Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pejabat Penanganan Covid 'Tumbang'Karena Covid dan 5 Realitas di Masyarakat

23 Januari 2021   15:58 Diperbarui: 23 Januari 2021   18:51 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana kita tahu? Sudah tentu dari berita dan media ,baik yang sifatnya ngeblog atau media online. Saking penuh, ada yang setengah mati keluarga nya cari rumah sakit agar bisa dirawat di sana. Alasannya bila ada gejala lanjutan yang lebih parah pada diri pasien, lebih mudah dan lebih cepat ditangani dibanding diisolasi di rumah. 

Ironisnya, pengelola rumah sakit rujukan, memberlakukan skala prioritas. Penderita kondisi berat yang dirawat duluan, menghindari penuhnya ruangan bila semua diterima.Tentu warga juga perlu memahani bahwa ini bukan maksudnya menolak. 

Lagi pula lamanya isolasi bukan sehari tapi mingguan. Kebayang ya complicated nya. Nunggu sampai 1 orang itu pulang dari isolasi minimal seminggu, padahal kasus perhari bisa lebih dari 1 yang dirujuk. 

2. Jumlah tenaga medis berbanding jumlah pasien.

Secara sederhana dengan logika, meski kita warga biasa bukan berlatar medis,pasti sadar 1 dokter itu maksimal untuk berapa pasien. Satu perawat dalam 1 ruangan itu untuk sekian pasien. Ada analisa,ada hitung -hitungannya. 

Tujuannya agar bisa bekerja maksimal sesuai standan profesi. Sama seperti kita yang lain dengan pekerjaan masing-masing yang bukan medis. Realitanya ketika yang masuk lebih banyak dari jumlah yang bisa ditangani, dapat berpotensi over beban kerja dan ketidaknyamanan. 

Mirisnya menangani pasien esiko penularan tinggi, jauh lebih berat karena faktor kehati-hatian. Ini belum ditambah, bahwa yang sakit di Rumah Sakit itu bukan karena Covid aja, tapi juga penderita penyakit lain yang sama beratnya. 

Meski kondisinya demikian, bisa jadi jumlah personil tidak bertambah. Normalnya 1 berbanding 10, bakalan bisa 1 banding 15 atau 20. Kebayang kan. 

3. Butuh lahan pemakaman tambahan. 

Meninggal karena Covid proses pemulasaran jenazah dan pemakaman sudah pasti berbeda. Pembukaan lahan kuburan baru di satu sisi untuk mengantisipasi lonjakan korban meninggal, di sisi lain juga untuk menghindari dampak sosialnya terhadap masyarakat yang  biasa menggunakan lahan pemakaman bersama. Sudah pasti biaya lahan dari anggaran pemerintah daerah.   

4. Cara pemerintah menangani ibarat menutup dengan satu tangan, membuka pelan -pelan dengan tangan yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun