Meliputi struktur bahasa, Diterangkan dan menerangkan, penggunaan kata sifat, pemakaian kata patikel dalam kalimat hingga aturan mendasar lain, yang pernah diajarkan di sekolah menengah.Â
Dijamin para penulis blog hanya memahami dan menghafal kaidah-kaidahnya saat menghadapi Ebtanas, UAN, SMPTN, Tes PNS dan ujian psikotest. Setelah itu buku pelajaran Bahasa Indonesia masuk gudang dan tak pernah di tengok lagi. Kecuali ada keperluan mendesak...hehe. Ngaku aja ya, kita sama kok:)
2. Ngeblog itu seperti ngobrol, ngga harus baku seperti karya jurnalistik atau tulisan akademik. Â
Ini alasan paling masuk akal. Maksudnya, tulisan di blog itu kan intinya bercerita. Komunikasi dua arah. Hampir sama dengan tulisan jurnalistik,namun Pakem 5W Â dan 1 H dalam jurnalistik yang terdiri dari Where, When, Who, Why,What dan How , bisa saja tersirat dalam tulisan di blog, namun tak menjamin selalu ada.Â
Blogger sebagai komunikator kepengen dekat dengan pembacanya, sehingga tata bahasa tulisan bisa berubah jadi bahasa lisan untuk menggambarkan apa yang ditulisnya. Termasuk menyisipkan diksi dialek atau bahasa daerah dalam tulisannya, sepertinya boleh -boleh saja kan.Â
3. Tak semua pengelola blogger itu sarjana bahasa atau master dan pakar di bidang kebahasaan.Â
Bisa jadi ini sebuah realitas. Dengan demikian, terkadang para pakar bahasa, bisa menemukan kesalahan pada tulisan -tulisan para blogger dan mengoreksinya,meski tak dilihat dan diamati oleh pengelola blogger. Sebuah kewajaran yang dapat dimaklumi.Â
Justru dengan adanya para blogger berlatar belakang keilmuan di bidang bahasa, akan memberi berkah wawasan dan keilmuan baru terhadap blogger lainnya yang berasal dari beraneka disiplin ilmu. Tentunya ini menjadi keuntungan tersendiri bagi pengelola blog dan juga para anggota yang berkomunitas di blog tersebut.Â
4. Blogger itu jadi penulis merangkap editor. Â
Pengelola blog memberikan hak penuh pada blogger nya untuk menulis sekalian mengedit. Logikanya, dengan puluhan bahkan ratusan tulisan yang diproduksi para penulis setiap hari, mana lah cukup admin di blog tersebut mengedit dan memperbaki kesalahan secara struktur kalimat dan diksinya. Tak mungkinlah. Dengan demikian, dikembalikan pada penulis artikel masing -masing.Â
Bisa ditebak dengan pola dan sistem demikian, betapa banyaknya artikel yang 'memerkosa'Bahasa Indonesia. Bila di indutri media,biasanya ada proses editing oleh editor yang dikaryakan, beda hal nya dengan blog yang tak semestinya ada.Hanya pada tulisan -tulisan tertentu yang 'dipermak' demi kebutuhan  tampilan di blog tersebut. Â