Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

4 Alasan Mengapa Ngeblog Itu Cenderung "Perkosa" Bahasa

7 Oktober 2020   21:09 Diperbarui: 8 Oktober 2020   01:36 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kompasiana.com

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia...(versi ejaan yang disempurnakan)

Apa yang ada di pikiran orang ketika mendengar kata perkosa? Berdasarkan KBBI,arti kata perkosa adalah menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol . Makna lainnya melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan. 

Bayangannya mungkin seperti seorang wanita yang diruda paksa oleh seseorang demi kejahatan kelamin. Ditarik dan dibekap meski meronta dan berteriak. Dilucuti pakaiannya dan ditindih meski sang korban bergumul membebaskan dirinya. 

Demi hasrat, eksekusi di lakukan. Bahagia di atas penderitaan. Meski sadar ada remuk redam. Nurani menghentak kesadaran, tapi keinginan jauh lebih kuat mengontrol. Dan seperti ilustrasi seorang gadis yang diperkosa, Bahasa Indonesia pun menjadi tak berdaya di bawah kontrol sang blogger. Diperkosa dan dilucuti. Lengkap sudah. 

Ketika saya mulai mendaftar di Kompasiana, saya sempat ngintip -ngintip tetangga sebelah. Ada M*****, K****, dan beberapa komunitas blog lain. Selain itu saya juga bertamu ke sejumlah blog pribadi.

Membaca dan melihat dalaman nya seperti apa. Terlihat sedikit berbeda antara satu dengan yang lain. Tapi ada kemiripan. Sama -sama punya potensi jadi 'pemerkosa' bahasa. 

Kok bisa dilabeli seperti itu. Apa mayoritas penulis di blog dulunya tak kuliah di Fakultas Bahasa. Atau mereka bukan lulusan FKIP Bahasa Indonesia. Bisa jadi tak sedikit yang berlatar pendidikan lain, namun tak punya pemahaman sempurna terhadap seni berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Eitss, jadi blogger tak harus sarjana, kakak. Tamat sekolah menengah juga tak ada larangan. Modal baca tulis sudah cukup untuk menuangkan gagasan. Batasannya tergantung apa sih yang mau ditulis dan kepada siapa pembacanya. Marilah berpikir di luar kotak dengan tidak membatasi kapasitas blogger berdasarkan level pendidikan yang diampuh. 

Dan pertanyaan menarik adalah mengapa para penggiat blogger cenderung memperkosa bahasa dalam tanda kutip? Mungkin ini antara lain alasan logisnya. 

1. Pengelola blog cenderung memerdekakan blogger nya dengan kreatifitas berbahasa dalam tulisan

Coba perhatikan diksi dan keunikan masing-masing penulis dari beberapa blog. Hampir tak ada yang sama persis. Apalagi mengusung pakem -pakem yang baku dalam tata cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Meliputi struktur bahasa, Diterangkan dan menerangkan, penggunaan kata sifat, pemakaian kata patikel dalam kalimat hingga aturan mendasar lain, yang pernah diajarkan di sekolah menengah. 

Dijamin para penulis blog hanya memahami dan menghafal kaidah-kaidahnya saat menghadapi Ebtanas, UAN, SMPTN, Tes PNS dan ujian psikotest. Setelah itu buku pelajaran Bahasa Indonesia masuk gudang dan tak pernah di tengok lagi. Kecuali ada keperluan mendesak...hehe. Ngaku aja ya, kita sama kok:)

2. Ngeblog itu seperti ngobrol, ngga harus baku seperti karya jurnalistik atau tulisan akademik.  

Ini alasan paling masuk akal. Maksudnya, tulisan di blog itu kan intinya bercerita. Komunikasi dua arah. Hampir sama dengan tulisan jurnalistik,namun Pakem 5W  dan 1 H dalam jurnalistik yang terdiri dari Where, When, Who, Why,What dan How , bisa saja tersirat dalam tulisan di blog, namun tak menjamin selalu ada. 

Blogger sebagai komunikator kepengen dekat dengan pembacanya, sehingga tata bahasa tulisan bisa berubah jadi bahasa lisan untuk menggambarkan apa yang ditulisnya. Termasuk menyisipkan diksi dialek atau bahasa daerah dalam tulisannya, sepertinya boleh -boleh saja kan. 

3. Tak semua pengelola blogger itu sarjana bahasa atau master dan pakar di bidang kebahasaan. 

Bisa jadi ini sebuah realitas. Dengan demikian, terkadang para pakar bahasa, bisa menemukan kesalahan pada tulisan -tulisan para blogger dan mengoreksinya,meski tak dilihat dan diamati oleh pengelola blogger. Sebuah kewajaran yang dapat dimaklumi. 

Justru dengan adanya para blogger berlatar belakang keilmuan di bidang bahasa, akan memberi berkah wawasan dan keilmuan baru terhadap blogger lainnya yang berasal dari beraneka disiplin ilmu. Tentunya ini menjadi keuntungan tersendiri bagi pengelola blog dan juga para anggota yang berkomunitas di blog tersebut. 

4. Blogger itu jadi penulis merangkap editor.  

Pengelola blog memberikan hak penuh pada blogger nya untuk menulis sekalian mengedit. Logikanya, dengan puluhan bahkan ratusan tulisan yang diproduksi para penulis setiap hari, mana lah cukup admin di blog tersebut mengedit dan memperbaki kesalahan secara struktur kalimat dan diksinya. Tak mungkinlah. Dengan demikian, dikembalikan pada penulis artikel masing -masing. 

Bisa ditebak dengan pola dan sistem demikian, betapa banyaknya artikel yang 'memerkosa'Bahasa Indonesia. Bila di indutri media,biasanya ada proses editing oleh editor yang dikaryakan, beda hal nya dengan blog yang tak semestinya ada.Hanya pada tulisan -tulisan tertentu yang 'dipermak' demi kebutuhan  tampilan di blog tersebut.  

Dengan pertimbangan  4 hal di atas, apakah itu blogger mesti sadar dan patuh pada kaidah yang baku dan benar, demi membuat artikel di blog? Hmm....ini hanya opini sendiri dengan melihat sejauh mana fungsi dan tujuan blogging. 

1. Bila nyaman dan mampu, silahkan. 

Ada banyak blogger suka belajar dan mencoba -coba. Menulis dengan ciri khasnya  lalu beralih dengan teknik menulis yang berbeda dengan sebelumnya. Bila dirasa nyaman dan seharusnya seperti itu, alias kembali ke jalan yang benar, just do it. Lakukan saja sepanjang menyenangkan. Cuma harus diingat menulis untuk siapa dan untuk apa. 

Motivasi dari dalam ini kadang menjadi semacam pendorong berkreasi. Maksudnya mau menulis untuk target ke pembaca yang seperti apa, dan apa yang membuat kepengen menulis seperti itu. Ini tentu berbeda pada setiap orang. 

2. Bila dirasa sulit dan kaku, mengalir saja dengan gayamu tanpa harus terbeban, tapi perhatikan kesantunan dan etika.  

Menulis itu aktifitas otak, otot dan hati. Jangan menulis bila dirasa hatinya ngga sreg dengan ketentuan A atau pakem B. Nanti mood nya hilang. Menulis itu bukan dipaksa -paksa tapi mengalir dari dalam. 

Jika jiwamu bahagia, otak dan otot juga akan merespon dengan serempak. Artikel yang dibuat dengan menyenangkan akan mengalir dengan lancar hingga paragraf terakhir. 

Pesannya mungkin tetap perhatikan kesantunan dan etika. Maksudnya secara struktur berbahasa mungkin sedikit salah dan tak baku, namun inti dari apa yang disampaikan, tetap tersampaikan dalam kesantunan dan etika. Bukankah kedua nilai itu juga ada dalam ketrampilan berbahasa lisan maupun tulisan kan. 

Selamat memasuki Bulan Bahasa.  

Salam, 

07 Oktober 2020, 21.05 wita

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun