Kedua, kala saat anak menikah, dia tak punya landasan dan contoh yang bisa diguguh dan diteladani dalam pernikahannya bagaimana rumah tangga yang awet hingga ajal yang memisahkan,bukan orang lain sebagai alasan pemisahnya.
Baik bila sang anak bisa melewati itu dalam perjalanan pernikahannya demi menunjukkan bahwa meski orang tuanya begitu, namun tidak baginya. It is a struggling effort.Â
Ketiga, meski filosofi bibit bebet bobot tak semuanya dijadikan sebagai pedoman memilih calon pasangan, namun tak dapat disangkal ada juga calon pacar atau pihak keluarga yang masih mematok kriteria tersebut. Bila sudah demikian,perlu dipikirkan juga dampaknya pada buah hati.Â
Keempat, lebih baik menikah dari pada berzinah. Beberapa anak dibesarkan dalam keluarga dimana kepala keluarga punya istri lebih dari satu. Mungkin itu lebih me minimize dampaknya ke si anak dan pergaulan sosialnya juga. Tapi alangkah lebih baiknya cuma satu aje ya...hehe.Â
Sekedar berbagi,Â
Salam,Â
0901/2021, 13.40 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H