Yang dilakukan adalah belajar bersama, saling meminjamkan buku, buat kartu anggota di perpustakaan daerah (padahal lumayan jauh jaraknya dari sekolah kami juga rumah kami).Â
Butuh 30 menit menumpang kendaraan. Demi niat bisa meminjam buku gratis tuk bahan pelajaran.Â
Ternyata malah jadi lebih sering meminjam serial majalah populer di tahun segitu seperti Tintin yang berseri -seri, Trio Detektif, Lupus nya Hilman, hingga serial Wiro Sableng.. Haha..lucu kalo diingat-ingat.Â
Mana minjam nya dibatasi cuman 2 buku, jadi sepakat kami.Â
Saya pinjam satu buku pelajaran dan satu buku Trio Detektif, Rais pinjam pinjam serial Tintin, Edwin pinjam Lupus, dan yang lain juga serupa caranya.Â
Di tahun segitu, ngga ada penerimaan pake sistem zonasi seperti sekarang. Ukurannya cuma NEM (Nilai Ebtanas Murni) sehingga kami bertekad bisa mencapai standar NEM minimal agar dapat ketrima di SMA paling favorit di daerah.Â
Dan akhirnya tercapai...Cuman Sigit, setelah tamat SMP, akhirnya mengikuti tugas orang tuanya, pindah ke propinsi lain dan melanjutkan SMA nya di sana.Â
Saat di SMA, ketika pembagian jurusan, Adolf dan Roni kepilih ke jurusan IPS. Saya, Edwin dan Rais ke jurusan IPA. Kami tetap bersahabat hingga tamat sekolah.Â
Roni melanjutkan ke Universitas Trisakti di Jakarta. Saat sudah kuliah di Bali, saya sempat bertemu dengannya dalam sebuah acara kampus di Ibu kota.Â
Rais ke fakultas teknik di sebuah universitas di luar propinsi. Adolf melanjukan ke perguruan tinggi lokal.Â
Sigit kabarnya sudah mengikuti jejak orang tuanya menjadi salah satu anggota TNI.Â