Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Warna -Warni Warung Makan 24 Jam, Ada Cuan di Antara "Bahaya"

19 Maret 2021   15:54 Diperbarui: 24 Maret 2021   16:37 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi_2015_sebelum pandemi

Just Sharing...

Ini hanya tulisan ringan gara - gara ngeliat foto koleksi BB jadul. Ada sebuah warung makan di  tengah Kota Denpasar Bali yang buka 24 jam. Tak hanya laris dan ramai, tapi juga boleh dikata makanannya cocok di lidah kebanyakan warga, terutama para migran. 

Seperti halnya di banyak kota lain di tanah air, kehadiran kedai kuliner yang melayani pelanggan seharian penuh,punya warna -warni tersendiri. Kehadiran mereka seolah memperpanjang denyut nadi  perekonomian setelah malam merambat hingga fajar menyingsing. 

Uang berputar ketika yang lain terlelap. Memuaskan dahaga perut dan dahaga bersosialisasi penghobi nongkrongan. Meski tergoda rasa kantuk yang menyerang, namun niat meraup sejumlah rupiah dari harumnya aroma masakan,memaksa tuk bertahan. 

Lantas apa lagi keunikan yang bisa diulik dari beraneka versi padagang makanan 24jam, yang eksis sebelum pandemi,atau tetap buka setelah pembatasan karena pandemi ditetapkan di sejumlah kota dan kabupaten. Mungkin ini beberapa diantaranya : 

1. Warung tipe ini biasanya ada di fasilitas publik dengan pelayanan non stop 24 jam.

Hampir selalu bisa ditemukan berdekatan dengan Rumah Sakit, terminal bus penumpang, Stasiun Kereta Api, atau tak jauh dari areal pelabuhan penyeberangan,terutama penyeberangan kapal ferry yang melintasi selat. 

Mobilitas moda transportasi yang tak kunjung berhenti atau mobilitas manusia, jadi alasan tetap buka. 

2. Kapasitas warung fleksibel.

Warung tipe begini, besar kecil ruang dan bangunannya  fleksibel, menyesuaikan dengan apa yang dijual dan pilihan menunya. Ada yang luas dan melebar dapat menampung banyak pengunjung, ada juga yang kapasitas tak lebih dari 5 meja dengan dua kursi pada masing-masing meja. 

Rombong atau kios kecil di tepi jalan dimana buka sepanjang hari dengan hanya menjual nasi bungkus (nasi putih atau nasi kuning), bisa dikatakan juga warung makan 24 jam meski tak ada tempat duduk yang disediakan. Cukup beli, bungkus dan bawa pulang. 

3. Menu makanan bervariasi, mulai dari bahan mentah yang bisa diolah kalo ada order,  hingga masakan sudah jadi. 

Kala kelaparan menyerang di malam hari dan tak sempat masak, atau pada saat pulang kerja sehabis shift malam atau tugas jaga, sebagian dari pelanggan menginginkan makan yang hangat -hangat. 

Mulai dari yang agak berat seperti sup buntut atau sop kuah ikan, soto ayam kampung, hingga yang simpel semacam internet (indomie cornet), mie kuah pake telor dikasi potongan cabe, hingga bakso urat berkuah.

Bagi yang niat mengisi perut dengan sajian konservatif layaknya nasi campur, rendang sapi hingga ayam goreng, biasanya adalah masakan jadi yang sudah dimasak sebelumnya. Tapi beberapa kedai makanan juga bersedia membakar atau menggoreng lauknya, pada saat ada order. 

4. Pemiliknya bisa jadi tinggal di situ, kontrak di sana, atau hanya pekerja saja. 

Kios kecil 24 jam yang berlokasi di dekat fasilitas publik yang juga buka 24 jam, umumnya hanya mengontrak tempat. Dengan kapasitas luas hanya sekian meter,tak banyak modal yang dikeluarkan.

Lagi pula tak hanya makanan yang dijual, tapi juga rokok,kopi dan lainnya. Penunggu bisa saling ganti,antara suami-istri, atau orang tua-anak. 

Dokpri_Deretan Warung Sederhana,meski dagangan utamanya hanya Jagung Rebus hangat, namun buka 24 jam di sisi Jalan Lintas Propinsi di Kabupaten Sumbawa NTB.
Dokpri_Deretan Warung Sederhana,meski dagangan utamanya hanya Jagung Rebus hangat, namun buka 24 jam di sisi Jalan Lintas Propinsi di Kabupaten Sumbawa NTB.
Pada warung yang besar, bisa jadi lokasinya menyatu dengan rumah sang pemilik atau kontrakan namun disediakan ruang tidur berserta toilet bagi pengunjung atau para pekerjanya. Pada warung tipe ini,biasanya varian dan pilihan makanannya lebih banyak, dan cenderung di masak setiap beberapa jam. 

Seperti contohnya pada warung makan yang sempat saya singgahi dan di foto ini. Pekerjanya emak-emak usia muda begilir shift selama 8 jam. Mereka juga kadang mengenakan seragam khusus. 

Jadi bila sempat mampir dan belanja di sana, terdengar suara bercanda dan riuh mereka sembari melayani pelanggan sekalian masak menu yang baru. Bahkan kita pun dapat menyaksikan secara langsung apa saja bumbunya, bahannya hingga disajikan di depan kita. 

Unik juga ya,beda ngeliat langsung karena sekalian menyaksikan bagaimana kebersihannya juga. 

Untung ada, bahaya pun bisa mengintai. 

Usaha apapun, ibarat uang koin. Ada 2 sisi yang menyatu. Bisa untung bisa buntung.Bisa laris pembelinya,bisa juga lari pembelinya.Demikian juga pada mereka yang berusaha  menggelar dagangan makanan sepanjang hari non stop. 

Apa saja untungnya?

1. Selalu ada pembeli,entah banyak entah sedikit. 

Karena lokasinya berada di ruang orang berkumpul, sudah pasti akan ada yang menghampiri tuk belanja.Pertama mungkin hanya tuk belanja yang bukan makanan, namun manakala di tau bahwa di warung tersebut juga tersedia makanan, bisa jadi potensi order berikutnya. 

2. Bisa menerima order dalam bentuk grup atau kelompok

Dalam suatu penyeberangan dari Lombok ke Bali, kebetulan kapalnya berangkat jam 3 pagi dinihari, saya mampir beli nasi bungkus di sebuah warung makan 24 jam di sekitar Pelabuhan Lembar. 

Saya menunggu agak lama karena pelayannya sedang membungkus 20 nasi campur seharga 20 ribu / porsi untuk 4 grup  sebuah komunitas anak muda. 

Para pengusaha makanan ini sadar harga makanan di kapal jauh lebih  mahal dan sangat minimalis menu, sehingga penumpang cenderung akan belanja dulu untuk dimakan selama pelayaran. 

Lagi pula jarak tempuh sekitaran 4 at0 5 jam, dimana organ pencernaan manusia akan minta di isi. Sejatinya memang bahaya kelaparan di atas kapal, apalagi dalam kondisi terhuyung -huyung dihajar ombak. 

3.Modal kecil, untung banyak. 

Ini relatif,tapi rata-rata memang biaya sewa kios kecil di samping terminal atau dalam kawasan terminal, pelabuhan atau di sisi Rumah  Sakitd Daerah, biasanya tak mahal-mahal amat. Lain mungkin dengan di bandara. 

Dengan demikian, para pemilik kedai makanan, bisa menjual tak mahal -mahal amat,  menyesuaikan dengan kelas ekonomi pengguna layanan fasilitas publik tersebut. 

Lagi pula, pada warung 24 jam, biasanya lama kelamaan dengan eksistensinya, akan dikenal oleh warga di kawasan tersebut. Udahannya kala kelaparan melanda di atas jam 11 malam atau pengen nongkrong sambil ngopi hingga jam 2 atau jam 3 an, tak sedikit yang singgah. 

Bahkan pada sejumlah warung tipe ini, yang kapasitasnya  lumayan di tengah kota besar, akan jauh lebih ramai bila ada siaran langsung liga eropa atau kompetisi piala dunia bergulir. 

" Karena sudah bayar kontraknya, sayang bila tak dimanfaatkan sepenuhnya...Lagian kalo malam banyak yang cari makan,biar cepat nutup modalnya" kata salah seorang pemilik warung dari sejumlah warung 24 jam, di sisi Pelabuhan Penyeberangan Ferry di Kayangan, Kabupaten Lombok Timur, NTB. 

Dokumen Pribadi_2013_Pelabuhan Kayangan_Pelayaran 24 jam turut mendatangkan rejeki bagi deretan warung 24 jam di sisi pelabuhan
Dokumen Pribadi_2013_Pelabuhan Kayangan_Pelayaran 24 jam turut mendatangkan rejeki bagi deretan warung 24 jam di sisi pelabuhan
Bahaya yang mengintai, 

1. Buka 24 jam, dapat dikunjungi beraneka profesi termasuk yang dilabeli 'sampah masyarakat'

Istilah sampah masyarakat biasanya dikenakan pada profesi tertentu yang statusnya rendah di kalangan warga. Misalnya para pemabuk, para WTS (Wanita Tuna Susila) atau Para Gigolo, para waria yang habis mejeng, preman pasar bertatom anak gelandangan, hingga transaksi jual beli narkoba. 

Di satu sisi kebutuhan perut memaksa ke sana tuk makan dan minum atau membeli tuk dibawa pulang. Di sisi lain, tak menutup kemungkinan dijadikan sebagai lokasi ketemuan dan duduk -duduk ngopi atau ngeteh tuk sekian jam. 

Potensi bahaya muncul manakala terkesan arogan dan memaksa hingga tak bayar. Apalagi bila transaksi barang haram terjadi di sana lalu disergap aparat. Bisa jadi akan berpengaruh terhadap imej warung tersebut dan menurunkan niat pembeli tuk belanja lagi di sana. 

2. Bahaya kesehatan secara jangka panjang, manakala dipaksa melawan sistem metabolisme tubuh. 

Bekerja terus menerus sepanjang malam hingga pagi hari, dengan masa istirahat yang tak stabil, kadang tak terasa efeknya di usia muda atau usia produktif. Namun bila dilakukan secara terus menerus, akan berdampak pada fungsi organ. 

Namun ini tergantung pola hidup dan kebiasaan dari masing -masing orang juga. Ngga bisa digeneralisasi. 

Bagaimana pun, keberadaan warung makan dan kedai kuliner yang buka nonstop sepanjang hari, sudah layaknya seperti 'pahlawan kelaparan' di malam hingga fajar menyingsing. Mereka begadang karena ada perlunya. 

Sebagian bertahan dalam lintasan dekades, tak sedikit yang menggulung tikar dan menutup layar lantaran kebijakan publik , atau tak kuat bertaruh dari malam ke malam. 

Begadang jangan begadang, kalo tiada artinya

Begadang boleh saja , kalo ada perlunya...

Setidaknya lirik -lirik lagu milik Bang Rhoma itu, bisa jadi hiburan buat teman -teman pelaku  usaha ini. 

Tetap semangat, 

Salam, 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun