Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tiga Cara Sederhana Kelola Uang

29 Januari 2021   15:25 Diperbarui: 31 Januari 2021   20:27 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya tulisan ringan pada waktu hujan sore-sore...

Semenjak uang jadi alat tukar sah atas barang dan jasa, hampir setiap orang membutuhkan. Alasannya simpel. Karena manusia tak jauh -jauh dari kebutuhan akan barang dan keperluan akan jasa. Gitu terus berputar sepanjang usia.

Demi mendapatkan uang, sebagian orang menjadi pekerja dan sebagian lain menginvestasi uang ke dalam usaha agar menghasilkan keuntungan.Pada akhirnya, baik yang bekerja maupun yang berwirausaha, akan sama -sama memperoleh uang. Sesuai rejeki dan porsinya. 

Ada yang bergaji di bawah 5 juta, ada juga dengan pendapatan per bulan lebih tinggi di atasnya. Kerap pula kita membaca ada pengusaha dengan perputaran omzet puluhan hingga ratusan juta, tapi ada juga yang mainnya di milyaran. Meski banyak parameter tuk menjabarkan mengapa berbeda secara digit, intinya adalah sebijak apa mengelola. 

Makna kata bijak dalam KBBI adalah selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir. Secara harfiah, bisa dikatakan mereka yang bijak mengelola penghasilan adalah mereka yang selalu menggunakan akal budi. Mau dipakai sebagai apa uangnya, mau dibelanjakan kemana dan untuk jenis kebutuhan seperti apa.

Tiga cara sederhana kelola uang

1. Analisa terlebih dahulu pemasukan dan pengeluaran

Sudah bekerja dan punya usaha sendiri, cobalah ambil waktu menganalisa sumber-sumber mana datangnya uang dan kemana mengalir. Cara sederhananya menghitung berapa penghasilan tetap bersifat reguler seperti gaji bulanan atau rata -rata laba bersih usaha setiap bulan. Seandainya ada pendapatan pasif yang tak rutin, lebih baik tak dimasukkan ke total penghasilan karena sifatnya tak pasti. 

Lalu beralih ke beraneka pengeluaran atas barang dan jasa,mulai yang sifatnya Sangat Penting Sangat Mendesak (SPSM), Tidak Penting Tapi Mendesak (TPTM), Tidak Mendesak Tapi Penting (TMTP) hingga Tidak Mendesak dan Tidak Penting (TMDTP). 

Beberapa kode singkatan ini hanyalah label prioritas kebutuhan. Tentu berbeda pada orang per orang. Kebutuhan makan minum serta pulsa atau paket, hampir setiap orang akan memasukkannya ke SPSM. 

Namun membeli busana, sepatu atau buku bacaan misalnya, pada sebagian orang bisa dikatagorikan TMTP.Bagi yang masih single atau sudah berkeluarga tentu berbeda. Demikian pula bila statusnya pekerja atau punya usaha sendiri. 

Bagaimana bila ada cicilan wajib? Mungkin bisa dikatagorikan ke dalam pengeluaran, dengan catatan besar total cicilan tidak melebihi 30% dari total penghasilan. Standar ini juga banyak digunakan dalam analisa persetujuan kredit di hampir semua lembaga pembiayaan. 

Jadi bila mana suatu waktu mengajuan kredit lalu ditolak, bisa jadi salah satu alasannya total angsuran melebihi acuan di atas. Karena simpelnya orang masih bisa hidup nyaman dan aman dengan 70% pendapatan di luar utang, namun bila rasio utang meningkat, potensi babak belur finansial akan terasa, terlebih di tanggal tua. 

Memilih jenis cicilan akan masuk ke prioritas mana, patokannya dilihat dari resikonya dengan pertanyaan sederhana: bila tak dibayar, kira -kira apa yang terjadi? Berpengaruh sekali ataukah masih bisa dengan cara yang lain? Jawabannya bisa menggambarkan urgensi dan prioritas.

 Contoh sederhana, kredit motor buat dipakai anak ke sekolah. Ada pilihan bisa naik gojek atau angkot juga. Tapi mana lebih nyaman dan efektif, bandingkan opsi yang ada dari segi biaya, proses belajar mengajar si anak, dan efisiensi. Dari situ akan terlihat seprioritas apa sih cicilan itu pada daftar pengeluaran.

Hasil akhir yang diharapkan dari hitung-hitungan pemasukan dan pengeluaran, minimal janganlah besar pasak daripada tiang. Bila yang keluar lebih besar dari yang masuk, solusinya mungkin ada dua. Pertama, buang atau kurangi pengeluaran yang TMDTP. Kedua, cari dan kembangkan sumber baru penghasilan tambahan. 

2. Persiapkan dana darurat. 

Sebagian orang bertahan secara finansial ketika Covid mulai menghantam perekonomian, bukan lantaran mereka punya penghasilan per bulan yang besar, tapi bisa jadi mereka punya dana darurat hasil dari setoran kecil -kecil yang ditabung secara rutin dalam periode yang lama. Ini jadi cadangan uang pada kondisi genting. 

Dana darurat bentuknya bisa tabungan murni dan asuransi tabungan. Bedanya asuransi tabungan tak boleh diambil dalam jangka sekian tahun. Bila mana sepanjang periode terjadi resiko seperti cacat sebagian karena kecelakaan, atau maaf kata meninggal dunia, dana tabungan beserta nilai pertanggungan asuransi akan dicairkan.Bukankah resiko seperti ini juga sebuah kedarutan kan? 

Berapa besar dana darurat, berbeda pada orang per orang. Sebagian menyarankan 10 persen atau 5 persen dari penghasilan. Yang lain lebih suka menyetorkan ssecara rutin dalam kelipatan nominal tertentu : 50 ribu, 100 ribu atau 500 ribu hingga jutaan. 

Well...Mana -mana aja boleh tergantung kemampuan finansial. Untuk konsisten terhadap dana darurat diperlukan komitmen dan tahan godaan. Karena peruntukkannya di masa darurat, jangan tergoda mencairkan bila masih baik baik saja fnansialnya. 

3. Investasi. 

Salah satu cara meningkatkan nilai uang adalah menginvestasikannya. Ada banyak ragam dan cara investasi dana, namun pilih lah yang lebih sesuai dengan tipe dan gaya mu sendiri. Bila tertarik saham, cobalah menanamkan di bursa saham. 

Bila ingin deposito, ada banyak bank menawarkan program tersebut dengan bunga menarik dan pilihan periode mulai 1 bulan hingga 1 tahun. Selain itu, tanah dan properti juga bisa sebagai investasi karena harganya terus naik setiap tahun. 

Ini dapat mendatangkan keuntungan bila djual sekian tahun ke depan. Emas juga banyak dilirik masyarakat lantaran mudah dijual kembali dan cenderung stabil.

Di masa pandemi yang masih berlangsung di awal tahun 2021 ini, sebagian orang memilih mengelola dananya dalam bentuk bisnis sendiri atau keroyokan. Mengandalkan layanan dan promosi secara online. Misalnya usaha produk kuliner, busana, jasa perawatan di rumah semacam salon keliling dan yang lainnya. 

Tak sedikit memilih hanya sebagai pemodal aja Dibanding kelola usaha sendiri yang butuh konsentrasi dan fokus, dan mungkin mesti kesana kemari, lebih baik memodali usaha orang lain setelah menganalisa bahwa pemiliknya usahanya bisa dipercaya dan prospek bisnisnya laris. Bisa bagi hasil, jadi sama -sama untung kan. 

Tetap Semangat, 

Baca juga : Niat Jual Kendaraan Bekas, Ini 3 Pertimbangan Tempat agar Terjual

Salam,
Sumbawa NTB, 29 Januari 2021,
15.30 Wita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun