Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Harga Kendaraan Tinggi, Kok Pinjaman Cuma Dikasih Segitu?

16 Februari 2021   20:14 Diperbarui: 17 Februari 2021   08:44 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Just Sharing....

Pertanyaan yang tersirat pada judul tulisan di atas, umumnya dilontarkan sebagian nasabah. Sudah beli kes atau kredit kendaraan dan berjuang melunasi hingga BPKB sudah di tangan, eh mau diajukan sebagai agunan pinjaman multiguna, kok malah jatuhnya lebih rendah. 

Makna kata rendah adalah bila nasabah membandingkan dengan total uang yang telah dikeluarkan mulai dari mulai DP pertama hingga cicilan terakhir selama sekian tahun 

Sebenarnya wajar bila itu jadi keluhan. Pertama mungkin nasabah tak bekerja di showroom kendaraan atau bekerja di perusahaan yang membiayai kredit kendaraan roda 2 atau roda 4, sehingga tak tahu macam mana struktur kreditnya. Kedua, seandainya pun nasabah memahami sedikit, namun kebijakan dan aturan bisa cenderung berubah sewaktu-waktu. 

Tulisan ini hanyalah sekedar edukasi, bagi calon nasabah atau pun masyarakat awam, soal apa saja yang mempengaruhi perbedaan besaran plafon kredit dari sebuah unit kendaraan yang dimiliki nasabah dengan BPKB yang hendak 'disekolahkan' oleh pemiliknya.

Hampir semua lembaga pembiayaan, termasuk perbankan yang melayani pembiayaan multiguna, menerapkan acuan yang hampir seragam. Apa saja kira-kira penyebabnya? Ini dia : 

1. Apakah kendaraan tersebut laris di pasaran atau tidak? 

Bila seorang calon nasabah datang dan membawa BPKB tiga sepeda motor tahun 2019 miliknya, yakni Honda Revo, Honda Beat CW dan Honda Vario, sudah pasti plafon kredit Vario akan lebih besar dibanding Revo atau Beat. Meski sama -sama satu merek dan sama umur unit. 

Bagaimana bila beda merek nya ? Taruhlah motor Mio yang dikeluarkan oleh Yamaha dan Motor Vario yang diproduksi oleh Honda. Hampir selalu maksimal kredit multiguna dengan agunan BPKB Vario yang ditawarkan lebih besar dari Mio J atau Mio CW, meski keduanya keluaran tahun yang sama. 

Alasannya sudah pasti bisa ditebak. Ukuran kelarisan melihat pada seberapa banyak masyarakat kita menggunakan merek dan jenis kendaraan tersebut di masyarakat. 

Meski ukuran ini kadang tak sebagai patokan karena karakter warga di masing-masing kota atau kabupaten di tanah air kadang punya preferensi tertentu pada satu merek dan tipe, namun secara nasional harus diakui bahwa ada tipe -tipe tertentu yang mendominasi.

Dengan sendirinya, ini akan jadi acuan bagi petinggi dan manajemen di pusat, tuk menuangkan dalam kebijakan kredit yang kelak digunakan kantor perwakilannya di daerah manakala memperlakukan nominal plafon pada unit dan agunan kendaraan. 

Di atas itu, contoh roda dua, bagaimana dengan roda 4 atau pick up bahkan truk? Hampir sama. Biasanya ada kelompok kendaraan kriteria A, kriteria B, kriteria C dan seterusnya. 

Penggolongan seperti ini, biasanya ditentukan oleh divisi risk di kantor pusat. Kantor di daerah akan memakai parameter ini ketika sebuah pengajuan kredit masuk. 

Sebagai contoh misalnya mobil semacam Avanza atau Xenia, yang biasanya disebut mobil sejuta umat di Indonesia atau Ertiganya Suzuki, cenderung akan diberi pinjaman lebih besar di banding mobil Luxio nya Daihatsu atau Escudo nya Suzuki. 

Tuk kendaraan komersial, L 300 lebih tinggi dibandingkan dengan seri pick up Grand Max PU. Truk FE Series yang dikeluarkan Mitsubishi cenderung lebih tinggi dari Toyota Dina. 

Pertanyaannya kemudian, memang seberapa besar sih selisihnya? Sederhananya pada katagori A maksimal 85%, katagori B bisa 80%. Perbedaan sebesar 5 persen itu bisa saja akan jomplang sekian juta antar kedua unit. 

2. Harga unit baru atau bekas, baik di dealer atau pun di pasaran. 

Makin besar harganya, sudah pasti plafon kreditnya juga makin besar. Namun ini juga bukan satu-satunya acuan karena ada parameter lain. Simpelnya biasanya maksimal kredit itu 85%. 

Di masa pandemi ini, seiring ketatnya lembaga jasa keuangan mengeluarkan anggaran pembiayaan multiguna, bisa jadi taksiran paling atas cuman 80 persen atau 70 persen. 

Misalnya harga unit Avanza 100 juta tahun 2012, maksimal pinjaman 70 persen bisa jadi cairnya 70 atau di bawahnya . Kok tak 70 juta? Beda-beda Kakak. Ada lembaga pembiayaan memasukkan sebagai ADDB yang kepanjangannya Angsuran dibayar di belakang. Tapi ada juga yang menerapkan ADDM alias angsuran dibayar di muka. 

Kedua cara ini bisa bikin maksimal cairnya beda. Selain itu biaya admin dan biaya asuransi kendaraan juga berpengaruh. Mau pakai asuransi TLO atau komprehensif, juga maksimal ditransfer bisa tak sama.

3. Seberapa besar probabilitas unit itu terjual atau diminati pembeli, andai ketarik dan dilelang. 

Ini ranahnya divisi kredit, yang hampir sebagian besar pegawai di bagian marketing atau pemasaran seperti AO atau CO (Credit Officer), kadang tak memikirkan sampai sejauh itu. 

Wajar memang karena risiko macet selalu ada, dan menjadi pertimbangan pada Divisi Risk yang menganalisis risiko. Di Pegadaian ada lelang barang, di lembaga pembiayaan ada lelang kendaraan. Pernah memperhatikan berapa harga -harga lelangnya dan apa saja yang banyak diburu orang?

Inilah menyebabkan mengapa kadang maksimal pinjaman bisa tak besar. Mengantisipasi kemungkinan mengalir ke sana. Udahannya yang bisa 80 % maksimal bisa turun jadi 65%. Paling tidak total loss pokok hutang tak besar amat. Harapannya terjual cepat sehingga mengganti sedikit profit yang hilang. 

4. Faktor latar belakang calon nasabah.

Sekalipun itu unit golongan A, harganya tinggi di pasaran, seandainya ditarik bila dijual kembali banyak orang yang mau beli, tak menjamin juga akan diberikan pinjaman maksimal. 

Pertimbangannya bisa saja kapasitas dan kondisi ekonomi nasabah tersebut dirasa berisiko seandainya diberi pinjaman gede karena angsuran akan lebih besar juga. 

Bisa saja waktu memiliki unit yang harganya mahal itu sekian tahun lalu, saat bangunan finansial nasabah masih kokoh dan stabil. Mampu membeli secara tunai atau mengangsur kreditnya dengan nominal cicilan yang besar. 

Namun setelah sekian tahun dengan kondisi ekonomi yang tak semaksimal dulu di hari sekarang, tentu jadi pertimbangan juga.

5. Kondisi perekonomian di suatu negara. 

Dalam analisa kelayakan kredit menganut Prinsip 5C. Ada satu faktor C penting yaitu Condition, yakni kondisi suatu negara pada saat tertentu dan di masa tertentu, sangat mempengaruhi kebijakan di internal lembaga jasa pembiayaan. Dampak yang dirasakan sejak pandemi bergulir melanda negeri, hingga kini saringan persetujuan kredit menjadi lebih sempit dan terseleksi. 

Lembaga pembiayaan semakin sedikit mengucurkan dana dalam plafon yang tak besar -besar amat. Pertimbangan karena aliran dana yang dikelola juga menipis, namun di satu sisi ingin lembaganya tetap hidup sehingga harus tetap membiayai portfolio. 

Itu pun tetap was-was agar pandemi tak berlanjut lebih lama sehingga pengembalian bunga plus pokok lewat kelancaran angsuran, tetap bisa berputar. 

Apa yang bisa dimengerti oleh masyarakat? 

Memahami sejumlah penyebab di atas, bisa jadi ada warga yang berniat ajukan kredit, malah merasa tak bisa meminjam banyak. Tak sedikit yang mengalami kok makin susah dan ribet ya di situasi sekarang, perlu dokumen ini dokumen itu sebagai persyaratan. Padahal dana tersebut akan dikelola sebagai modal di masa pandemi. 

Belum lagi aturan pembatasan umur kendaraan yang BPKB nya bisa dijaminkan. Misalnya sebelumnya tahun 2013 ke bawah bisa, sekarang malah tak diterima lagi. Sebagian finance atau lembaga pembiayaan, malah sementara tak menerima dulu katagori kendaraan truk yang justru menyulitkan para pemilik kendaraan ini manakala memerlukan dana. 

Well...apa yang dijelaskan di atas, mungkin melatarbelakangi mengapa sejumlah keribetan bisa melanda mereka yang berniat menyekolahkan agunannya atau kepingin top up pinjaman atau istilahnya mau dikompensasi. 

Di satu sisi, warga juga perlu mengerti, bahwa keterbatasan -keterbatasan akibat kebijakan internal di lembaga pembiayaan, juga turut meningkatkan beban pencapaian target yang dibebankan manajemen pada masing-masing divisi. Tekanan mental hingga emosi yang tak stabil bisa berpotensi menimpa pekerja di sektor pembiayaan. 

Intinya, baik yang hendak mengajukan kredit, maupun yang memberi kredit, sama -sama terdampak. Semoga tulisan ini bisa mengedukasi sehingga sedikit memberi pemahaman. 

Semoga pandemi ini bisa segera berakhir, doa kita bersama. 

Salam, 

21.00 WITA, 16 Februari 2021. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun