For good times and bad times....
Salah satu lagu barat yang saya suka adalah milik Dionne Warwick yang berjudul That's What Friends Are For. Tanpa sengaja setahun lalu di kantor saya temukan di salah satu kanal musik. Liriknya berkisah soal persahabatan. Dan bagi saya, persahabatan tak hanya berbicara soal teman dalam pergaulan sosial, tapi juga adalah teman hidup.Â
Bila engkau memilih apa yang paling penting dalam hidupmu, jangan lupa tambahkan satu hal, yaitu persahabatan. Itu kata salah seorang penulis Amerika yang buku-bukunya banyak menghiasi Toko Gramedia dan (mungkin) dbaca  para pembesar di negeri ini.Â
Saya kebetulan mengoleksi sejumlah tulisannya sejak mahasiswa, meski dulu rasanya setengah mati kumpulin uang kiriman tuk membelinya..(dulunya kan ngga banyak ya pdf download buku seperti sekarang).Â
Lalu apa hubungannya judul tulisan ini, dengan topik pilihan sejumlah tanda putus, lagunya Dionne Warwick dan John C Maxwell, sang penulis buku itu? Sederhana aja.Â
Bila engkau berniat memutuskan seorang yang kini jadi pacarmu, berarti orang itu bukan sahabat sejati karena persahabatan yang sejati  dibangun seumur hidup. Bukan seperti hal nya hubungan pacar yang dibangun sewaktu -waktu (tergantung situasi dan kondisi).Â
Pas ada maunya, lanjut terus, nempel kayak truk gandeng. Pas dirasa apa untungnya dia buat saya,lalu ditimbang -timbang benefit atau ruginya.Prinsip ekonomis jadi patokan. Makanya pelaku pacaran, baik pihak laki maupun perempuan, tak pernah jauh -jauh dari kata : cinta, sakit hati, benci, rindu, kecewa dan cemburu.Â
Apakah cinta itu rasa? Sehingga banyak emosi terkuras dan mengikat kala melakoninya dalam hubungan. Atau cinta itu perih, karena mengorbankan sebagian bahkan seluruhnya pada seseorang yang disayangi. Aneh memang, Bahkan campur aduknya kadang -kadang bikin sepasang pelakunya seperti tak pake logika.Â
Sebenarnya makna kata pacar lebih menjurus pada kedekatan, bukan pada ikatan. Saya mungkin lebih suka menyebut pacar itu dengan istilah membangun hubungan.Â
Karena ada sesuatu yang dibangun dalam tanda kutip diantara dua orang. Entah membangun untuk akan terus bersama atau membangun untuk coba -coba. Masalahnya ini hati orang hidup orang, ngga ada yang mau jadi kucing percobaan.Â
Ndak boleh main hati Kakak, main mobile legend aja, sama -sama tak bikin beban hidup. Sama -sama gembira, bukan satu bahagia satunya lagi terluka. Kena sabet parang bisa sembuh meski bekas bisa jadi terlihat seumur hidup.Â
Luka oleh cinta selama pacaran, bekasnya tak terlihat di luar, tapi perihnya bisa tak sembuh seumur hidup.Betapa kejamnya cinta dengan begitu banyak contoh yang ada.Â
So, jadi gimana caranya tau tanda putus cinta? Sederhana aja, bila dia tak bisa jadi 'sahabatmu', baiknya mulai mengevaluasi hubungan. Mengapa acuannya harus sahabat ?Â
1. Sahabat bersamamu sepanjang hidup, pacar belum tentu
Sampai saat terakhir di ujung usiamu, sahabat akan ada di dekatmu. Karena persahabatan yang dibangun bukan sewaktu -waktu, tapi long lasting time. Kalian bersama, berbagi kisah dan cerita sebagai individu unik dan saling mengisi sepanjang karunia hidup.Â
2. Pacar cenderung memanfaatkan pasangan untuk keuntungannya, sahabat saling memanfaatkan untuk keuntungan bersama
Jaman milenial sekarang, pacaran tak sehat merajalela. Tak sedikit cowok pacari cewek hanya untuk merasakan niikmat tubuh ceweknya di kissing, digrepe hingga hubungan di ranjang.Setelah itu, belum tentu dinikahi, malah dilepas.Â
Yang dibutuhkan si wanita lajang adalah kepuasan emosi, malah berkebalikan dengan si  pria yang lebih cenderung ke kepuasan fisik. Udahannya sakit hati berserakan di mana-mana.Â
Sebagian pria malah ditolak oleh si perempuan karena tak punya ini itu dan belum masuk kriteria calon pacar. Bukannya bersama -sama membangun dari nol, malah si cewek berhitung mulai dari 1,5, apalagi bila banyak pria yang naksir. Sayang lho pejantan tangguh pulang, semoga tanpa dendam Bro.Â
3. Pacar itu syarat dan ketentuan berlaku, Sahabat menerima apa adanya.Â
Rasa nyaman dalam bersosial ketika seseorang menjadi dirinya sendiri dan diterima apa adanya. Tentu ini dimulai dari dia berdamai dengan dirinya sendiri. Dalam berpacaran, padahal belum tentu menikah juga, cenderung sudah bikin standar tertentu.Â
Padahal aslinya akan terlihat apa adanya setelah menikah karena pada saat pacaran, masing-masing hanya mau terlihat menarik dan berusaha memberi kesan menarik pada calon pacar. Setelah jalan bersama, akan ketahuan aslinya. Timbul rasa tak cocok, ujung-ujungnya tak nyaman dan berakhir putus.Â
Seandainya hubungan di awal dibangun sebagai teman dan bukan sebagai pacar, Â akan lebih bijaksana. Tak ada saling mengikat dan posesif. Selama masa pertemanan, masing -masing akan terlihat apa adanya karena temenan juga dengan cowok atau cewek lain.Â
Dengan begitu masing-masing bisa mengenal, memahami dan menerima, dalam level -level tertentu yang dirasa tak masalah,seandainya dengan salah seorang dibawa naik ke level yang lebih tinggi dari hanya sekedar teman menjadi teman hidup. Â
4. Pernikahan bisa jadi adalah persahabatan yang dibangun seumur hidup
Ada banyak contoh rumah tangga awet hingga ajal memisahkan, karena tanpa disadari prinsip -prinsip persahabatan  itu diterapkan. Saling mendukung dalam suka dan sedih, berbagi canda, saling mendoakan dalam iman dan saling menegur untuk tujuan kebaikan. Tak ada yang merasa paling ego, paling benar, sebagaimana layaknya sepasang sahabat. Memberi dan menerima dalam porsi masing -masing.Â
Ini ngomongin pacaran kok menyenggol pernikahan? Lha emang pacaran tujuannya kemana? Kalo cuman buat hepi-hepi doang, mending temenan aja. Itu mungkin lebih baik dibanding jagain jodoh orang lain. Dapet ngga keluar modal iya...
Maaf ya, bukan menyinggung....cuman uda banyak kisahnya...hehe
Salam gerimis senja,Â
18/01/2021, 19.20 wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H