3. Menu makanan bervariasi, mulai dari bahan mentah yang bisa diolah kalo ada order, Â hingga masakan sudah jadi.Â
Kala kelaparan menyerang di malam hari dan tak sempat masak, atau pada saat pulang kerja sehabis shift malam atau tugas jaga, sebagian dari pelanggan menginginkan makan yang hangat -hangat.Â
Mulai dari yang agak berat seperti sup buntut atau sop kuah ikan, soto ayam kampung, hingga yang simpel semacam internet (indomie cornet), mie kuah pake telor dikasi potongan cabe, hingga bakso urat berkuah.
Bagi yang niat mengisi perut dengan sajian konservatif layaknya nasi campur, rendang sapi hingga ayam goreng, biasanya adalah masakan jadi yang sudah dimasak sebelumnya. Tapi beberapa kedai makanan juga bersedia membakar atau menggoreng lauknya, pada saat ada order.Â
4. Pemiliknya bisa jadi tinggal di situ, kontrak di sana, atau hanya pekerja saja.Â
Kios kecil 24 jam yang berlokasi di dekat fasilitas publik yang juga buka 24 jam, umumnya hanya mengontrak tempat. Dengan kapasitas luas hanya sekian meter,tak banyak modal yang dikeluarkan.
Lagi pula tak hanya makanan yang dijual, tapi juga rokok,kopi dan lainnya. Penunggu bisa saling ganti,antara suami-istri, atau orang tua-anak.Â
Seperti contohnya pada warung makan yang sempat saya singgahi dan di foto ini. Pekerjanya emak-emak usia muda begilir shift selama 8 jam. Mereka juga kadang mengenakan seragam khusus.Â
Jadi bila sempat mampir dan belanja di sana, terdengar suara bercanda dan riuh mereka sembari melayani pelanggan sekalian masak menu yang baru. Bahkan kita pun dapat menyaksikan secara langsung apa saja bumbunya, bahannya hingga disajikan di depan kita.Â
Unik juga ya,beda ngeliat langsung karena sekalian menyaksikan bagaimana kebersihannya juga.Â