Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kwetiau Goreng dan Naik Kereta Api Zaman Dulu, Kenangan Jelang Imlek di Belantara Jakarta

12 Februari 2021   19:11 Diperbarui: 13 Februari 2021   07:34 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Kolase Foto: Sajian Sedap dan instagram/@SovietFoxtrod

Turun di Surabaya,mandi dulu di toilet stasiun. Setelah ke peron tuk tunjukkan tiket. Kami naik KA Gaya Baru Malam Utara sekitaran pukul 7 malam tujuan Stasiun Senen  Jakarta.

Di jaman itu, seluruh gerbongnya adalah kelas ekonomi. Saya yang baru sekali naik penumpang, cuma terkaget -kaget melihat pemandangan saat pemberangkatan. Tak seperti pagi hari tadi naik di Banyuwangi, naik di Gubeng serasa angkutan desa. 

Bagaimana penumpang bisa menerobos masuk lewat kaca, bahkan hingga duduk di atap kereta. Kursi tempat bagian saya dan Alvin pun kiri kanan depan belakang dan sampingnya sudah sesak oleh orang lain. Beruntung bisa duduk cuman sudah rileks dan nyaman. 

Mau ke toilet, eh sudah ada yang duduk atau tidur di sana. Kebayang dah kayak gimana. jendela di samping tempat kami duduk pun retak. Alhasil bila hujan akan menerobos masuk. 

Syukurnya gerbong kami masih menyala lampunya. Itu membantu karena perjalanan malam hari hingga tiba paginya. Namun ada lagi gerbong yang mati lampunya. Kebayang dah...hehe. 

"Nasi....nasi...pecel lele, kerupuk, kopi, teh....," suara orang jualan selalu saja ada melintas dari gerbong ke gerbong. 

Makin malam makin rame. Penjualnya beraneka ragam usianya. Tua muda anak kecil orang dewasa. Belum lagi orang ngamen. Mulai dari yang normal sampai waria. Ya Tuhan...ini kereta api apa pasar, kataku dalam hati. Hehe. Itu sudah tak ada jalan buat lewat, gimana mereka bisa tetap melintas. 

Mukaku yang sudah aslinya coklat kehitaman tambah legam oleh keringat dan panas di dalam gerbong. Alvin sudah tidur posisi duduk. Saya membayangkan kalo sebuah keluarga dengan anak kecil naik dalam perjalanan dengan kondisi seperti ini. Apa mereka nyaman? Atau karena tak ada pilihan lain di jaman itu, jadi berdamai sajalah. 

Sekian jam kemudian singgah di Stasiun Semarang. Lumayan lama berhentinya. Bisa ke kamar kecil, makan, atau cuci muka dulu. Satu jam kemudian berangkat lagi. 

Dari Semarang ke Jakarta, kadang kereta mesti berhenti cukup lama di lintasan rel tuk memberi kesempatan kereta Eksekutif melaju duluan. Ternyata harga sebanding sama pelayanan. Mau cepat dan nyaman, mesti bayar lebih. 

Perjalanan ngeri -ngeri sedap dalam gerbong akhirnya tiba pukul 12 siang. Saya cuman berkata dalam hati : Ini yang namanya Jakarta. Mumpung bawa kamera otomatis, ya sudah sekalian foto-foto gedung bertingkatnya (udik benar ya...hehe). Alvin jadi guide cari angkot. 

"Nyokap suruh ke rumah. Yukk mampir dulu," ajak Alvin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun