Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dua Sisi Ibu Menteri Risma di Balik Kemarahannya, Sebuah Coretan Ringan dari Warung Kopi

15 Juli 2021   17:22 Diperbarui: 15 Juli 2021   22:46 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah enak jadi ASN, meski pandemik masih bisa tetap terima gaji terima tunjangan, mbok ya kerja. Jangan santai. Kasihan rakyat yang mungkin hidup mereka tak sebaik para ASN. 

Ada pesan mendidik yang tersirat dalam teguran beliau. Meski sakit di hati, panas di telinga, malu di dengar, tapi tujuannya baik. 

Sejatinya tak ada teguran yang membahagiakan. Karena banyak orang lebih suka dipuji daripada ditegur. 

Bekerja jauh dari keluarga, dengan biaya hidup yang jauh lebih mahal di kawasan Indonesia Timur, rasa-rasanya itu tak nyaman bagi dirinya dan keluarganya. 

Bayangkan gaji di satu Propinsi yang biasanya 5 juta itu sudah cukup,lalu di pindahkan ke daerah yang gaji 8 juta baru rasanya cukup. Tentu ini tekanan batin. 

Belum tentu pasangan dan anak--anaknya mau ikutan pindah. Bila sudah begitu, akan ada 2 dapur yang terus ngebul. Dapur di daerah penugasan dan dapur di keluarga berdomisili. 

Sisi kedua yang tak kalah menarik, adalah pilihan kata Papua dalam teguran Bu Risma. Entah sadar atau tak sadar, kita bukanlah Tuhan yang bisa menebak-nebak apa makna dibaliknya. 

Andai kalimat "dipindahkan ke Papua" itu diganti dengan "dipindahkan ke NTT atau dipindahkan ke NTB" akankah itu bisa diterima oleh warga di sana? Apakah akan menimbulkan persepsi yang sama ? 

Well...sejatinya perbandingan dengan membandingkan antar kabupaten dan propinsi di tanah air, dalam hal-hal tertentu, memang bisa memicu konflik sosial. 

Dalam perpektif urban, warga yang berdomisili di pusat kota, merasa lebih "maju dan modern" dibanding mereka yang berasal dari desa. Padahal banyak warga desa yang lebih kaya secara aset dan harta, namun memilih lebih baik tinggal di desa dan membangun kampungnya. 

Insightnya mungkin adalah, kehati-hatian menggunakan perbandingan dalam teguran atau pujian. Ini tak hanya buat seorang pejabat pemerintah atau publik figur, tapi juga sebagai warga kebanyakkan. 

Dalamnya laut dapat diduga, dalam hati tak ada yang tahu. 

Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun