Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja di Nanga Tumpu dan Januari yang Biru

3 Januari 2021   18:10 Diperbarui: 3 Januari 2021   21:16 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi_Senja di Nanga Tumpu

Sebenarnya David agak males bila sahabat -sahabatnya sudah kepoin sedalam apa jalinan kasihnya dengan perempuan muda asal Kalimantan itu. David kenal gadis yang Papanya orang Banjar dan ibunya berasal dari Padang, itu sudah lama. Mereka kuliah di kampus yang sama namun beda fakultas. Desy mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat. 

Sama -sama suka baca dan menulis, akhirnya perpustakaan universitas menjadi saksi bisu keakraban dua pasang manusia ini. David yang berdarah Ambon Manado termasuk agak kesulitan juga masuk lebih dalam batas wilayah hatinya Desy. Perbedaan budaya dan latar belakang suku diantara mereka berdua, turut menjadi  kendala. 

" Gimana sih rasanya makan sagu. Pasti kamu suka ya," masih teringat pertanyaan Desy dibenak David kala tau ayah David berasal dari kawasan Indonesia Timur. 

"Rasanya kaya kamu lho..," canda balik David

"Kok kayak saya sih...orang  aku nanya serius kok," ulang si Desy sembari tetap membaca buku di meja perpustakaan, dan matanya melirik manja ke teman dekatnya itu

" Rasanya tawar tapi kalo dicampur gula merah dan dibakar, manisnya bikin ketagihan....ya kayak kamu kalo senyum," jawab Si David

Desy tak tahan dengan gombalitas David lalu mencubit perut David. Melihat David meringis, Desy malah mengeraskan cubitannya. David membiarkan bekas cubitan itu memerah dan membiru di kulitnya yang memang putih sebagai warisan pigmen dari sang mama yang berdarah Kawanua.

Guratan kenangan 3 tahun lalu itu bermain-main di memori David. Matanya memandang laut tenang dari dinding kaca jendela. Pandangannya ke sana tapi pikirannya berputar balik pada lintasan perjalanan cintanya. Mungkinkah dia jadi bagian dari masa depanku? Oh My God. 

"Mas..kalau mau ngopi di rumah makan itu aja. Mobilnya mau dibersihkan kurang lebih 1 jam," suara sang  kondektur menghentikannya dari lamunan. 

" Oh iya maaf...Bang, lagi berapa lama ke Kota Bima ?" tanya Davidsembari mengangkat ranselnya di bawah kursi

"Singgah Dompu dulu. Palingan 4 jam," jawab sang kondektur yang mengenakan kaos oblong dengan rokok di tangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun