Dari bendera Salib Merah yang berkibar di haluan kapal itu, Petros dan Vasilius yang beragama Kristen Ortodoks sangat mengenali kapal itu.
Mereka adalah para Kesatria yang berasal dari Pulau Rodos yang letaknya tidak jauh dari posisi perahu mereka saat ini. Para kesatria itu adalah pengikut Ordo Santo Yohanes dari Yerusalem, sehingga kapal mereka berbendera Salib Merah.
Kapal galai itu semakin mendekati perahu mereka, nampak puluhan laki-laki berseragam militer sudah bersiap dengan pedang yang terhunus di tangan.
Melihat itu, Oruc dan Ilyas dan awak perahu lainnya bersiap dengan mengeluarkan pedang mereka masing-masing.
Selama ini pelayaran mereka aman-aman saja, mereka betul-betul tidak menyangka perahu mereka akan dihadang oleh kapal galai milik Kesatria Pulau Rodos itu.
Kapal itu mendekati dan mencoba merapat ke perahu mereka. Oruc mengawasi penuh siaga dengan pedang yang terhunus di tangan kanannya.
Dari atas kapal itu, salah seorang awak kapal yang berjanggut lebat dan bertubuh tambun mengangkat tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang pedang. Orang itu seakan memberi isyarat agar Oruc dan kawan-kawannya tidak melakukan tindakan apapun. Â
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Ilyas makin panik.
"Bersiaplah, jangan melakukan apapun sebelum ada komando dariku!" jawab Oruc.
Ilyas, Petros, Vasilius dan Umit menurutinya. Mereka bersiaga dengan pedang di tangan mereka masing-masing, menunggu komando dari Oruc.
Oruc bersiaga sambil mengawasi pergerakan orang-orang di atas kapal itu. Terlintas dalam pikiran Oruc, jika orang-orang itu hanya ingin meminta bagian atau menyuruhnya membayar pajak, sebagai warga sipil dia tidak akan menolak, namun apabila lebih dari itu, maka tidak ada pilihan lain selain melawan mereka.