Mohon tunggu...
Faisal Anas
Faisal Anas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perbedaan Elektabilitas Jokowi dan SBY Jelang Pemilu

27 Februari 2018   12:22 Diperbarui: 27 Februari 2018   12:41 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI ke-7 Jokow Widodo bersama Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono

Sektor nontradable tumbuh melesat hingga 8,8 persen. Sedangkan sektor tradable terseok-seok di angka 3,3 persen. Kesenjangan juga tampak dari ketimpangan antarindividu dalam penguasaan kue ekonomi nasional.

Lebih ekstrem, Word Bank melaporkan satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan nasional. 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai sekitar 77 persen kekayaan nasional. Ini menunjukkan ketimpangan di Indonesia sangat besar. Bahkan Indonesia adalah negara rangking ketiga tertimpang setelah Rusia dan Thailand.

Hal itulah yang kiranya menyebabkan elektabilitas Jokowi konsisten turun.

Situasi ini jauh berbeda ketika menjelang pemilihan presiden 2009 lalu. Saat itu, elektabilitas SBY bahkan mencapai 67 persen menjelang pemilu. Padahal, saat itu Indonesia ikut mendapatkan krisis ekonomi dunia pada 2008.

2. Pelemahan KPK

Berbagai lika-liku upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi terus terjadi. Mulai dari ribut-ribut antar instansi seperti kepolisian dan DPR, hingga polemik UU MD3 menjadi beberapa faktor yang ikut menggerus suara Jokowi.

Digunakannya hak angket DPR untuk KPK dinilai sebagai akal-akalan untuk menggaduh KPK yang tengah menggarap kasus besar, yakni megakorupsi e-KTP. Presiden juga tidak menunjukkan sikap tegas terhadap upaya-upaya itu.

Berbeda dengan Sikap yang ditunjukan SBY kala menangani masalah konflik KPK dengan kepolisian yang saat itu disebut pertikaian cicak-buaya. Sebagai kepala negara SBY langsung pasang badan. Ia menghimbau agar kepolisian dan kejaksaan yang berada di bawah kendalinya agar bertindak secara profesional, adil, objektif, dan transparan, sehingga semua proses bisa diikuti oleh masyarakat dan keadilan dapat ditegakkan.

Mengenai isu kriminalisasi KPK, SBY menegaskan bahwa tidak ada kriminalisasi terhadap anggota atau pimpinan KPK. Jika ada pihak yang ingin membubarkan KPK, menurut SBY ia justru akan menjadi orang terdepan untuk melawan pembubaran KPK.

Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, SBY mampu menjadi dirijen orkestra pemberantasan korupsi. SBY membuktikan bisa memimpin pemberantasan korupsi terutama lewat "dukungannya" ke KPK. Reformasi birokrasi pada beberapa instansi pemerintah seperti Departemen Keuangan, BPK, dan MA, merupakan pondasi dasar dalam pemberantasan (pencegahan) korupsi.

Sikap demokratis SBY dalam pemberantasan korupsi terlihat pada sikapnya atas penetapan Aulia Pohan (besan presiden) sebagai tersangka. Pernyataan presiden bahwa meskipun sedih ketika besannya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, namun presiden kembali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun