Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri...
Pada saat mulai beredar video artis berinisial GA itu beberapa bulan lalu, jujur saya juga menontonnya. Saya mendapatkan tontonan itu, dari salah seorang staf di kantor yang mengirimkan langsung via WhatssUp.Â
"Ada yang baru ini bos lagi viral," demikian teks pengantar yang dituliskan Nawir  (sebut saja namanya begitu), salah satu CO (Credit Officer).Â
Ternyata hari berikutnya, dikirimkan lagi satu video, yang diduga artis lain. Saya iya iya saja karena sebagai salah satu Kompasianer, penasaran juga dengan apa yang sedang populer. Siapa tahu bisa dijadikan bahan tulisan.Â
Naluri sebagai laki-laki pada umunya rame, spontan dan saling bercanda terhadap tayangan seperti itu, mewarnai obrolan di grup WA Â atau saat ngumpul di belakang kantor sembari ngopi.Â
Buat pria muda seusia Nawir yang masih berusia 25 tahun, dan juga para pekerja cowok yang kisaran usianya di bawah 28 tahun, video -video semacam ini maaf kata, bisa jadi hiburan. Apalagi pelakonnya publik figur.Â
Teringat 10 tahun lalu,manakala merebak skandal salah satu artis cowok dengan sejumlah rekan nya, anak-anak muda usia 20 an di tahun segitu, tak beda jauh dengan yang dialami Si Nawir dan generasinya sekarang.Â
Bedanya mungkin di masa itu belum populer BB dan WA, sehingga transfer dan penyebaran video antar orang per orang dilakukan lewat HP biasa. Selain itu, sebagian warga mencarinya di internet lewat jasa warnet yang sangat booming di satu dekade lalu.Â
Lingkunga karir dan asmara di balik meja kerja
Salah satu hal menarik yang bisa diamati dari latar belakang kedua versi video ini, kendati beda tahun edar dan kapan viralnya, adalah hubungan terlarang itu terjadi antara pekerja dengan orang lain, yang juga sama -sama bekerja di dunia hiburan. Mereka berada di dunia bisnis yang sama dan interaksi kedekatan itu tercipta di sana.Â
Sudah pasti untuk sampai ke tahap, maaf hubungan badan, durasi dan frekuensi persahabatan diantara mereka juga bukan yang sesaat. Tapi mungkin bertahun. Kita bisa menganalisa itu dari obrolan di media sosial antara GA dan MYD berbalas canda sejak 2011 bekerja sama dalam sebuah tayangan di salah satu TV swasta.Â
Sedikit berbeda dengan salah satu skandal artis pria. Bila flashback ke belakang, di tahun 2010 ke belakang, perkembangan media sosial tak seterbuka seperti sekarang. Para netizen atau fans, sulit mengamati sedang apa dan dimana, antara artis A dan artis B.Â
Twitter dan Youtube belum sepopuler sekarang, apalagi Instagram.Jadi kedekatan AP dengan sejumlah artis tak banyak yang bisa dikepoin (sebelum kasusnya terkuak).Â
Tulisan ini tidaklah menguak sisi kelam hubungan terlarang di dunia hiburan, tapi sisi kelabunya dunia kerja dengan semua godaan dan kenikmatan sesaat. Boleh dianalisa, Â produk hubungan itu adalah realitas wajah di dunia sekuler pekerjaan sejak dulu.Â
Beberapa pembaca mungkin lebih tua usianya dari saya. Mereka sudah bekerja di lingkungan karir dan kewirausahaan sejak tahun 80 an, 90 an hingga 2000 an awal.Â
Bukan tidak mungkin,beberapa diantara mereka sudah mengamati dan melihat langsung skandal hubungan terlarang antara atasan dan bawahan, bos dan sekretaris, kepala cabang dengan staf nya, atau sama -sama kolega dengan jabatan yang sama. Â
Merunut pada generasi saya hingga generasi sekarang, yang sudah mencicipi dunia kerja, aroma perselingkuhan dan hubungan suka sama suka alias have fun together, sudah bukan rahasia lagi. Apalagi dengan sebegitu tersedianya pengaman dan alalt kontrasepsi dimana pasangan tak sah bisa ngelakuin hubungan terlarang tanpa takut hamil.Â
Apakah hubungan asmara di balik meja kerja berakhir di ranjang? Bisa iya bisa tidak. Tapi andai pun iya, mungkin tak banyak yang akan mengumbar di publik karena pelaku bukanlah artis. Bisa jadi cuma bisik-bisik tetangga atau antar sesama rekan.Â
Demi mengantisipasi potensi demikian, beberapa perusahaan mewajibkan para karyawan (pegawai) melaporkan ke Tim Whistle Blower dengan bukti akurat, bila terjadi di internal perusahaan. Sudah pasti identitas pelapor dirahasiakan. Di kantor kami sendiri, sudah dari 3 tahun lalu diberlakukan.Â
Realitasnya adalah entah kita sebagai publik figur atau bukan, kini kebebasan media dan warga mengupload sesuatu di ke ranah publik,kian bergeser dari ketat makin longgar. Dulu begitu rahasia, kini diumbar semua. Termasuk milik orang lain.Â
Menjadi artis juga ibarat surga di tangan kananmu, neraka di tangan kirimu. Dipuja karena karyanya bikin melambung dan mendatangkan banyak modal sosial. Namun apabila jatuh oleh kekhilafan diri, segala pujian bisa jadi cemohan.Â
Dengan dunia kerja kita masing -masing saat ini, kita mungkin bukan artis. Tapi masalahnya bukan pada apa profesinya, melainkan sejauh apa memegang etika profesi.Â
Dari pada mencoba-coba, alangkah lebih baik menjauhi. Agar tak seperti kata peribahasa, menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.Â
Salam,Â
02/01/2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H