliah keluar propinsi, Ketua RT memberitahu caranya.Â
Saya diminta membuat surat pengantar pindah dari kantor camat di daerah asal. Dengan bantuan orangtua di sana, kemudian mengirimkan ke saya lewat pos lalu membawa kembali ke ketua RT. Kemudian beliau bikin pengantar untuk dibawa ke kantor camat. Dua minggu kemudian sudah jadi KTPnya.Â
Dengan KTP tersebut, akhirnya sudah juga masuk ke KK Bapak dan Ibu pemilik kos dengan status anak kos alias keluarga lain.Â
Kemudian dari KTP tersebut bisa bikin SIM dan sejumlah kemudahan urusan lain di daerah perantauan.Â
Pada saat selesai pendidikan, bila sudah berpindah tempat tinggal tapi masih dalam satu provinsi, tinggal lapor aja.Â
Mungkin salah satu yang mempermudah adalah ngga suka pindah-pindah kosan atau kontrakkan. Saat itu di sana selama hampir 4 tahun.Â
Kalau misalnya, para perantau yang suka gonta ganti kontrakkan, 3 bulan di sini, lalu ngga betah pindah lagi 5 bulan di tempat lain, kemudian buat masalah ato ngga sreg dengan pemilik di kosan itu, lalu cari yang lain lagi, bisa jadi sulit ya.Â
Kedua, Waktu pindah tugas ke luar provinsi
Saya yang inisiatif tanya ke pemilik kontrakkan dimana rumah Pak RT dan namanya siapa. Kemudian berkunjung dengan membawa copy KK (Kartu Keluarga) dan e-KTP dan memberitahukan bahwa saya ngontrak di rumah salah satu warganya.Â