Bekerja di divisi marketing, dituntut untuk selalu berinovasi. Kadang tuntutan itu bukan datang dari atas. Dalam hal ini permintaan dari atasan atau manajemen di level atas. Namun, keinginan dari dalam diri demi menghasilkan kinerja yang lebih baik dibanding bulan –bulan sebelumnya. Atau bisa jadi, niat untuk berinovasi itu muncul dari melihat performance di dalam tim dan keinginan untuk membawa mereka keluar dari zona nyaman
Siapapun kita adalah marketing bagi diri kita sendiri. Tak terbatas pada saya dan juga mungkin rekan-rekan pembaca, yang kesehariannya bertugas memasarkan produk dan menjual ke calon pengguna. Bila Anda adalah seorang profesional seperti dokter, artis, notaris, tukang pijat, pengusaha laundry, bahkan penulis conten sekalipun, setiap kita dengan beragam profesi yang digeluti, butuh yang namanya memasarkkan diri, termasuk ‘menjual’ keahlian kita.
Bagaimana dengan para pekerja yang profesinya terikat terhadap institusi, seperti PNS, TNI, Dosen, Guru, dan lain sebagainya? Toh mereka tak menjual produk. Iya betul, tapi merekan menjual dalam tanda kutip pelayanan dan pengabdian. Melayani masyarakat demi menjalankan visi dan misi institusi adalah bagian dari memasarkan produk. Bila perusahaan sekuler merancang produk untuk ditawarkan pada para konsumen, intitusi formal terikat pada visi dan misinya sebagai ‘produk’ yang harus dieksekusi terhadap pasar, yakni masyarakat sebagai pengguna atau pemakainya.
Kasus musibah di SMP 1 Turi dan berujung dipenjaranya sang guru, mungkin adalah salah satu contoh betapa program yang tujuan awalnya baik namun tak menganalisa situasi dan kondisi, lalu berakhir sebagai tragedi. Di sisi lain, pernyataan seorang petinggi KPAI soal anak gadis berenang di kolam renang bisa hamil, malah memicu kericuhan di dunia maya (dan dunia nyata).
Betapa mereka yang bekerja di institusi formal dan bukan di perusahaan sekuler pun, pun bisa terjerat lantaran salah eksekusi lewat tindakan dan ucapan. Tujuannya mulia untuk mengemban misi dan visi institusi sebagai ‘produk’ layanan ke masyarakat, namun andai tak membaca kondisi dan rambu sosial, dampaknya bisa merembet ke mana-kemana.
Well… apapun profesi kita, apa yang bisa dilakukan untuk tetap dalam panggilan memasarkan ‘produk’ dan menghindari hal-hal yang bisa menjatuhkan diri sendiri dan merusak citra institusi atau perusahaan yang kita wakili, ada beberapa cara di bawah ini. Ini adalah opini saya sendiri,dan beberapa adalah apa yang sudah dilakukan.
1. Belajar dari kesalahan yang terjadi di institusi atau perusahaan lain yang identik dengan lingkup kerja sehari -hari
Saya percaya ketika tragedi susur sungai SMP di Jogjakarta itu terkuak di media, sekolah–sekolah lain di tanah air mulai mengevaluasi kegiataan kepramukaan bagi anak-anak didiknya.
Tak hanya kepramukaan, tapi bisa yang berhubungan dengan cinta alam dan kegiatan ektra kurikuler lainnya, yang dirasakan membahayakan bagi peserta. Demi keamanan dan kenyamanan, tak sedikit yang membatalkan dan mengalihkan kepada kegiatan lain yang skalanya lebih aman dan nyaman. Para orang tua dan wali juga akan was-was lebih kepo menyangkut kurikuler sang anak.
Di perusahaan sekuler, baik perusahaan milik negara, milik daerah ataupun milik swasta, ada beberapa yang juga menjalankan pola yang sama andai terjadi kasus di perusahaan kompetitor atau perusahan yang identik. Kasus fraud misalnya, nilep uang perusahaan atau skandal keuangan yang melibatkan rekayasa data di sistem, akan menjadi warning bagi perusahaan sekuler lain. Probabilitas yang sama dapat terjadi andai kurang pengawasan atau cenderung mengabaikan.
Contoh lain yang juga menjadi viral bulan lalu adalah soal jebakan politisi PKS Andre Rosiade terhadap seorang PSK. Niatnya baik, namun bila caranya tak santun pada waktu yang tak tepat, bisa jadi bukan promosi tapi mutasi. Betapa wajib menganalisa kebijakan atau strategi sebelum di ekseskusi dengan berkaca pada kesalahan yang pernah terjadi di perusahaan atau institusi lain.
2. Lihat ke dalam, apa yang fatal dan salah di lingkup pekerjaan sendiri
Kalau cara nomor 1 fokus keluar, cara nomor 2 adalah mengevaluasi ke dalam tim (dan juga sendiri) menemukan kesalahan yang terjadi selama bulan yang telah lewat. Sekarang Bulan Maret, tak ada salahnya meninjau kembali apa yang tak sesuai prosedur atau hal fatal yang dilakukan staf atau diri sendiri selama Bulan Februari atau bulan -bulan sebelumnya, yang menyimpang dari kebijakan dan visi misi, yang sudah tentu itu dimiliki oleh sebuah institusi atau perusahaan sebagai landasan mengapa perusahaan atau institusi itu ada.
Kami pun lakukan pembatalan, namun sistem menolak. Kami menghubungi departemen IT (yang hanya ada di pusat) agar membantu agar clear di sistem karena masih menggantung dan terketahui juga sama manajemen di pusat. Bolak –balik namun beberapa hari tak selesai. Fokus dan konsentrasi sebagian besar habis untuk ngeberesin itu. Ujung-ujungnya tensi sedikit naik.Anak buah yang salah, atasan juga ikut tersalahkan. Sama ya dimana-mana begitu.
“Kamu bisa ngga lain kali lebih teliti. Sudah dikasi tau juklaknya, sudah diarahkan caranya, kok masih salah juga. Sekarang kesalahanmu bikin pusing kita semua. Ngopi dulu kamu sebelum nginput,” tegur saya pada staf yang bersangkutan.
Akhirnya, dua minggu kemudian, baru terselesaikan. Pengalaman itu menjadi pelajaran di awal Bulan Maret ini. Saya lalu sharing kepada tim agar tak terjadi hal yang sama. Kesalahan sekecil apapun dimanapun kita bekerja, akan menyusahkan tak hanya diri kita, tapi juga atasan bahkan atasan di atas kita, bahkan merembet ke rekan-rekan yang lain dalam satu divisi atau satu cabang.
Dimanapun kita bekerja, apapun profesi kita, formal atau pun non formal, kita bisa belajar tak hanya dari kesalahan besar tapi juga dari kesalahan keci namun potensi resikonya besar. Temukan itu, tegur bila perlu karena teguran juga bagian dari pengawasan . Bila diri kita sendiri yang melakukan itu, ya tegurlah diri sendiri sebelum ditegur orang lain, apalagi diitegur Tuhan…ampun dah,hehe
3. Apapun Bidang Kerjamu, Temukan Strategi dan Kreativitas Baru
Hari ini tahun 2020 sudah berlalu dua bulan. Bagaimana kinerja Bulan Januari dan Bulan Februari? Baik, stabil ataukah menurun. Kita bisa menilai sendiri. Bila kita adalah staf, parameternya adalah gaji (dan bonus atau insentif bila ada). Andai kita usahawan, ukurannya adalah omset. Bila kita pimpinan atau kepala regional, mungkin penilaiannya lebih luas menyesuaikan dengan KPI atau indikator kinerjanya. Kalau profesional bagaimana? Boleh jadi selain laba omset masuk, adalah pernyataan kepuasan atas pelayanan dari konsumen atau pemakai jasa.
Jangan berpuas bila hasilnya positif karena masih banyak hari-hari di depan dan kompetitior yang sama dengan tempat kita bekerja juga tak mau kalah bersaing. Bekerja tak hanya cukup dengan ikhtiar dan berdoa, tapi ada baiknya menambahkan ide dan kreatifitas baru untuk membuatnya berbeda dan terlihat unggul dibanding yang lain.
Di kota kecil Sumbawa, saya mengamati sudah mulai buka warung bakso dengan nama-nama yang terdengar unik dan lucu kendati di daerah lain mungkin sudah lama ada. Ada bakso mercon, bakso lahar, bakso beranak dan nama-nama lainnya. Saat ke Denpasar minggu lalu, saya heran betapa menjamurnya tempat makan. Tak seperti sepuluh tahun lalu. Pilihannya sudah bukan mau makan apa hari ini, tapi makan dimana hari ini. Tak lagi ukurannya soal berapa harga makanannya, tapi ada pertimbangan lain, bisa ngapain aja kalau makan disitu. Itulah pasar. Berdinamika. Dan kita sedang berada di era itu.
Analogikan itu dengan tempat kita bekerja. Dengan produk yang kita jual. Kompetitor bersaing merebut pasar. Sebenarnya yang diburu adalah konsumen atau penggunanya. Ukurannya tak lagi produk yang sama, tapi apa plus plus yang diperoleh dengan menjadi konsumen di situ. Cara merebut pasar juga tak lagi sekonvensional dulu. Sudah digital menyesuaikan dengan kaum milenial yang senangnya rebahan…hehe, ayo bangun kakak#
Masih ada generasi sebelum mereka, generasi X dan Y, generasi kelahiran akhir 80 an kebawah. Rata-rata generasi ini sudah jadi atasan kaum milenial di tempat kerja, baik di perusahaan sekuler, institusi atau usaha lokal. Satu PR bagi generasi kaum lawas atau setengah lawas adalah mengikuti ritme generasi anak muda kekinian.
Salam awal bulan, bulan baru semangat baru.
Sumbawa Besar, 01 Maret 2020
16.10 WITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H