From a distance we are instruments,
Marching in a common band
Playing songs of hope, Playing songs of peace
They are the songs of every man
God is watching us
Ditemani lagu from a distance dari Bette Midler dan secangkir kopi saya menulis artikel ini. Kopinya hitam. Tapi tak sehitam awan di langit Kota Sumbawa sore ini. Juga tak sekelam hoax dan isu politik yang bertebaran dari bulan ke bulan. Dikemas dengan bumbu agama.
Saya jadi ingat. Ada satu cafe di Denpasar Bali. Namanya cafe tahu. Dulu sering hang out dengan teman - teman di sana. Bahan dasarnya tahu, tapi bisa diolah jadi beraneka makanan. Menu apapun yang kita pesan, rasa tahunya tetap ada. Bukankah itu sama dengan kondisi politik saat ini? Apapun hoaxnya, apapun isu politik, selalu agama jadi bahan yang didebatkan. Seakan - akan politik tanpa agama bagai lalapan tanpa sambal. Kurang rasa:)
Nonton TV, itu lagi itu lagi yang dibahas. Baca koran, berita utamanya ngga jauh - jauh dari situ. Lebih baik buka HP aja dah. Eh ketemu lagi kiriman pesan WA (whatss ap) dari mana saja disertai link nya pula. Mending lihat status teman. Sami mawon bodo wae. Persahabatan bisa jadi musuh gara - gara beda pilihan politik.
Sampai - sampai minggu lalu, ada email internal di perusahaan. Himbauan dari pimpinan di pusat. Semua kantor cabang fokus ke pekerjaan masing - masing dan tidak boleh membawa ranah politik maupun SARA ke dalam internal perusahaan. Ini perusahaan nasional,bukan perusahaan daerah.
Tapi sore ini, saat melintas pulang ke rumah, saya menemukan pemandangan menarik. Menahan saya untuk tidak melewatkan mengambil gambar. Di depan Pura Agung Giri Natha di Kota Sumbawa Besar. Terpampang spanduk ucapan Selamat Hari Raya Nyepi, 1 Caka 1941. Ada foto Bapak Bupati dan Wakil Bupati.
Di sebelah spanduk berdiri seorang ayah mengenakan pakaian upacara sembari menggendong anaknya. Â Adem rasa hati ini. Pimpinan daerah menebarkan semangat toleransi dan kerukunan. Bukankah segala sesuatu yang baik dan positif mengalir dari atas?