Pasal itu digunakan oleh MUI untuk menyerang Ahok. Tapi tak perlu kasihan atau bersimpati. Cukup alasan untuk menyimpulkan, kemungkinan besar Ahok sengaja memprovokasi umat Islam dengan Al Maidah 51 untuk kepentingan memenangkan  pilkada DKI.
Persisnya: untuk menciptakan dan menambah loyal voters. Silahkan periksa lembaga survey yang Anda percaya: angka pemilih Ahok dari Kristen, Katolik dan Tionghoa berada di atas 90%. Sementara sekitar 30% Muslim memilihnya.
Padahal, tanpa provokasi itu, belum tentu dia akan kalah. Ingat, promotor dan motor serangkaian demo Islam awalnya menolak Ahok dengan isyu penggusuran dan korupsi. Namun dua isyu itu tidak berhasil membuat gerakan politik yang besar. Situasi ini berubah drastis setelah Ahok memprovokasi dengan Al Maidah 51.
Kita justru harus marah pada Ahok karena provokasinya itu pada kenyataannya memberi jalan pada popularitas dan penguatan Islam Ekstrem, bukan saja di Jakarta namun nasional. Ingat, demo antiAhok berlangsung dimana-mana, bukan cuma di DKI Jakarta. Ingat pula, peserta demo kedua dan ketiga di DKI Jakarta datang dari mana-mana, bukan cuma diikuti warga DKI.
Catat: Belum pernah sebelumnya FPI dan Habib Rizik menjadi sepopuler sekarang dan diterima bahkan oleh kelas menengah. Belum pernah dalam sejarah paska reformasi Habib Riziq sepanggung dengan  Presiden RI.
Semua itu gara-gara petualangan Ahok! Apakah dari Jakarta ekstremisme agama akan menjalar ke kota kota lain di pelbagai provinsi untuk menjadi fenomena nasional? Itu diskusi lain.
Tapi di sini sudah jelas: "kebhinekaan" cuma tameng politik Ahok dari reaksi Islam yang marah terhadap provokasi yang ia sengaja.
(Faisal Anas pernah belajar HAM di Universitas Ivy League di AS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H