Lord Acton pernah menulis: power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang tanpa batas juga akan korup secara tanpa batas). Â
Tulisan itu merupakan ungkapan yang paling populer ketika kita membahas tentang kekuasaan dan korupsi.
Siapa Lord Acton dan mengapa dia menulis seperti itu?
Lord Acton yang bernama lengkap John Emerich Edward Dalberg-Acton adalah seorang sejarawan dan politisi abad ke-19 asal Inggris.
Beliau adalah seorang anggota Parlemen Inggris pada tahun 1865-1866 yang lahir di Napoli, Italia pada tahun 1834 dan wafat di Tegernsee, Jerman pada tahun 1902.
Ungkapannya yang populer tersebut pertama kali diungkapkan dalam suratnya yang dikirim kepada Mandell Creighton, seorang sejarawan yang juga uskup.
surat yang ditulis pada tanggal 5 April 1887 itu adalah salah satu bagian dari rangkaian diskusi diantara mereka berdua tentang bagaimana seharusnya sejarawan menilai masa lalu.
Creighton yang merupakan Uskup Agung Gereja Inggris waktu itu keberatan dengan sikap kritis terhadap para pemimpin masa lalu, sedangkan Lord Acton tidak sependapat dengannya.
Menurut Lord Acton, kita tidak bisa mengabaikan korupsi dan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh para pemimpin masa lalu karena setiap orang, dulu dan sekarang, apakah dia pemimpin atau bukan, harus berpegang pada standar moral yang universal.
Seorang raja, presiden, perdana menteri, bahkan pemuka agama adalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, sama seperti kita semua. Oleh karenanya mereka juga harus diperlakukan sama seperti kita semua.
Apakah dia seorang raja, presiden, perdana menteri, pemuka agama atau rakyat biasa, jika dia melakukan kesalahan, maka harus diperlakukan sama. Tidak boleh ada tebang pilih karena semua orang sama kedudukannya di mata hukum.
Bahkan seperti ungkapan Lord Acton di atas, kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang tanpa batas juga akan korup secara tanpa batas.
Artinya, seorang pejabat yang memiliki kekuasaan yang besar dan dalam jangka waktu yang lama cenderung akan korup. Apalagi jika kekuasaan itu bersifat mutlak dan tanpa batas, maka korupsinya pun akan tanpa batas.
Oleh karenanya kekuasaan itu harus dibatasi agar tidak korup. Pembatasan kekuasaan itu tidak hanya bagi kepala negara, kepala daerah dan pemuka agama, namun juga terhadap pejabat-pejabat di bawahnya.
Jika ada yang terbukti melakukan kesalahan, siapa pun dia, apapun jabatannya, maka dia harus dihukum setara dan setimpal dengan perbuatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H