Sia -sia membangun kota kalau pembangunnya tidak tumbuh....
Quote di atas itu saya temukan pada salah satu buku milik seorang penulis populer dari Amerika. Maksud sederhananya adalah sebaik apapun sebuah kebijakan publik, Â tak akan berjalan dengan efektif bila warganya tak taat melalui tindakan. Dan tak ada tindakan tanpa kesadaran.Â
Tranportasi di udara
Haru biru tragedi kecelakaan pesawat Sriwijaya SJ 182 rute Jakarta - Pontianak, turut membangkitkan antipati warga lain pada kebiasaan penumpang yang tetap menggunakan HP di dalam kabin, meski sadar pesawat akan lepas landas, atau pesawat belum mendarat sempurna. Â
Mungkin sebagian kita yang pernah naik angkutan udara, pernah sekali atau dua kali, menyaksikan pemandangan serupa.
Bila aturan melarang komunikasi via android disampaikan oleh awak kabin, tentu ada sejumlah alasan penting mengapa tidak diperbolehkan. Selain mengganggu navigasi penerbangan, rasa - rasanya menahan sekian menit untuk tak menggunakan selama penerbangan, bukanlah hal yang sulit bagi setiap orang. Mbok ya sabar sedikit,masa ngga bisa...hehe.
Transportasi di darat
Lain padang lain belalang, lain di udara lain pula di darat. Tak sedikit warga kala berkendara sebagai pengemudi, tak kuatir menerima panggilan telepon masuk dan berbicara dengan yang menelponnya, masih dalam posisi menyetir dengan kecepatan kendaraan.
 Jangankan pengendara roda 4, di jalanan umum pun jamak dijumpai yang naik roda dua melakukan hal yang sama. Bahkan sambil sms an, atau ngetik WA. Ya ampun, itu lantaran konsentrasi pada topik yang dibahas via telepon, bisa -bisa salah nabrak orang atau mau injak rem jadinya injak gas. Ngebayangin bila marah-marahan di telepon terus emosinya tak terkontrol. Bahaya bang jago!Â
Transportasi di laut
Udara sudah, darat sudah, bagaimana dengan di laut? Sami mawon podo wae. Bagi yang pernah naik kapal fery ato kapal penumpang, pasti akan ketemu papan larangan yang ditempel di dinding kapal. Isinya sejumlah larangan bagi para penumpang agar tak melakukan itu.Â
Salah satunya adalah tak boleh merokok di dekat mesin kapal atau lebih baik tak merokok. Tujuannya adalah resiko dari puntung rokok yang masih menyala bisa menyasar ke mana-mana.Â
Apalagi di atas kapal, semacam kapal fery yang melayani antar selat, biasanya terisi banyak kendaraan dan angin berhembu cukup kuat. Bila salah satu puntung terbawa angin dan menyambar kendaraaan yang terpakir,bisa panjang urusannya. Ini di laut bukan di darat Kakak!
Transportasi rel
Perilaku yang mirip berkaitan dengan rokok juga ditemui kala menumpang tranportasi rel. Tak semuanya sih, cuma masih ada juga yang sudah diingatkan jangan merokok di dalam kabin kereta, masih juga ada yang nekad. Bahkan abunya bisa berceceran ke mana-mana. Ketika diingatkan barulah ngeh. Namun tak menjamin karena penumpang selanjutnya bisa pula melakukan perilaku yang sama.Â
Jadi berkaca dengan perilaku di atas, melebar ke perilaku yang lain dalam kaitannya dengan kebijakan publik yang bertujuan untuk keselamatan bersama, kadang akar masalahnya ada pada kebiasaan warga menterjemahkan aturan di kehidupan sehari -hari.Â
Tentu akan lebih miris bila para pembuat kebijakan juga tak menjadi contoh. Bisa berpotensi menjadi alibi warga dibalik ketidakpatuhannya. Bila sudah demikian, mungkin sebagian kita yang lain akan 'berdamai' dengan perilaku warga sendiri.Â
Mau tegur ngga enak, mau ngga diingatkan juga berbahaya. Mau dikerasin ngga tega, mau secara lembut tapi mangkel juga. Ya sudahlah, mari memulai dari diri masing-masing.Â
Salam,Â
11 Januari, 2021, 14.22 wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H