" Pak, saya wanita, kenapa di SIM nya tertulis jenis kelamin pria,"? tanya seorang wanita pada petugas di loket pengambilan SIM.Â
Si Mbak berusia 30-an tahun yang mengenakan celana warna khaki dan kemeja ungu itu lalu mengembalikan SIM yang diterimanya tadi. Saya yang duduk di depannya, tepat di depan loket juga menanti bagaimana solusinya. Tidak hanya saya, tapi juga semua pemohon yang sedang antri menunggu pemanggilan di ruangan itu saling menatap.
Sejurus kemudian kami tersenyum. Senyum penuh kekuatiran. Was-was. Bila itu terjadi terhadap salah satu pemohon, probabilitas yang sama dapat terjadi pada setiap dari kami. Bakalan memegang surat ijin mengemudi selama lima tahun dengan jenis kelamin yang berbeda.Â
"Lucinta Luna cuma satu Pak..." canda salah seorang pemohon lain yang juga antre.
Haha.... sontak beberapa dari kami tertawa. Om polisi yang bertugas di bagian loket itu lalu memproses ulang pengaduannya si Mbak berkulit putih dan berambut lurus pendek yang di cat pirang itu. Udara yang sedikit panas di dalam ruang antri turut menambah 'panas' si mbak yang dari raut wajahnya seperti tak sabaran dan sedikit kesal.Â
Tak berapa lama, si Mbak menerima SIM yang baru. Kami semua di dalam ruangan melihat ke arahnya. Seakan-akan memastikan bahwa tak ada lagi ketidaksesuaian. Kalau mengenali uang asli dilihat, diraba, diterawang. Untuk SIM-nya, Si Mbak cukup 2D saja. Dilihat dan diterawang.
Dari ekspresi wajahnya, terlihat dia puas. Aman dong. Seaman dalam hatinya saya dan pemohon lainnya yang antri nunggu giliran. Maksudnya,andai terjadi  hal yang sama, dapat meminta agar dikoreksi ulang dengan data yang sebenarnya.
Prosedur dan Beberapa Ketidaksesuain yang Tercetak Pada SIM Online
Bukan bagaimana memulai, tapi bagaimana hasil akhirnya. Ungkapan ini berlaku juga dalam pengurusan dokumen -dokumen penting yang kelak digunakan oleh seseorang. Baik untuk waktu dalam terminologi jangka waktu pendek maupun jangka panjang, bahkan seumur hidup.
Masa berlaku SIM dan juga paspor msalnya, meski hanya lima tahun, namun keduanya adalah dokumen penting yang dibutuhkan oleh seseorang dan mendukung aktifitas dan mobilitasnya.
Di kantor saya, untuk pengambilan agunan berupa BPKB atau agunan lain, nasabah yang telah lunas boleh melampirkan copy SIM yang masih berlaku, bila tak membawa KTP (misal karena KTP nya hilang atau KTP nya rusak dan tak bisa terbaca). Itu fungsi lain dari SIM (yang belum expired).Â
Sebenarnya ini adalah hal yang wajar dalam tanda kutip lantaran antrian juga banyak dan petugas harus meregister dan memverifikasi langsung dengan pemohon saat duduk di kursi di depan meja petugas. Beban kerja tinggi dan sistem sepertinya ada kendala. Hal ini dinfokan juga oleh petugas (lewat pengeras suara) saat saya masih mengantri di luar dengan memegang nomor urut 121.Â
Sistem pemanggilan adalah sepuluh orang pertama, sepuluh orang kedua, dan seterusnya. Saya masuk di urutan 111 sampai 121. Jadi pada saat dipanggil ke dalam, ternyata di dalam masih ada pemohon-pemohon sebelum saya, yang memang juga sedang mengantri masuk ke bilik registrasi dan verifikasi. Ada 4 meja di isi oleh 4 petugas dimana berkas-berkas masuk pemohon didstribusikan ke masing-masing meja. Tak ada lagi pemanggilan berdasarkan nomor urut, namun berdasarkan nama.
Saking banyaknya pemohon, petugas harus mengeraskan suaranya kala memanggil. Itu pula masih saja ada yang dipanggil,namun orangnya tak muncul entah di mana. Akhirnya Om Polisi dan Tante Polwan harus mengalihkan ke nama berikutnya. Sesaat kemudian, muncul pemohon yang namanya tadi di panggil. Kebayang kan gimana jadi petugas yang melayani orang banyak dengan batasan waktu layanan dan berhadapan dengan situasi yang seperti itu.Â
Saya cukup memahami karena pengalaman di kantor juga, sekalipun sudah terintegrasi secara sistem, bila terjadi kendala, bisa berdampak kepada yang lain. Mulai dari keterlambatan proses, kesalahan input dan koreksi inputannya,hingga kesalahan pada kontrak yang tercetak.
Dan andai sudah tercetak, untuk merubah dan memproses kontrak yang baru, butuh waktu lagi karena harus mengikuti tahapan dari  awal. Demi kebaikan,ya harus dijalankan bila terjadi kesalahan (by sistem atau by human error).Â
Bila diabaikan, bisa jadi terjadi pengaduan kembali di waktu mendatang atau akan menimbulkan potensi dan resiko yang menyusahkan calon nasabah manakal berkaiitan dengan salah cetak atau salah input. Apalagi bila ada audit, baik audit internal atau audit independen, kesalahan-kesalahan seperti itu, akan berpengaruh terhadap penilaian.Â
Well... beberapa ketidaksesuaian yang terjadi:Â
1. Salah Cetak jenis Kelamin
Tak hanya pada Si Mbak di tulisan awal, tapi juga ada mbak yang berikutnya yang duduk di samping saya. Dia mengurus dua sim, hanya satu yang salah cetak. Kabar baiknya adalah dapat terkoreksi dan beliau bisa pulang dengan tersenyum
2. Salah Cetak Golongan Darah
Ini saya sendiri yang mengalami. Saat sesi foto, abang polisi muda yang mengarahkan foto wajah saya itu memverifikasi ulang. Dia menyebut golongan darah saya O padahal yang sebenarnya adalah A, sesuai dengan di KTP. Dia menyilahkan andai mau merevisi, harus kembali ke ruang registrasi. Waduh.... jam di tangan saya sudah menujukkan pukul 13.00 Wita.Â
Sudah dari jam 10.00 Wita saya datang. Melengkapi persyaratan berupa surat kesehatan, surat lulus psikotest dan menunggu panggilan di luar hingga masuk ke dalam ruangan registrasi..
Bila harus balik lagi, jam berapa nanti selesainya. Â Demikian pikir saya. Akhirnya saya putuskan diteruskan saja meski nanti tercetak golongan darah yang tak sama antara di E KTP dan di SIM Online.
 Padahal saya sempat membaca di laman Kompas.Com, Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Pol Refdi Andri menyatakan bahwa ditaruhnya jenis golongan darah pada SIM Smart online tujuannya adalah pemberian darah dapat dilakukan dengan cepat bilamana terjadi hal-hal yang darurat.
Itu berarti selama lima tahun ke depan,bila berhubungan dengan donor darah atau transfusi darah, saya harus katakan bahwa golongan darah yang benar adalah di E KTP, bukan di SIM.Â
Catatan Lain
Total biaya yang saya keluarkan untuk perpanjangan SIM C Online adalah 190 ribu. Itu terdiri dari biaya pemeriksaan kesehatan sebesar 25 ribu, biaya tes psikologi sejumlah 90 ribu dan 75 ribu lagi tambahannya saat bayar di loket bank di dalam ruangan sebelum registrasi.
Untuk total biaya perpanjangan SIM lain seperti SIM A, SIM B maupun SIM D, selisihnya tak jauh beda sesuai PP nomor 60 tahun 2016 mengenai biaya pembuatan dan perpanjangan SIM. Lebih baik mengurus sendiri dibanding lewat calo, lebih murah juga. Namun ya itu, mesti lewati prosedurnya sekian jam hingga terima hasil akhirnya.Â
Hal lain yang harus diperhatikan pemohon manakala berniat mengurus SIM adalah baiknya membawa E-KTP agar mudah mencocokkan data saat proses registrasi. Pada saat pengurusan kemarin, ada saja satu dua warga yang menyebut tempat kelahirannya tak sesuai dengan di KTP sehingga petugas harus menanyakan beberapa kali untuk memastikan.
Demikian juga golongan darah, yang mana pada SIM lama tak tertera namun pada SIM Online baru diwajibkan ada. Jadi bila ditanyakan jenis golongan darah, tinggal nyontek di E-KTP.... hehe.Â
Just Sharing....
Salam,
26 Februari 2020,
23.58 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H