Tak ketinggalan para pengendara yang melintas,terutama roda dua yang menghentikan kendaraannya sementara untuk mengamati tingkah lucu sang monyet. Saya yang semula berpikir hanya saya sendiri yang menonton, ternyata beberapa rekan kerja lain juga menyaksikannya. Saya tahunya setelah melihat update status video mereka di WA. .Â
Timbul niat untuk mewawancarai para pengawalnya. Pengen tahu aja, di Sumbawa ini mereka tinggal dimana dan asalnya dari mana. Karena setahu saya, jarang bahkan hampir tidak ada warga asli sini yang memiliki usaha pertunjukkan monyet.Â
Saya menunggu sampai selesai sembari mengambil beberapa foto dan merekam atraksinya. Uang sepuluh ribu sudah saya siapkan saat si monyet menghampiri satu demi satu penonton dengan membawa kantong tempat sawer. Berharap mengambil fotonya lebih dekat.Â
Anak-anak usia SD sebagian senang dengan hiburan itu, namun beberapa yang lain ekspresi wajahnya biasa saja. Mungkin takut atau merasa aneh ada hewan dapat beratraksi sedemikian rupa.Â
Hal yang jarang ditemukan atau menjadi tontonan di generasi mereka, yakni generasi Z dan generasi Alpha. Sebuah generasi manusia yang lahir dalam rentang tahun 1995 jingga 2024. Â
''Nama saya Rasdi. kami dari Surabaya," demikian jawaban singkat salah satu pengawal ketika saya tanyakan asalnya.Â
Pertanyaan berikutnya tidak dijawab karena mereka sepertinya tidak mau meladeni pertanyaan. Buru -buru lalu bergegas. Berjalan dengan sang monyet yang melambaikan tangannya kepada kami.Saya mengambil foto sekali lagi saat mereka menuju perempatan lampu merah di samping mesjid terbesar di Sumbawa itu. Menerka -nerka dalam hati.Â
Mungkinkah akan lestari atraksi hiburan dengan hewan primata ini ataukah generasi manusia berikutnya lebih suka mengenakan 'topeng'.
Pangeran monyet itu, mungkin buruk secara rupa di mata manusia, namun menghibur secara nyata. Tanpa mengenakan topeng pun, dia sudah terlihat apa adanya. Makin tersiksa dengan leher yang dirantai. Mengundang rasa iba.